Cuaca yang tidak menentu berpengaruh besar pada beberapa usaha rumahan yang digeluti ibu-ibu. Sebut saja, misalnya, usaha laundry yang dikelola pasangan Heri Abdulgoni (35) - Sarinah (21). "Kami terpaksa mengeluarkan tenaga ekstra untuk menjaga agar cucian pelanggan tidak kehujanan atau bau apek akibat tidak kering. Soalnya kami sepenuhnya memanfaatkan sinar matahari sebagai pengering cucian biar ongkos cuci bisa murah, bukan pakai mesin pengering."
Gara-gara musim yang tidak tertebak itulah, Heri dan Sarinah rajin melihat acara prakiraan cuaca lewat teve yang disampaikan Badan Meterologi dan Geofisika. "Misalnya besok diramalkan hujan pada siang hari, berarti saya dan karyawan harus mulai kerja pagi-pagi sekali untuk mengejar waktu agar siang hari semua jemuran sudah kering," kata Heri yang tinggal di Ciledug.
Jika hujan tiga hari tak kunjung reda, sementara cucian sudah jadwalnya diambil pelanggan, "Saya terpaksa pakai oven bertenaga listrik atau elpiji untuk mengeringkan cucian. Janji ke pelanggan, kan, cucian selesai 3-4 hari. Jadi, ya, harus ditepati. repotnya, kalau terus-terusan pakai oven, bisa-bisa kami malah tekor karena butuh beli elpiji," jelas Sarinah.
Yang juga merugi karena curah hujan tinggi adalah para pengusaha kerupuk di kawasan Sidoarjo (Jatim). Maklum, mereka perlu sinar matahari untuk mempercepat proses pengeringan. "Kalau hujan terus, kerupuk harus dijemur berhari-hari. Bila tidak kering betul, kerupuk tidak bisa mengembang saat digoreng," kata Miatun (65), pembuat kreupuk bawang di Desa Telasih.
Miatun paling sedih jika kerupuk mentah sudah dijemur di pelataran lalu tiba-tiba mendung dan hujan turun dengan derasnya. Kerupuk setengah matang yang kembali basah akan lebih susah lagi dikeringkan. "Saya bingung, kenapa sekarang musimnya jadi tidak karu-karuan. Dulu, Oktober sampai April, hampir pasti musim penghujan. Kok, sekarang enggak bisa ditebak."
Memang, ada cara lain mengeringkan kerupuk, yaitu menggunakan blower sebagai mesin pengering. "Tapi harga jual kerupuk jadi tidak sebanding dengan pemakaian listriknya. Kalau harga dinaikkan, bisa-bisa tidak ada yang beli."
Kepastian cuaca juga diperlukan para perajin batik. Terutama saat melakukan proses pewarnaan. Bias sinar matahari, kata Painah (49), pengusaha batik dari Desa Kenongo (Sidoarjo), akan memberi warna cerah di sutera yang tengah mengalami proses pewaranaan. "Setelah lilin di kain dihilangkan, harus dijemur sampai kering. Nah, kalau matahari tidak bersinar terang, warna batiknya jadi kusam. Kalau kainnya katun, masih bisa, tapi untuk sutera, wajib ada matahari." Alhasil, Painah pun lelah harus bolak-balik menjemur saat cuaca tak menentu.
Tak cuma batik yang perlu sinar matahari, ikan teri asin pun juga membutuhkannya. Para pembuat dan penjual ikan asin di Sumatera Utara pun jadi kebat-kebit karena cuaca yang tak menentu. "Memang bisa saja kami jual ikan basah, tapi harganya murah. Kalau sudah jadi ikan asin, harga jualnya jauh lebih tinggi," kata Rafiah.
Belakangan, gara-gara cuaca sangat tidak bersahabat, Rafiah lebih memilih menyimpan ikan basah tangkapan suaminya di lemari pembeku. "Begitu ada matahari, baru dijemur. Tapi biasanya saya jual setengah kering. Pendapatan kami jadi berkurang 50 persen,"keluh ibu 9 anak ini.
Tsunami Lagi?
Lalu apa kata 'orang pintar" tentang gejala alam yang kini tengah kita alami? Bencana Wasior yang terjadi baru-baru ini, menurut ahli Tarot Ani Sekarningsih, sudah diperkirakan bakal terjadi. "Masih akan ada lagi sejumlah bencana alam di Indoensia sampai akhir tahun. Memang, sih, skalanya tidak besar," kata Ani.