Setelah usahanya makin mapan, tahun 2008 Dwi memutuskan untuk benar-benar fokus mengelola CakCuk. Dwi pun keluar dari pekerjaannya sebagai Senior Accounting. "Sekarang, saya sudah punya empat toko sendiri, dan sekarang juga kaos CakCuk ada di lima cabang swalayan yang bekerjasama dengan saya."
Agar pelanggan tak bosan, lanjutnya, setiap bulan ia mengeluarkan 3 sampai 5 desain kaos baru. Ia juga memiliki 6 tema kaos. Yaitu, tema nasional, Surabaya Kota Pahlawan, Surabaya Esek Esek, Surabaya Kota Makanan, Surabaya Tempo Doeloe dan desain nyeleneh yang berisi kata-kata misuh.
Meski kini sudah ada ratusan desain yang dibuatnya, "Ada saja pelanggan yang minta desain lama. Bahkan mereka rela menunggu beberapa hari untuk dibuatkan," ucap Dwi yang juga menerapkan paket diskon dan bonus untuk menarik semakin banyak pelanggan. "Apalagi di masa liburan, pasti akan semakin ramai pembelinya," sambung Dwi yang kini memiliki omzet per bulan sekitar Rp 120 juta.
Satu kaos produksi CakCuk harganya Rp 64 ribu. "Terpaksa dinaikkan harganya, menyusul kenaikan barang baku dan proses pembuatan. Ini saja saya belum naikkan lagi, soalnya kalau dihitung dengan biaya produksi dan lain-lain, satu kaos harusnya dijual Rp 95 ribu. Tapi kalau saya naikkan, enggak enak sama pelanggan. Kalaupun harga harus naik, saya juga harus meningkatkan kualitas produksi dengan menggunakan bahan-bahan terbaik."
Selain menjual produknya secara langsung, Dwi juga menggunakan sistem penjualan online. "Melalui media ini pelanggan saya jadi semakin banyak. Bahkan ada yang dari Amerika," akunya.