Kacamata renang (google) yang rapat tanpa ada celah sama sekali juga dapat digunakan untuk menghindari debu vulkanik memasuki mata. "Jika tak ada kacamata, pejamkan mata kuat-kuat. Tapi tentu harus melihat situasi. Kalau pas evakuasi, bisa nabrak-nabrak. Boleh saja mata agak terbuka, tapi jalan sambil merunduk."
ROSALIA SANG PASIEN PERTAMA
Siapa sebenarnya pasien pertama yang jadi korban erupsi Merapi dan yang langsung dilarikan ke UGD RS Dr. Sardjito? Ternyata seorang bayi berumur 7 bulan bernama Rosalia. Memang, bayi mungil itu bukan korban langsung awan panas, melainkan karena hujan abu dan kerikil yang bercampur belerang.
Menurut cerita sang nenek, Suprihartanti, Kamis siang itu Perumahan Saka Permai, Sleman, kediamannya digempur hujan abu lalu disusul hujan batu. "Tapi yang bikin kami panik, hujan batunya disertai bau belerang yang sangat menyengat," cerita Suprih. Hanya sekejap kemudian, ia melihat cucu pertamanya tiba-tiba tersengal-sengal napasnya. "Mulanya saya masih tenang, tapi lama-lama, kok, napasnya makin susah. Segera Suprih langsung melarikan sang cucu ke RS Dr. Sardjito. "Dia jadi pasien pertama korban Merapi yang masuk UGD."
Suprih lalu berkisah, bau belerang itu sampai masuk ke kamarnya. Apalagi, ketika ia keluar rumah menuju mobil. "Wah, baunya sampai menusuk hidung. Saya saja sampai kliyengan (pusing, Red.). Napas Rosalia juga makin tersengal-sengal." Tiba di luar rumah, ia disambut hujan batu. "Batunya sebesar jari kelingking. Untung enggak kena kepala."
Di UGD, Rosalia langsung mendapat bantuan oksigen selama beberapa jam. Usai itu, si mungil bisa tidur tenang. Suprih pun sempat diberi oksigen hingga merasa segar kembali. Sekitar jam 06.00 pagi, dokter sudah memperbolehkan Rosalia dibawa pulang. "Tapi saya belum tahu apakah Rosalia akan diungsikan atau tidak. Kami akan pulang dulu saja. Nanti diputuskan setelah sampai di rumah."
Hasto, Krisna