"Tuhan, lindungilah aku dalam pekerjaanku. Berkati pekerjaanku. Semoga apa yang aku kerjakan berguna bagi orang dan membawa damai," begitu doa yang dipanjatkan mendiang Aiptu Baik Sinulingga (45), saat kebaktian keluarga Selasa (21/9) petang di rumahnya, Tanjung Gusta, Deli Serdang. "Dia memang sangat menyintai pekerjaanya. Baginya, jadi polisi sudah panggilan jiwa," kata Tabita br Ginting (42).
Selasa malam itu, usai kebaktian selesai, Baik pamit tugas piket. Rabu (22/9) dini hari, Tabita mendapat telepon. "Bu, sabar, ya, Bapak kena tembak." Tabita pun lunglai dan semakin lemas setelah melihat suaminya sudah terbujur kaku di RS Bhayangkara, Medan. "Melihat petugas membawa senjata laras panjang di RS, rasanya saya ingin lari, merampas senjata, dan menembakkannya ke badan saya agar saya bisa merasakan apa yang suami saya rasakan," ujarnya.
Semasa hidupnya, kata Tabita, sang suami sering berangan-angan, bila kelak pensiun, ia ingin tinggal di kampung memelihara ayam dan bercocok tanam. "Jadi saya menyimpulkan, dia ingin kembali ke tanah kelahirannya." Baik juga kerap mengungkapkan keinginannya agar putra tunggal mereka, Ardiles Maranata Sinulingga (17), mengikuti jejaknya jadi polisi. "Sayangnya, mata Ardiles minus dua. Untuk itu saya memohon kebijakan pemerintah terlebih Kapolri, agar putra kami bisa masuk jajaran kepolisian walau sebagai PNS. Kami sangat berharap ada pertimbangan khusus, apalagi suami saya gugur dalam tugas," harap Tabita.