Sebelum akhirnya berhasil menuju Gedung KBRI untuk dievakuasi ke Indoensia, para WNI ini pun harus "berjuang". Pasangan Hanifa Chaerani (24) atau Rani dan Asep Anwar Mustopa (30), misalnya, merasa sangat beruntung bisa pulang ke Indonesia bersama. Keduanya kuliah di Al-Azhar dan tinggal di Katameya, Kairo. Tahun 2008 mereka menikah di Jakarta dan kembali melanjutkan kuliah ke Kairo. "Untungnya, putri kami, Zahra, selama ini dititipkan di rumah neneknya di Garut," cerita Asep saat ditemui di rumah mertuanya di kawasan Meruya, Jakarta Barat.
Sejak Senin (24/1), kisah Asep, sudah terdengar isu akan ada demo besar-besaran di Lapangan Tahrir, Mesir. "Biasanya, kan, hanya demo mahasiswa saja, tidak besar. Nyatanya kali ini sangat besar dan mulai mengancam keberadaan orang-orang asing yang banyak menuntut ilmu di sana."
Kamis (27/1) silam Asep bahkan masih bisa ikut ujian. "Tapi setelah itu keadaan makin mencekam karena mulai diberlakukan jam malam, sampai kami tak bisa ke mana-mana. Ratusan anggota militer mulai berjaga-jaga di jalanan. Wah, saya deg-degan terus kalau ingat suasana di sana."
Selang beberapa hari, KBRI di Mesir mengumpulkan seluruh WNI dan menyarankan agar menyiapkan bekal sebanyak-banyaknya karena khawatir suasana makin kacau. Masalahnya, harga-harga bahan pokok dan makanan merangkak naik, sejumlah bank tutup, ATM pun banyak rusak. "Esoknya (Senin 31/1), kami dapat kabar akan dilakukan evakuasi tahap pertama, khusus untuk ibu dan anak-anak, turis WNI, serta TKW yang ditinggal kabur majikannya.
Perjuangan menuju Gedung KBRI pun dimulai. "Saat menuju ke situ, kami harus melewati 30 pos militer. Kami ditanyai identitas diri, surat izin tinggal, dan lainnya. Jarak tempuh 10 km yang biasanya hanya 15 menit, harus ditempuh dalam waktu sejam."
Selama perjalanan, dari dalam mobil pasangan ini melihat di setiap titik jalan terdapat pemuda Mesir yang piket, memantau orang lewat, membawa pentungan besar, besi, atau golok. "Untungnya kami tidak harus melewati jalur demonstrasi," kenang Asep yang sempat kehilangan komunikasi untuk menghubungi keluarga dan kerabatnya di Indonesia.
Akhirnya mereka selamat sampai di Gedung KBRI dan bersiap melepas sang istri kembali ke Tanah Air. "Istri lebih penting pulang duluan." Belakangan, Asep bisa mengantar Rani sampai bandara hingga sang istri masuk pesawat. "Saat itulah ada pengumuman, sejumlah WNI ternyata batal ikut di kloter pertama itu karena posisinya masih jauh di luar Kairo. Jadi, ada 20 kursi kosong di pesawat. Saya segera mengajukan diri untuk ikut dalam rombongan pertama itu. Alhamdulillah, diperbolehkan."
Kendati lega sudah kembali ke tengah keluarga, Asep mengaku ingin segera kembali ke Mesir jika keadaan sudah memungkinkan. "Kami merindukan Alexandria, kota di pinggir pantai. Juga jalan-jalan di pinggir Sungai Nil sambil minum teh."
Sukrisna, Noverita