Ninasapti Widjajano: Mas Wid Pulang di Tempat yang Dicintai (2)

By nova.id, Selasa, 1 Mei 2012 | 04:36 WIB
Ninasapti Widjajano Mas Wid Pulang di Tempat yang Dicintai 2 (nova.id)

Ninasapti Widjajano Mas Wid Pulang di Tempat yang Dicintai 2 (nova.id)

"Jenazah Pak Wid dievakuasi ke Denpasar menggunakan helikopter. (Foto: Dok Pri) "

Hikmah apa yang bisa diambil dari kejadian ini?

Harus ada persiapan matang. Seharusnya di setiap pendakian selalu ada tabung oksigen, HT (handy talky), dan pistol sinar yang bisa memberi tanda dalam kondisi darurat. Tapi, apa pun, kami sudah ikhlas. Mas Wid kembali di tempat yang dia sukai, yakni gunung. Ini memang sudah garis yang ditentukan Allah. Saya juga minta maaf telah merepotkan banyak pihak, dari Presiden sampai para relawan saat evakuasi Mas Wid.

Kecintaan Pak Wid pada gunung memang luar biasa, ya?

Ya. Sejak SMA Mas Wid sangat senang mendaki gunung. Makanya dia memilih pulang di tempat yang dia cintai.

(Bahkan menurut Pudji, asisten Pak Wid, nama Kristal Amalia, putri tunggalnya, diambil dari singkatan gunung-gunung yang ia daki semasa Nina hamil, yakni Gunung Kerinci, Rinjani, Semeru, Tujuh, dan Latimojong.)

Pernah ikut mendampingi Pak Wid naik gunung?

Waktu ke Semeru dan beberapa pegunungan yang enggak tinggi-tinggi, saya ikut. Jalan dengan Pak Wid, cepat sekali. Pernah saat naik gunung, karena waktu itu kami membawa Ela yang masih kecil, saya jalan pelan-pelan. Karena capek, saya berhenti saja. Mas Wid, sih, jalan bablas saja. Pikir saya, "Ah, nanti ketemu di hotel saja." Mungkin karena saat melihat ke belakang saya dan Ela enggak ada, dia turun lagi.

Dengar-dengar Pak Wid punya begitu banyak teman.

Dia memang suka berteman. Dengan siapa saja. Bahkan pernah di awal-awal kami menikah dan pergi ke Eropa, dana penginapan sama sekali enggak terpakai. Di tiap kota dan negara, selalu saja ada yang menumpangi kami menginap. Bahkan pernah, kami tinggal di satu rumah sahabat Mas Wid di mana pemiliknya tidak ada. Jadi kami ditinggali kunci. Lumayanlah. Waktu itu saya masih mahasiswa dan Mas Wid masih jadi dosen muda.

Kabarnya Komunitas Tambora akan membuat prasasti untuk Pak Wid?

Kami, sih, senang saja. Yang penting prasasti itu bisa mengingatkan, persiapan itu perlu setiap kali pendakian.

(Rencana ini memang disampaikan Mbah Rono Kamis malam. Ia minta persetujuan Nina untuk mengabadikan nama sang suami dalam sebuah prasasti yang nanti akan dipasang di Pos 3 menuju puncak Tambora. Selain nama Pak Wid, dalam prasasti itu ada kata-kata terakhir untuk para pendaki yang diucapkannya sebelum ajal menjemputnya, "Menghormati alam dan setiap langkah diiringi doa.")