Biji benguk yang melimpah ternyata juga memancing kreativitas warga Wonogiri. Biji benguk itu diolah menjadi penganan khas seperti keripik tempe. Namanya keripik tempe benguk. Sekilas, cemilan ini hampir serupa dengan keripik tempe dari biji kedelai. Namun, ada rasa berbeda saat kita mencicipinya. Rasa keripik tempe benguk lebih gurih meski sedikit lebih keras.
Salah satu keripik tempe benguk yang mudah didapatkan di kota Wonogiri dan sekitarnya adalah milik Tumini. “Sebenarnya usaha keripik tempe sudah dimulai dari usaha orangtua. Jadi sejak kecil saya memang sudah akrab dengan olahan keripik tempe,” kisah Tumini.
Akan tetapi, Tumini dan sang suami, Rakino (53), kemudian berinisiatif mencoba mengganti biji kedelai dengan biji benguk. Biji benguk itu kemudian diolah menjadi keripik tempe benguk. “Sejak tahun 2000, saya mulai menawarkan keripik tempe benguk dengan harga Rp600 saja karena masih diecer dan dijual keliling,” kata perempuan 48 tahun ini.
Ternyata respons yang datang cukup mengejutkan Tumini. Ternyata banyak yang suka dengan keripik tempe benguk kreasinya. Dari semula hanya mengolah keripik tempe benguk sebanyak 2 kilo, Tumini kemudian meningkatkan kapasitas produksi. “Lama kelamaan, keripik tempe benguk justru dijadikan oleh-oleh dan laku keras,” jawabnya.
Tumini mengaku bangga karena olahan tempe benguk kini sudah makin marak di kota Wonogiri. “Sekarang sudah banyak pengrajin keripik tempe benguk, saya ikut senang karena ternyata cemilan ini berhasil menjadi pilihan oleh-oleh khas Wonogiri selain kacang mete,” jawabnya.
Untuk mengolah keripik tempe benguk, Tumini menjalani proses yang cukup panjang. “Untuk mengolah tempe benguk butuh kesabaran karena prosesnya cukup rumit. Biji benguk harus direndam selama lima hari lima malam baru bisa dicampur dengan adonan tepung beras. Kemudian ditambah bumbu untuk dijadikan keripik tempe,” jawabnya.
Produksi olahan keripik tempe benguk Tumini juga terus meningkat. Setidaknya, ia memproduksi hingga 15 kilo setiap harinya bahkan meningkat hingga dua kali lipat saat libur hari besar. “Maunya ke depan keripik tempe benguk tidak hanya memiliki rasa yang original tetapi juga rasa lainnya sebagai inovasi,” jawabnya. Tumini menjual keripik tempe benguk olahannya dengan harga yang terjangkau, mulai Rp10 ribu hingga Rp18 ribu untuk ukuran mika bulat yang besar.
Salah satu kendala yang dihadapi Tumini saat mengolah cemilan khas Wonogiri ini adalah ketika biji benguk tidak panen. “Biji benguk memang melimpah di Wonogiri, terlebih saat musim panen. Tetapi pernah juga kami sulit mendapatkan biji benguk. Akhirnya produksi diganti dengan keripik tempe biasa,” kata perempuan yang berproduksi di Grobog, Wuryorejo, Wonogiri ini.
Hasil olahan keripik tempe benguk Tumini tak hanya dipasarkan di wilayah Wonogiri tetapi sudah tersebar hingga Sukoharjo. “Selain titip jual di toko oleh-oleh di Pasar Kota, saya juga menjual ke beberapa pasar seperti Pasar Eromoko dan Ngadirojo. Alhamdulillah, keripik tempe benguk olahan saya banyak yang suka,” ucapnya bangga.
Swita Amalia