Kisah Tragis Eka di Dalam Pipa Besi (1)

By nova.id, Senin, 19 Maret 2012 | 23:18 WIB
Kisah Tragis Eka di Dalam Pipa Besi 1 (nova.id)

Kisah Tragis Eka di Dalam Pipa Besi 1 (nova.id)

"Foto: Repro, Rini S/NOVA "

Terbakar cemburu, Emil Bayu Santosa (37) membunuh dan memasukkan mayat kekasih gelapnya, Eka Indah Jayanti (27), ke sebuah pipa besi lalu mengelasnya. Rencananya, pipa tersebut akan dibawa ke kampung halamannya di Flores (NTT) untuk dimakamkan secara layak. "Saya sangat mencintai Eka. Saya ingin jasadnya selalu dekat dengan saya," kata Emil yang berbusana tahanan warna oranye saat ditemui di Ruang Kanit Resmob, Mapolrestabes Surabaya, Jumat (16/3), dengan mata berkaca-kaca.

Mengapa Anda tega membunuh Eka?

Sebenarnya tidak ada niat saya untuk membunuh Eka. Saya sendiri juga tidak tahu mengapa sampai seperti ini. Semua terjadi begitu cepat.

Ceritanya pada hari Sabtu (11/2) lalu, sepulang kerja saya mendapati Eka saling berkirim SMS dengan seorang lelaki. Ketika saya tanya siapa lelaki tersebut, dia tidak mau jawab. Merasa dipermainkan, seketika itu juga saya naik pitam. Entah bagaimana, saya lihat ada pipa besi di samping saya. Saya ambil dan pukulkan ke wajah Eka sampai dia tidak bergerak lagi. Saat saya pukuli itu dia sempat minta ampun, tapi karena sudah gelap mata tidak saya hiraukan.

Kemudian?

Setelah sadar dia tidak bergerak dan tubuhnya sudah berlumuran darah, barulah saya panik. Kemudian saya panggil istri saya, Patricia Yolancia Dahlia yang saat itu berada di lantai atas untuk turun. Begitu melihat Eka tidak bergerak, Yolan juga panik dan ketakutan. Tapi semua sudah terjadi, maka saya mencari cara agar ini tidak terbongkar.

Jujur, Eka adalah orang yang istimewa buat saya. Saya tidak akan membiarkan (mayatnya) begitu saja. Dengan bantuan Yolan, saya mengangkat jasad Eka ke kamar mandi untuk saya mandikan. Saya sabuni tubuhnya dan keramasi rambutnya hingga bersih dan wangi dengan berlinang air mata. (Emil terdiam sejenak, matanya berkaca-kaca). Setelah itu, saya bopong Eka ke dalam kamarnya. Rambutnya saya sisir rapi dan saya kenakan pakaian terbaiknya. Sebelum saya bungkus dengan seprai sutra termahal yang saya punya, saya cium kening Eka sambil berlinang air mata.

Saat memandikan Eka, ada sebuah kejadian yang di luar nalar. Tangan Eka kaku dan susah ditekuk. Yolan lantas meminta saya meminta maaf kepada Eka. Percaya atau tidak, setelah saya minta maaf tangan Eka kemudian melemas dan dengan mudah saya sedekapkan di dadanya.

Darimana terpikir menyimpan mayatnya di pipa besi? (Emil menyimpan mayat Eka di dalam pipa besi, bukan di dalam tabung gas 50 Kg seperti berita yang belakangan beredar, Red.)

Tadinya saya mau mengubur, tapi takut ketahuan. Maka, selama beberapa hari saya biarkan saja jenazah Eka berbaring di kamar tidur yang saya kunci dari luar. Setelah dua hari, mulai keluar bau tidak sedap. Saya sampai membungkus mayat dengan 14 lapis plastik, namun baunya tetap menyeruak.

Lalu muncul ide untuk menyimpan di dalam sebuah pipa besi. Saya beli pipa bekas penyangga papan reklame dengan ukuran 16 dim sepanjang 1,75 meter di loakan. Sampai rumah, mayat Eka saya masukkan ke dalam pipa, saya tutup dengan plat besi. Agar baunya tidak menguap, saya las listrik. Selanjutnya, pipa itu saya letakkan di lantai dasar.

Setiap hari sebelum tertangkap, sebelum dan setelah pulang kerja, saya bersimpuh dan menangis di depan pipa tersebut sambil minta maaf pada Eka. Apapun, Eka adalah wanita yang sangat saya cintai. (Air mata Emil menggenang di pelupuk matanya.)