Kuliner Khas Jawa Timur (1)

By nova.id, Rabu, 6 April 2011 | 17:07 WIB
Kuliner Khas Jawa Timur 1 (nova.id)

Pembeli bisa memilih disajikan dengan nasi atau lontong. Ciri khas lain, nasinya ditaburi poya, semacam serundeng. Bedanya, setelah disangrai, parutan kelapa ini ditumbuk lagi sampai halus. "Rasanya asin, beda dengan serundeng yang biasanya manis," jelas Asih.

Ketika pertama kali berjualan, "Tempatnya masih sederhana. Tidak ada kios dan tenda. Pembeli cukup saya kasih kursi, tidak seperti rumah makan yang perlu meja dan kursi," kata Asih yang lokasi jualannya cukup strategis, berada di mulut Gang Ondomohen, berhadapan dengan Jalan Wali Kota Mustajab. "Makanya, saya beri nama Sate Kelopo Ondomohen.

Awalnya, Asih hanya perlu 2,5 kg daging sapi, per kilo bisa menjadi 100 tusuk. Buka pagi sampai siang. "Orang memang sudah tahu ibu saya jualan sate, tapi begitu saya yang menggantikan, ada yang ragu. Jangan-jangan, satenya tidak seenak olahan ibu," kenangnya.

Namun, olahan Asih justru digandrungi masyarakat. "Ada pembeli protes, sudah jauh-jauh ke sini, sate sudah habis. Agar pelanggan tidak kecewa, saya menambah jumlah sate. Jam buka pun bertambah."

Kuliner Khas Jawa Timur 1 (nova.id)

"Foto: Henry Ismono "

Kini, Asih perlu sekitar 100 kg daging sapi, dan jumlahnya meningkat pada hari Minggu. Tenaga 21 orang pun masih kewalahan. "Di hari Minggu, pembeli sudah antre mulai jam enam pagi. Padahal, kami belum buka," kata Asih yang hampir setahun ini pindah ke seberang jalan, persis di depan tempat lama. Ia pun sanggup membeli kios di Jalan Walikota Mustajab 36 seharga Rp 1 M dengan biaya renovasi hingga Rp 200 juta.

Ada 3 menu sate yang disajikan Asih. Sate kelopo daging campur lemak seharga Rp 15 ribu, sate daging atau campur jeroan seharga Rp 16 ribu, dan sate sumsum harganya Rp 17 ribu. Dengan uang 20 ribu, sudah bisa menikmati sate kelopo, nasi putih, dan segelas minuman. Namun, banyak pembeli yang tak puas hanya makan di situ. "Banyak yang pulangnya juga minta bungkus. Tidak sedikit yang bungkus sampai ratusan tusuk. Mungkin buat acara khusus."

Di saat lain, Asih juga kerap menerima pesanan untuk pesta. Asih sendiri yang hingga kini masih turun tangan mengolah sate, sementara warung dijaga putri tunggalnya. "Saya dan anak bergantian jaga warung, biar bisa istirahat. Nanti usaha ini bakal diteruskan anak saya," katanya seraya mengenang, Gus Dur juga pernah mencicipi satenya semasa menjabat presiden.

Asih bersyukur, usahanya berjalan lancar. Bahkan, tahun lalu ia salah satu penerima penghargaan Wanita Sukes Jawa Timur. Dari usahanya pula, ia dan keluarganya bisa berangkat haji. Sebagai wujud rasa syukurnya, hampir setahun ini ia menyediakan ambulans gratis bagi masyarakat tidak mampu. "Suami saya, Saluki, yang punya ide. Siapa saja boleh pakai. Kalau tidak mampu, semuanya gratis. Kalau ada yang mampu, cukup ganti uang bensin. Selama ini, sudah banyak yang menggunakan ambulans ini," katanya penuh rasa syukur.

Henry Ismono / bersambung