Mereka yang Berinvestasi, Rela Turunkan Standar Hidup

By nova.id, Sabtu, 5 September 2015 | 05:50 WIB
Dinda Derdameisya (Foto: Dok Pribadi) (nova.id)

Bisa juga kita membantu di bagian yang mampu kita tangani. Jangan lupa, yang paling penting adalah membuat kontrak tertulis soal tugas dan tanggungjawab masing-masing. Sehingga, ketika kelak terjadi masalah, bisa dikembalikan ke komitmen awal. Cara ini, menurut Zizi, penting untuk menjaga hubungan baik

Plus Minus Properti

Selain berbentuk tanah, investasi yang dilakukan orang dalam bidang properti antara lain rumah, ruko, dan apartemen. Meski disebut Zizi ini sah-sah saja, namun harus ada syarat yang dipenuhi sebelum berinvestasi di bidang properti, terutama apartemen, yakni harus memiliki rumah di tanah alias menginjak bumi. Sebab, harga tanah terus naik.

“Bandingkan dengan Singapura di mana harga tanahnya sangat mahal karena lahan sudah habis. Itu sebabnya, yang punya tanah di sana jadi sangat kaya. Nah, sebelum beli apartemen atau ruko, miliki dulu tanah dan rumah,” ujarnya. Membeli apartemen atau ruko, imbuhnya, juga harus pandai melihat peluang. Jangan segan bertanya pada kenalan atau orang yang tinggal atau punya bisnis di sana.

Cari tahu siapa pengembangnya dan bagaimana pengalaman orang menjual properti di sana. “Sebab, ada apartemen yang harganya mahal tapi harga sewanya tidak terlalu bagus. Ada pula apartemen yang harganya biasa tapi harga sewanya cepat naik. Yang seperti ini bagus buat orang yang ingin mendapatkan tambahan uang bulanan secara tetap,” imbuhnya.

Untuk berinvestasi ruko pun, perlu dilihat apakah ruko-ruko di sekitarnya dipakai juga untuk usaha. Sebab, terkadang ruko hanya dibeli para pemain properti untuk dijual beli, sehingga komplek ruko itu terbilang sepi. “Memang butuh riset yang cukup lama untuk membeli properti, agar kita tidak rugi,” tutur Zizi sambil menambahkan, sebuah properti menguntungkan atau tidak tergantung bisa dilihat antara lain dari harga beli dan lokasinya.

Investasi Bisnis

Salah satu investasi yang bisa dilakukan sejak dini agar pensiun aman secara finansial, menurut Zizi adalah usaha. Selain modal yang dibutuhkan bisa relatif kecil tergantung jenis usahanya, hasil yang didapat bisa besar dan usaha bisa terus berkembang. Berbisnis, menurut Zizi, merupakan wujud riil tabungan yang lebih baik. Namun, seperti juga menabung dalam bentuk lain, berbisnis juga sebaiknya dimulai sejak dini.

Saat usia masih muda dan keluarga baru terbentuk, biasanya orang memang melakukan skala prioritas untuk berbagai kebutuhannya, misalnya untuk cicilan rumah, sekolah anak, cicilan kendaraan, dan sebagainya. “Nah, ketika kondisi keuangan sudah lebih settled karena sudah tahu biaya yang diperlukan dan bagaimana ritme pekerjaan, pelan-pelan kembangkan sesuatu yang menjadi hobi kita. Misalnya, memasak, mendesain baju, membuat kue, berdagang, atau apa pun yang kita rasa ada bakat kita di sana,” papar Zizi

Seiring waktu, imbuhnya, kita akan mengetahui seluk beluk usaha kita, termasuk jatuh bangun, risiko, peluang, dan bagaimana mengelola keuangan bisnis kita. Sehingga, langkah berbisnis pun menjadi lebih matang dan mapan. “Diharapkan, ketika usia pensiun datang, usaha ini sudah mulai kokoh. Bandingkan bila Anda baru memulai usaha setelah pensiun,” tutur perempuan berjilbab ini.

Memulai bisnis menjelang atau setelah pensiun tidak disarankannya, karena pada saat itu energi kita sudah habis. “Kemampuan berpikir mungkin masih bagus dan pengalaman kerja bertahun-tahun di kantor belum tentu bisa langsung diterapkan saat usaha. Apalagi, kalau bidangnya jauh berbeda. Kemungkinan besar akan gagap menghadapinya.”

Itu sebabnya, banyak orang yang bisnisnya gagal ketika memulainya setelah pensiun dan uang pensiunnya habis akibat hal ini. Nah, kalau tak punya waktu untuk berbisnis, Zizi menyarankan bisa juga kita bisa berpartner dengan orang lain. Dalam hal ini, kita bisa berperan di bagian pemasaran dan promosi. “Kita bisa menjadikan teman-teman yang kita punya untuk networking atau membantu membuat laporan keuangan,” ujarnya.

Soal modal, menurutnya, sebisa mungkin tidak berutang. Sebab, “Kita baru mulai belajar, jangan ditambahi beban dengan harus membayar utang. Sebaiknya, gunakan modal semampunya saja. Kalau memang bisanya berbisnis yang kita sukai dengan modal kecil, tidak apa-apa. Yang penting, kita pelajari ilmunya, jatuh bangunnya, cara menghadapi pelanggan, dan lainnya. Belum untung juga tidak apa-apa, yang penting belajar dulu,” tandasnya.

Dengan demikian, cara pikir dan usaha kita bisa dilakukan secara realistis. Setelah rencana usaha matang, barulah memulainya. Nah, seiring waktu ketika ada pemasukan dari usaha tersebut, tidak semuanya dihabiskan. Ia menyarankan sepertiga bagian untuk biaya operasional, sepertiga untuk ditabung, dan sepertiga sisanya untuk pengembangan usaha. Misalnya, bila kita berbisnis katering, maka pengembangan usahanya antara lain membeli perlengkapan yang menunjang, antara lain panci presto, kompor, dan sebagainya.

Dengan cara seperti ini, diharapkan kita bisa berkembang secara mandiri. “Orang berpikir bahwa ketika dia meminjam uang, itu adalah uangnya, padahal itu uang yang harus dikembalikan plus bunganya. Sementara, kalau itu uang sendiri, dia akan berpikir lebih hati-hati ketika menggunakannya. Akan lebih baik kalau usaha itu berkembang sesuai kemampuannya sendiri. Step by step seperti itu yang penting untuk dijalani sejak dini.”

Hasuna Daylailatu, Swita A Hapsari