Putra putri asal Bali dan Malang pasangan Dr Gede Pardianto,Sp.M dan Dr Diyah Purworini ini tak menyangka bisa tersaring jadi 9 pemenang Junior Scientist Award dari 199 peserta di seluruh Indonesia. " Awalnya adik saya Pras dengar perbincangan ibu dan guru di sekolah. Memang guru-guru di sekolah kami sering konsultasi dengan ibu saya. Mungkin, karena ibu dokter umum. Mereka jadi suka sharing. Kesulitan para guru perempun mengajar terhalang karena bayi mereka kerap sakit. Kata bu guru pada ibu anaknya sering-sering sakit dan iritasi atau kemerah-merahan jika pakai pampers."
Mungkin, kata Fira, karena sang bayi terlalu lama tak diganti popoknya oleh si ibu guru jika anaknya 'ompong'. Sebab," setiap bangun pagi celana bayi kerap lembab akibat mengompol saat tidur, sehingga popok bayi basah kuyup. Saat Pras mendengar itu, dia jadi mengerti bahwa gurunya tak hadir gara-gara itu apalagi kalau bayi sang ibu guru sering demam, " jelas Fira sambil memandang adiknya Pras.
Memang, ada guru di sekolah Fira dan Pras yang baru saja melahirkan, " Pras bilang cuti lagi cuti lagi, kapan bisa ngajarnya. Apalagi selesai melahirkan tentu saja sang guru tak bisa cepat ngajar." Padahal ujian semester sudah dekat awal Mei lalu. Persoalan ini disampaikan Pras pada ibunya di rumah. Dulunya, Pras pernah bilang, 'kok ibu guru enggak masuk-masuk. Padahal sudah mau ujian, gimana nanti ya ujian saya kan banyak pelajaran yang ketinggalan," tutur anak sulung ini menirukan ucapan adiknya.
Yang saat itu terlintas dipikiran Fira, mungkin banyak bayi-bayi yang mudah mengalami 'diaper rash' jika makai diaper terlalu lama. " Sementara jika sedang tak pakai diaper dan mengompol, bayi tersebut juga tak rewel, sehingga memungkinkan badan bayi berada dalam kondisi basah yang cukup lama, sebelum ibu atau pengasuhnya mengetahui kalau bayi telah 'mengompol'. Sedangkan, kondisi seperti itu bisa menyebabkan resiko yang lebih besar, yakni bayi bisa demam karena kedinginan atau masuk angin," ujar Fira panjang lebar.
Awalnya Fira sempat bingung mau buat apa,"akhirnya adik saya punya ide kreatif membuat alat yang dapat membantu sang guru. Saya mengajak adik berpikir untuk membuat alat apa yang bisa membantu sang ibu guru. Hasilnya, sebuah alat yang diberi nama Wet Alarm For Baby atau alat pendeteksi tangis bayi jika sang bayi 'ompol'. Yakni suatu alat dengan sensor yang diaktifkan oleh air kencing bayi yang bisa memberikan tanda pada ibu atau pengasuh bayi dengan segera. Jika bayi mengompol dipilih system peringatan berupa alarm memakai bunyi sebagai penandanya."
Ide Fira dan Pras mendapat tanggapan dari ibu mereka Dr Diyah Purworini yang dosen Akper Kesdam I Bukit Barisan Medan dan ayah mereka Dr Gede Pardianto, Sp.M yang bertugas di RSAL Komang Makes Belawan dan dokter spesialis mata di Sumatera Eye Centre (SMEC) Medan. Berbekal pengetahuan dari sekolah terkait Pendidikan Teknologi Dasar (PTD) yang sudah mereka miliki. Dibantu oleh guru pembimbing Sunario mereka mulai mengutak atik alarm pintu rumah selama tiga minggu. Fira juga mencari pengetahuan tambahan lain dari buku dan internet."
Memang tak semudah membalik telapak tangan untuk mendapatkan hasil maksimal. Tapi Fira dan Pras tak patah semangat mereka terus mencoba. Dalam proses merampungkan alat Wet Alarm For Baby itu sekitar Juni lalu pihak sekolah dapat informasi adanya kompetisi Junior Science Fair 2011. Keduanya pun terus kerja keras agar selesai sesuai target.
" Kebetulan kami dapat info tentang kompetisi dari sekolah, nama kompetisinya Junior Scientist Award 2011 adalah suatu ajang kompetisi bagi siswa SD kelas IV-VI yang diselenggarakan Kemendiknas dan Kemenristek bekerja sama dengan PT Kalbe Indonesia Tbk yang tujuannya untuk menggali bakat dan potensi riset pada anak sejak usia sekolah dasar. Sedangkan, bagi PT Kalbe terlaksananya kompetisi ini adalah dalam rangka kiprahnya turut memajukan dunia riset sains ilmiah yang dimulai sejak usia dini dan bertepatan pula dengan Ultah PT Kalbe yang ke-45," ulas Fira panjang lebar sambil menjelaskan mereka terus merakit alat ini ketika pulang mudik ke rumah neneknya di Malang.
Sembilan Finalis
Pada Selasa- Sabtu (19-23 Juli) lalu, Fira dan Pras melakukan serangkaian test. Dari 199 peserta diambil 199 karya terbaik dan disaring lagi jadi 9 orang finalis." Sabtu-Minggu ( 10-11 September) lalu kami diundang untuk mempresentasikan karya sains kami dihadapan public untuk mendapatkan voting atau pilihan terbanyak dari pengunjung guna memperebutkan predikat karya terbaik dan ilmuwan cilik terfavorit."
Pada acara itu mereka mempresentasikan temuan mereka," kami membuat sebuah tanda, ada yang bisa pakai suara yakni pakai alarm. Awalnya, kami masih pakai lampu, tapi jika ibu berada di luar, ibu tak bisa melihat sang bayinya jadi tak efektif. Kalau dibuat suara bisa dari jam weker dan bel pintu. Namun, jika pakai jam weker bunyinya pasti pelan,tak terdengar ibu/pengasuhmakanya kami makai bel pintu."