Usia Kaifah sudah senja. Tahun ini, istri Dedi, pensiuanan pegawai Pemda DKI ini sudah memasuki 63 tahun. Tetapi wanita dengan perawakan kecil ini masih kelihatan cekatan. Sehari-hari ia masih belanja, meracik, dan melayani pelanggan empal gentong yang singgah di warungnya di bilangan Bumi Serpong Damai, Tangsel.
Kaifah adalah menantu Mang Darma, sebuah merek dagang empal gentong yang legenderis di Cirebon. Ia satu-satunya pewaris merek dagang ini yang jualan di luar Cirebon. "Saudara-saudara kami semua juga membuka restoran empal gentong. Tapi semua ada di Cirebon," jelas Kaifah.
Sudah belasan tahun Kaifah berjualan empal gentong. Bahkan saat ini ia sudah punya dua restoran. "Satu lagi di Bintaro. Tapi sekarang dikelola anak sulung saya," tandas Kaifah yang mengaku tiap hari paling tidak bisa menjual hingga 20 porsi empal gentong.
Selain menu andalan Empal Gentong, Kaifah juga menyediakan makanan khas Cirebon lainnya seperti nasi jamblang, nasi lengko, tahu gejrot, dan nasi rawon khas Cirebon. Ini tentu jadi obat rindu warga Cirebon yang merantau di Ibukota. Soal rasa, Kaifah menjamin sama dengan empal gentong asli Mang Darma. "Suami saya adalah anak Mang Darma. Dia tahu persis bumbu dan resep-resepnya," jelas Kaifah yang masih merahasiakan resep empal gentong Mang Darma.
Meski banyak cabang, rasa masakan Mang Darma memang dijamin sama. Apalagi beberapa menu seperti sambal kering, Kaifah masih mengambil dari Cirebon. "Yang memproduksi saudara juga. Jadi rasa dan sambal sama di cabang mana pun," jelas Kaifah yang kerap menerima pesanan untuk resepsi, rapat, and pertemuan.
Usaha yang dirintis di pusat salah satu kios di Pusat Jajan Grace BSD ini juga merupakan salah satu pionir di daerah tersebut. "Saya yang pertama membuka usaha di sini. Akhirnya tempat ini jadi ramai."
Meski tampak sederhana dan kini diapit oleh restoran makanan dengan merek dagang yang lebih kondang, warung Cirebon Mang Darma tetap ada saja pembelinya. Ya, mereka memang tak sekadar mengisi perut, tapi juga jadi obat kangen pada kampung halaman.
Henry Ismono, Sukrisna