Mira Yudhawati, Pencicip Kopi Bersertifikat Internasional

By nova.id, Sabtu, 31 Oktober 2015 | 06:47 WIB
Mira Yudhawati, pencicip kopi bersertifikat internasional. (nova.id)

Pemilik Headline Cafe di kawasan Kemang, Jakarta Selatan ini punya banyak kesibukan. Selain berprofesi sebagai Sales & Marketing Manager PT Javarabica (Caswells Coffee) sejak 2009 lalu, Mira, begitu ia biasa disapa, juga aktif dalam berbagai asosiasi kopi di Indonesia. Kopi menjadi hidupnya sejak perempuan berambut ikal ini menjadiMarketing Manager PT Sari Opal Nutrition (2004 - 2009).

Karena tidak mau setengah-setengah berkarier, Mira rajin meningkatkan pengetahuannya seputar kopi yang ternyata membawa dirinya memasuki dunia kopi internasional. Sejak ditahbiskan oleh Coffee Quality Institute yang berkantor pusat di Amerika Serikat menjadi Q Grader (pencicip kopi profesional) pada tahun 2009, namanya sering muncul menjadi juri pada lomba barista di dalam dan luar negeri.

Perempuan yang juga memiliki Star Cupper Licensed dari Specialty Coffee Association of America (2009) danCertified Barista dari Gastrodome University, Kuala Lumpur (2008) ini terus  mengembangkan dirinya. Apa yang membuatnya termotiviasi dan apa saja pengalaman dan rencananya ke depan? Berikut hasil wawancara dengan perempuan yang pernah menjadi Head Judge dalam ajang The Fushan Cup International Barista Championship (2015), saat ditemui di ajang Trade Expo Indonesia di kawasan Kemayoran, Jakarta, Rabu (21/10) siang lalu.

Kapan Anda mulai masuk dalam dunia kopi?

Aku dulu kerja di sebuah manajemen band. Karena ayahku enggak suka aku kerja di dunia entertainment, aku mencari pekerjaan lain. Kebetulan ada teman yang menawarkan bekerja di sebuah perusahaan kopi pada akhir tahun 2004. Karena itu, aku harus belajar produk. It’s part of my job, aku kerja jualan kopi jadi harus tahu product knowledge-nya.

Awalnya, bagiku kopi masih biasa saja, hanya bagian dari pekerjaan. Aku belum ada passion. Sampai kemudian aku sadari bahwa kopi ternyata sangat complicated dan dinamis. Sangat dinamis sampai bikin aku penasaran. Misalnya, ngomongin pohon kopi itu bisa panjang banget. Belum lagi ngomongin buah kopi, mulai dari rasanya, hingga karakternya bagimana?

Dari jenis kopi yang sama dan telah melewati proses yang sama, ternyata rasanya bisa berbeda saat dibikin dengan alat yang berbeda. Jadinya penasaran terus. Kalau kerja di dunia kopi itu, kita harus terus mengikuti perkembangannya yang dinamis, harus update. Seru jadinya!

Tahun 2008 berdiri sebuah asosiasi kopi, kami yang kerja di dunia kopi sering ngumpul ngomongin kopi. Ketika bertemu dengan teman-teman itu, aku merasa bahwa aku banyak ketinggalan. Akibatnya aku termotivasi untuk belajar. Teman-teman di asosiasi itu juga seru banget, kami bisa sama-sama belajar.

Semakin tahu kopi, semakin enggak tahu, akhirnya semakin termotivasi untuk mencari tahu. Seperti dapat mainan baru, kalau menemukan kopi yang enak itu bisa jejingkrakan. Jadinya semakin semangat.

Lalu?

Berlanjut tahun 2009 kopi mulai happening di Indonesia. Walau sebenarnya dan tren kopi di luar negeri sudah lama. Ketika itu, bisa dibilang kita ketinggalan sekitar 4 atau 5 tahun. Sekarang sudah tidak, kini semakin banyak orang yang tahu kopi, jadi semakin seru dan bisa banyak belajar. Passion masyarakat akan kopi sudah mulai meningkat. Kalau ngomongin kopi, sekarang setiap orang sudah banyak yang ngerti. Perkembangannya luar biasa.

Saat ini tinggal ditingkatkan kualitas produk juga kualitas hasilnya. Kopi Indonesia sudah bagus, tapi hasilnya tidak konsisten. Sekarang kita juga sudah bisa kirim juara barista Indonesia untuk mengikuti kejuaraan Internasional sebanyak 3 kali, walau belum ada yang pernah masuk final.

Sejauh ini, apa kopi asal Indonesia yang menurut Anda bagus?

Banyak! Tadi kita cupping (mencoba kopi), enggak sangka kopi asal Jawa Barat yang bernama Kayu Mas itu enak banget.

Bagaimana caranya cupping atau menilai kopi?

Ada beberapa langkah. Salah satunya dengan mencium aromanya. Apakah ada wangi bunga-bunga atau floral, fruity dan lainnya. Ada yang samar dan very strong. Semua orang bisa menjadi cupper, semua bisa dilatih. Semakin sering cupping akan terkalibrasi jadi bisa menilai.

Kapan Anda pertama kali menjadi juri?

Pertama kali jadi juri tahun 2008. Saat itu panitia mengundang orang-orang yang dianggap pantas menjadi juri, aku salah satu yang diundang. Ternyata, aku terpilih oleh Head Judge untuk menjadi juri sampai final.

Pengalaman pertama itu sempat mengundang cibiran beberapa orang, mereka menganggap aku belum pantas karena belum punya pengalaman menjadi juri. Tapi ya sudahlah, aku tetap menjalankan tugasku dengan baik dan menjadikan cibiran itu sebagai motivasi. Aku jadi semangat untuk terus belajar dan membuktikan diri.

Anda belajar dari mana saja?

Belajar bisa dari mana saja, termasuk ketika aku menjadi juri. Ketika barista presentasi, bisa belajar dari situ. Sharing knowledge. Tahun 2008, aku belajar barista. Tahun 2009 aku lulus menjadi Q Grader, sertifikasi cupper atau pencicip kopi profesional. Aku juga masih terus menjadi juri, tak hanya di Indonesia tapi juga ke beberapa negara seperti Singapura, Philipina dan Bangkok.

Tes juri internasional baru bisa aku lakukan di tahun 2013. Karena tahun-tahun sebelumnya aku menikah, hamil, melahirkan dan menyusui. Beruntung, aku lulus tes dan tersertifikasi sebagai juri WBC.

Tesnya dua hari, di antaranya ada tes tulis general knowledge kopi, cupping dan membuat kopi. Kalau sudah memiliki sertifikat itu aku bisa menjadi Head Judge yang salah satu tugasnya memerhatikan juri-juri yang lain, memastikan nilai mereka terkalibrasi. Sehingga penilaiannya sangat obyektif. Untuk WBC aku tercatat sebagai Sensory Judge, bagian minum untuk merasakan kopi yang dibuat peserta.

Aku bisa jalan-jalan ke luar negeri dan bertemu dengan orang yang memiliki passion yang sama dan barista yang selama ini cuma bisa dilihat di media sosial. Aku berterimakasih sekali pada kopi. Karena lewat kopi aku bisa pergi kemana-mana. Bukan cuma ke kebun kopi tapi juga ke beberapa negara.

<Misalnya, tahun lalu aku jadi juri kejuaraan barista dunia yang digelar di Rimini, Italia. Saat mendengarnya bingung, Rimini di mana? Ternyata itu seperti Bali-nya Italia, ketika tiba di sana aku bersyukur bisa sampai di situ. Tahun ini aku ke Tiongkok, tahun depan WBC akan digelar di Dublin, Irlandia. Nah, hal-hal itulah yang selalu membuat aku semangat untuk menjadi juri. Untuk menjadi juri masa expired 3 tahun, kalau expired harus apply dan ikut ujian lagi agar tersertifikasi.

Apa saja kesibukan Anda saat ini?

Selain bekerja di Caswells, aku dan suami memiliki sebuah kafe bernama Headline yang sudah berdiri sejak 2013. Kafe itu adalah bentuk kesukaan kami berdua terhadap kopi, proyek idealis kami berdua. Kopi-kopi yang disajikan adalah hasil pilihan kami berdua.

Bagaimana cara Anda mengisi waktu luang?

Waktu luang yang ada dihabiskan untuk keluarga. Setiap hari kan sibuk dengan beragam urusan pekerjaan, belum kalau harus menjadi juri. Jadi, kalau ada waktu luang lebih baik digunakan bersama keluarga.

Apa rencana Anda ke depan?

Kalau untuk pekerjaanku di Caswells sudah ada beberapa proyek yang sedang disiapkan. Kemarin baru pindah lokasi kantor, di tempat baru ini ada fasilitas certified lab bagi mereka yang mau belajar menjadi cupper. Ada juga barista class, untuk mereka yang mau menjadi barista. Selain itu, aku dan suami akan terus membangun Headline menjadi lebih besar lagi.

Edwin Yusman F.