Misteri Suara Jathilan Hingga Pengajian (1)

By nova.id, Sabtu, 15 Januari 2011 | 03:54 WIB
Misteri Suara Jathilan Hingga Pengajian 1 (nova.id)

Misteri Suara Jathilan Hingga Pengajian 1 (nova.id)
Misteri Suara Jathilan Hingga Pengajian 1 (nova.id)

"Foto: Krisna "

Beruntungnya sebagian barang-barang di rumah Jumadi sudah diselamatkan ketika Desa Jumoyo, Salam, Magelang mulai diterjang banjir lahar dingin seminggu sebelumnya. "Tapi barang-barang di dapur belum sempat diselamatkan," kata Jumadi.

Bencana besar, hari Minggu lalu, kata Jumadi adalah kali  ke-4. Banjir pertama dan kedua, rumahnya belum tersentuh lumpur. "Tapi banjir ketiga, pasir mulai masuk rumah. Siangnya kami langsung bersih-bersih rumah. Bahkan malamnya sebagian warga masih ada yang tinggal di rumah karena cuaca cerah. Eh.... malam berikutnya, bencana itu datang lagi."

Ketika bencana datang, semua warga Jumoyo berada di pengungsian, perasaannya was-was. Mereka semua terdiam mendengarkan suara gemuruh yang berasal dari Sungai Putih yang membelah desanya. "Suara itu makin lama makin kencang dan diselingi gemludug hingga menggetarkan kaca jendela balai desa, tempat pengusian yang jaraknya hampir 1 kilo. lIstrik juga mati. Semua sudah pasrah. Banjir kali ini sangat besar. Seumur-umur baru kali ini terjadi," tambahnya.

Dua jam kemudian, suara itu menghilang. Dengan menggunakan obor Jumadi dan beberapa warga melihat kondisi rumahnya. Sayangnya, mereka tertahan di Jalan Yogja - Magelang lantaran air masih tinggi. Jumadi pun memilih pulang ke pengungsian. Barulah keesokan harinya ia kembali menengok rumahnya. Betapa paniknya Jumadi ketika mendapati rumahnya sudah tak kelihatan. "Saya nekat menerjang air, tapi banyak warga mencegah. Akhirnya, saya dinaikkan bolduzer agar bisa melihat kondisi rumah saya."

Tiba di lokasi rumah, Jumadi lemas. "Tulang serasa dilolosi. Habis rumahnya tak ada lagi. Yang tersisa ada Cuma hamparan pasir dan bongkahan batu sebesar sofa. Rasanya saya tak percaya, rumah itu hilang begitu saja," sambat Jumadi.

Kini Jumadi pasrah. Selain kehilangan rumah, ia juga kehilangan mata pencarian sebagai sopir truk pasir. "Pasir sekarang ada di mana-mana. Dijual sudah tidak laku lagi. Jadi, saya tak bisa kerja. Sementara sepetak sawah yang sebentar lagi akan dipanen, ikut terendam pasir. Ini yang namanya bencana ganda," tambahnya.

Tinggal Dua Kusen

Kehilangan rumah, juga dialami Ny. Nurhidayati. Rabu (12/1) siang itu, mengawasi beberapa kerabatnya yang membongkar rumahnya yang terendam pasir setebal 1,5 meter. Sebenarnya, rumah Nur tergolong "utuh", masih kokoh berdiri. Namun Nur bertekad menurunkan genteng rumah dan  kusen-kusennya dilepas paksa. Bongkaran rumah itu selanjutnya diamankan di salah satu rumah kerabatnya.

Nur khawatir, kondisi Kali Putih yang sekarang tertutup material akan mengakibatkan munculnya "sungai" baru. "Kalau tidak diselamatkan sekarang, dan ada banjir lahar lagi, bagaimana?" ujarnya.

Kondisi rumah Harno lebih menyedihkan lagi. Hanya tersisa dua kusen yang siang itu digali beberapa kerabatnya. Begitu juga kondisi rumah ibunya yang porak-poranda. "Ibu saya belum tahu kalau rumahnya dan rumah anak-anak kondisinya seperti ini. Dia sekarang kami ungsikan ke rumah saudara. Dia sih pengen sekali nengok rumah, tapi kami bilang, jalannya susah. Entah bagaimana kalau dia tahu kondisi sebenarnya."

Bagi Nur musibah ini benar-benar mematahkan harapan. Ibu dua anak ini juga tak bisa berbuat apa-apa lagi lantaran 3 petak sawah yang tak jauh dari rumahnya sudah jadi "sungai lumpur." Padahal paling tidak sebulan lagi akan panen. "Kami ini hanya petani, kalau panen gagal, ya, enggak ada harapan apa-apa lagi." Harapan satu-satunya tentu dari pemerintah. "Kami sih belum tahu apa akan ada bantuan apa tidak. Mudah-mudahan sih ada, ya. Kalau enggak, dengan apa kami bisa membangun rumah lagi," harap Nur.Sukrisna