Maika, Mimpi Menjadi Perusahaan Kelas Dunia

By nova.id, Minggu, 8 November 2015 | 03:01 WIB
Maika, mimpi menjadi perusahaan kelas dunia. (nova.id)

dis

Lantaran pesanan makin banyak, selain maklun yang mengerjakan tas, kami juga dibantu beberapa vendor yang mengerjakan tas sampai setengah jadi. Sisanya, kami yang mengerjakan. Karena mulai eksis, kami pun lebih fokus pada sistem penjualan. Kami tidak membuka toko, bahkan sampai sekarang, karena lebih fokus pada pengembangan produk-produk baru. Jadi, yang melakukan penjualan adalah distributor, reseller di daerah masing-masing.

Setelah makin banyak orang tahu, permintaan datang dari mana-mana. Pertama dari distributor eksklusif di masing-masing kota yang sudah beli lisensi pada kami dan distributor biasa yang banyak terdapat di daerah-daerah (semacam reseller). Setelah mereka mengirim order lewat e-mail, kami langsung mengerjakan. Jangka waktu pembuatan kurang lebih dua minggu lamanya. Setelah jadi, barang baru dikirim.

Sejak awal, kami memang menerapkan sistem deposit untuk pemesanan barang. Kami modal percaya saja pada distributor, di samping modal korespondensi yang baik. Setelah barang dikirim, barulah sisa pelunasan ditransfer. Alhamdulillah, sampai sekarang pembayaran dengan cara ini selalu lancar, kami tidak pernah dicurangi. Cara dan sistem yang kami buat harus benar-benar lengkap, termasuk menyiapkan Frequently Asked Questions (FAQ) yang komplet.

Setiap pertanyaan harus mampu kami jawab dengan benar dan standar. Sejak pertama kali berpromosi, FAQ sudah harus mulai dibuat. Nah, untuk mempromosikan Maika, awalnya saya beriklan lewat beberapa portal yang semuanya gratis, antara lain Indonetwork yang waktu itu masih bagus, 88db dan Alibaba. Kami juga sempat mengirim Maika ke beberapa negara seperti Malaysia, Brunei, Singapura, dan Australia.

Mereka tahu dari iklan-iklan yang saya pasang di internet. Jumlah produksi kami pun terus meningkat. Kalau dulu semasa di Pasar Baru hanya 250 buah per bulan yang terjual, setelah melakukan penjualan lewat sistem online, tas sejumlah itu terjual hanya dalam waktu satu hari. Bahkan, pemesanan bertambah lagi menjadi dua kali lipatnya, yaitu 500 buah per hari. Malah, pernah pula sampai 1.000 sehari! Saking banyaknya pesanan, kami sampai kewalahan dan terjadi kekosongan barang.

Tiap Tahap Diperiksa

Sempat juga kami dikomplain distributor karena butuh waktu lama menyelesaikan pesanan. Akhirnya, waktu itu kami terpaksa membatasi calon distributor yang ingin bergabung. Setelah pesanan cukup stabil tertangani dan proses produksi bisa mengikuti ritmenya, barulah kami buka kembali. Sekarang, produksi kami mencapai 10 ribu buah per bulan dengan harga berkisar antara Rp120.000-Rp400.000 per buah.

Sekarang, kami memiliki sekitar sembilan jenis produk, antara lain Maika Bag yang di dalamnya terdapat produk Maika Dynamic untuk unisex, small bag, small case, tas laptop, dan lainnya. Untuk mengerjakannya, kami memiliki workshop sendiri, sambil dibantu beberapa vendor dan maklun. Lalu, untuk mengatasi persoalan vendor yang jumlahnya banyak, kami membuat standarisasi dan membuat SOP dari masing-masing produk, mulai dari ukuran, bahan yang dipakai, dan sebagainya.

Semua detailnya kami berikan pada mereka untuk menjadi standar produksi di masing-masing vendor. Setiap ada produk baru, mereka akan mencoba membuat masternya beberapa kali. Setelah produk master yang dibuat lolos bermacam-macam Quality Control (QC) yang kami terapkan, barulah diproduksi secara massal. Untuk meminimalisir kesalahan, setiap tahap produksi dilakukan QC, termasuk ketika produk baru setengah jadi.

Kami tetap mengawasi mereka. Pemeriksaan tingkat akhir (final check) dilakukan di workshop kami. Terkadang ada beberapa produk reject yang masih bisa diperbaiki. Setelah diperbaiki dan sesuai standar, barulah bisa kami ambil. Nah, agar promosi makin mudah, sejak 2009 kami membuat katalog setahun sekali. Sekarang, dalam setahun kami dua kali mengeluarkan katalog baru. Tahun itu pula, kami mulai memiliki penjahit sendiri, tidak lagi dimaklunkan semuanya.Kini kami memiliki workshop sendiri.

Muncul Kompetitor

Tahun 2009 memang kami melakukan perbaikan di berbagai hal, termasuk manajemen dan pemasaran. Kami sadar, perusahaan yang mengikuti perkembangan zaman dan menguasai teknologi, itu yang bisa bertahan. Sampai sekarang, kami terus perbaiki dan kami sudah menggunakan program ERP yang terintegrasi dan tidak manual lagi untuk berbagai divisi di perusahaan, mulai dari gudang, produksi, customer service, dan keuangan.

Jadi, setiap hari dalam hitungan detik saya bisa tahu berapa penjualan yang belum terpenuhi, 10 besar produk yang jadi bestseller, siapa distributor terbaik, dan sebagainya. Lantaran pekerjaan bertambah banyak, tanggung jawab juga semakin besar. Kalau semua pekerjaan hanya kami kerjakan berdua, kami tak sanggup. Itu sebabnya, setahun belakangan, kami mengelola perusahaan ini bertiga dengan bergabungnya Nindin M. Moersid, adik saya, yang menjadi COO di perusahaan kami.

Nindin menangani bagian operasional, suami saya menjadi CEO yang mengurus manajemen dan keuangan, sedangkan saya mengurus Research & Development(R&D) dan produksi. Layaknya sebuah bisnis, ada masa panen dan ada masa sepi dalam setahun. Bagi Maika, menjelang Lebaran merupakan saat paling sepi. Mungkin karena saat itu orang lebih fokus untuk membeli baju dan perlengkapan Lebaran lainnya.

Nah, menjelang anak masuk sekolah merupakan masa panen kami. Maika memang ditujukan bagi remaja mulai SMA, bahkan ibu-ibu muda. Ada juga produk yang kami sasarkan untuk usia di atas itu, tapi sifatnya hanya tambahan. Untuk kategori ini, kami membedakannya dari warna dan model tas.

Lalu, layaknya sebuah bisnis yang menjanjikan, muncul pula banyak kompetitor. Untuk wilayah Bandung dan Cimahi saja ada sekitar 20 merk. Ada yang hanya bisa bertahan 1-2 bulan, ada pula yang bisa bertahan lebih lama. Tak sedikit yang meniru produk kami. Tapi kami ikhlas desain kami dicontek orang lain. Rezeki kan, sudah diatur. Yang penting, merk kami tak dipakai karena Maika sudah dipatenkan.

Pernah kami mengirim surat somasi pada sebuah UKM di Jawa Timur yang memproduksi sandal dengan merk Maika. Akhirnya diganti.

Sebetulnya, tak banyak yang mampu meniru Maika. Sebab, proses pembuatannya agak rumit. Butuh kerja keras untuk itu. Belum lagi, kalau si pemilik bukan desainernya, sehingga mereka akan gonta-ganti desainer dan produk sulit berkembang. Nah, yang ditiru dari kami dan benar-benar menjadi pesaing adalah produk-produk seperti handphone organizer (HPO) atau kantong ponsel.

Apresiasi untuk Pelanggan

Waktu itu, permintaan pasar terhadap kami memang sangat tinggi sehingga kami kewalahan. Karena kami tak bisa cepat memenuhi, muncullah produk-produk itu dari kompetitor. Karena bordirnya dikerjakan lewat komputer, harga mereka bisa lebih murah. Kami anggap saja para kompetitor itu sebagai motivator bagi kami agar lebih kreatif mendesain produk. Sementara, untuk produk tas tidak terlalu banyak kompetitor.

Namun, karena kami konsisten pada pengembangan produk dan desain baru, kami tetap lebih unggul. Kami juga punya banyak penggemar fanatik yang merasa “tidak sah” kalau belum membeli produk kami. Malah, kebanyakan pelanggan sekarang adalah mereka yang sejak Maika didirikan sudah jadi pembeli. Ada ratusan distributor dan ribuan reseller yang tersebar di 32 kota di seluruh Indonesia. Sebagai apresiasi, kami memberikan mereka berbagai macam fasilitas. Antara lain, garansi penggantian untuk produk reject.

Bukan hanya satu, tapi dua produk yang kami berikan sebagai gantinya. Keduanya bisa berbeda, tapi harganya sama. Namun, sejauh ini produk reject jumlahnya di bawah 0,5 persen. Selain itu, kami juga memberikan hadiah gratis liburan ke Bali untuk distributor terbaik. Meski perusahaan kami berada di dalam gang sempit, tapi perusahaan kami dikelola dengan manajemen yang cukup modern.

O iya, pada awalnya dulu kami mengontrak rumah asri yang kami tempati sampai sekarang sebagai tempat produksi. Setelah usaha makin maju, kami membelinya. Sebelum di rumah ini, kami sempat menyewa sebuah kamar kos ketika pertama datang ke Cimahi. Di sana kami juga sambil produksi. Lalu, pindah ke rumah orangtua. Kami bersyukur, perjuangan dan jerih payah kami selama bertahun-tahun tak sia-sia.

Saya sangat bersyukur suami saya sangat mendukung hobi saya untuk berkembang menjadi sebuah bisnis, bahkan kemudian ikut terjun di dalamnya dan menjadikan usaha ini besar. Sebelumnya, suami saya menjadi manajer di sebuah perusahaan ekspedisi di Bali. Meski sudah mapan, suami memilih tantangan baru dengan mengundurkan diri dari pekerjaannya dan kami pindah ke Lampung untuk memulai usaha baru di bidang kesehatan. 

Fokus pada Mimpi

Namun, usaha baru kami gagal. Beberapa bulan setelah pindah ke Lampung, kami akhirnya pulang ke Cimahi dalam kondisi nol dan memulai Maika dari bawah. Satu-satunya yang kami punya saat itu adalah semangat. Kami percaya, ketika bola jatuh dan menyentuh tingkat dasar, pasti bola itu akan naik. Tinggal tergantung kerasnya pantulan. Semakin keras memantul, semakin tinggi naiknya. Mungkin, itulah saatnya kami naik, karena kami sudah mentok di dasar ketika itu. Kami lalu fokus pada mimpi-mimpi kami.

Mimpi saya waktu itu adalah memiliki usaha keluarga agar keluarga kami bisa berkumpul. Kami tidak tersiksa dengan keadaan yang sulit itu, malah terasa nikmat menjalaninya. Buat kami, hidup adalah perjuangan. Maka, belanja perlengkapan dan kain menggunakan motor, kehujanan, dan cobaan lainnya adalah sebuah kenikmatan tersendiri. Siapa sangka, bisnis yang berawal dari hobi ini kini bisa berkembang besar. Ketika usaha ini mulai terlihat hasilnya, kami merasa langkah pertama sudah berhasil dilalui.

Namun, visi misi kami jauh di atas itu. Bukan berarti kami tidak bersyukur. lo. Kami bersyukur banyak orang yang bisa menerima manfaat dari bisnis ini, baik secara langsung maupun tidak. Bisnis ini menjadi periuk nasi bagi banyak orang. Bahkan, keluarga kami pun sudah memiliki usaha sejenis dengan merk masing-masing, dengan menduplikasi langkah-langkah perusahaan kami. Kami tidak menganggap itu sebagai saingan. Rezeki, kan, tidak bisa tertukar. Semakin banyak kita berbuat sesuatu untuk orang lain, rezeki kita pasti ditambah.

Sebagai UKM, selain memperluas pangsa pasar dan mengembangkan produk, cita-cita kami berikutnya adalah menjadi world class company yang menguasai penjualan di Asia lalu sedunia. Tapi cita-cita itu tak ada artinya tanpa tindakan. Tahun ini, kami sempat mengundang seseorang dari yayasan dari Belanda yang dibiayai oleh negara itu dan perusahaan-perusahaan donaturnya.

Yayasan yang berisikan banyak pengusaha dan CEO kelas dunia ini konsisten membantu usaha-usaha kecil dan menengah, tapi harus melalui penelitian dulu. Kami menjalani couching secara rutin selama beberapa waktu. Menurut mereka, Maika sangat mungkin untuk mencapainya, baik dari sisi produk dan sistemnya. Yang perlu dilakukan hanya beberapa perbaikan dari sisi kemampuan mengelola dan mengembangkannya. Doakan agar cita-cita kami bisa tercapai, ya. (TAMAT)

Hasuna Daylailatu