Kisah Sukses Erli Erla Wati 1 (nova.id)
Setelah punya anak dan memutuskan untuk bekerja dari rumah dengan membuat keterampilan, kupikir apa salahnya mengerjakan rajutan yang dulu sudah kupelajari? Rupanya, inilah jalan yang diberikan Tuhan untukku, melalui ibu tentunya, yang kurasakan kelak di kemudian hari. Kegiatan yang dulu membuatku menangis karena tersiksa itu, kini membuka jalanku untuk punya usaha sendiri.
Ceritanya, setelah merajut, kerajinan yang kubuat mulai berkembang ragamnya. Bukan hanya rajutan saja karyaku. Pelan-pelan, aku mencoba keterampilan lain, termasuk di antaranya dari bahan clay. Awalnya, aku mencoba membeli bukunya dan mencari tahu seluk-beluk clay. Untuk mendapatkan ilmu lebih dalam, aku ikut berbagai kursus yang diadakan orang-orang yang sudah senior di bidang itu. Dari situlah aku makin tahu sifat-sifat clay.
Aku mulai berani membeli buku lebih banyak lagi, lalu belajar sendiri dari buku itu. Ternyata, aku sangat menikmati dunia baru yang kulakukan sejak akhir 2007 ini. Saat itu, belum banyak orang yang berbisnis di bidang clay. Jadi, kupikir aku masih punya kesempatan untuk "bermain" di bidang ini. Ternyata, dugaanku benar. Aku mendapat kesempatan yang saat itu kuanggap langka.
Kisah Sukses Erli Erla Wati 1 (nova.id)
Kisah Sukses Erli Erla Wati 1 (nova.id)
"Bersama orang-orang yang antusias inigin dengan belajar clay denganku (Foto: Dok Pri) "
Membuka Kursus
Sepulang dari Jepang, aku membuka kelas kursus dengan sistem paket. Setelah itu, aku juga mulai membuka kursus untuk para instruktur kursus, yaitu bagi orang-orang yang ingin menjadi guru kursus clay.
Sebetulnya, dunia clay sangat dekat dan berhubungan langsung dengan keseharian kita, lho. Misalnya, ketika kita makan di restoran, kita bisa meniru menu yang disajikan menjadi paket makanan berbahan clay, sehingga bisa dijadikan dummy menu itu. Atau, misalnya ketika kita melihat sekuntum bunga, kita bisa memotretnya lalu membuatnya dalam bentuk clay.
Namun, cara ini hanya bisa dilakukan bila kita menguasai teknik dasarnya dan tahu jenis-jenis clay. Sebab, ada banyak jenis clay yang ada di pasaran. Kita tidak bisa bilang clay jenis A jelek, sebab tiap jenis memiliki sifat yang berbeda. Mungkin yang terjadi adalah penggunaannya yang kurang tepat. Misalnya, karena sifatnya yang berat, stone clay tidak bisa digunakan untuk membuat barang yang ukurannya kecil.
Jadi, stone clay lebih cocok untuk membuat patung atau hiasan meja. Sementara, paper clay yang sifatnya ringan, tidak bisa dibentuk untuk ukuran yang sangat kecil karena tidak lentur.
Sayangnya, banyak orang di Indonesia yang tidak mau mempelajari sifat dari masing-masing bahan clay. Ini jadi kendala buat mereka. Aku justru sangat menikmati ketika mempelajari seluk beluk clay. Dengan tahu hal itu, kita punya kepuasan batin luar biasa. BERSAMBUNG
Hasuna Daylailatu / bersambung