Shinta Ratna Sari: “Perempuan Harus Menguasai Beladiri.”

By nova.id, Minggu, 10 Januari 2016 | 09:36 WIB
Shinta Ratna Sari (nova.id)

Terus?

Setelah saya tenangkan diri, saya yakinkan bahwa saya tidak takut. Saya cabut kunci mobil, dalam benak saya kunci ini bisa digunakan sebagai senjata. Seketika muncul skenario apa yang akan saya lakukan jika tangan orang ini masuk, jika kepalanya masuk, jika tangan kanannya menyerang, dan seterusnya. Semua skenario itu membuat saya yakin, saya bisa membela diri dan menjaga diri saya.

Alhamdulillah ketika saya bisa membawa diri, tenang, yakin dan tidak memperlihatkan rasa takut, justru orang itu yang melembut. Semua bisa diselesaikan dengan baik dan aman. Intinya, percaya dan yakin akan kemampuan diri akan menciptakan aura positif. Ini membuat saya mampu bersikap lebih tenang dan berfikir jauh dan jernih ketika berada di posisi terancam.

Menjadi instruktur dan aktif di WSDK sungguh membuat saya bangga, terlebih ketika melihat dan mengetahui secara langsung peserta yang awalnya kurang percaya diri, bahkan menganggap remeh, menjadi lebih yakin akan kekuatan dirinya. Ada korban KDRT yang setelah berlatih WSDK jadi berani bersikap tegas dan melawan ketika kembali menjadi korban kekerasan.

Apa rencana WSDK ke depan?

WSDK ingin bisa lebih bersinergi dengan berbagai kalangan, baik dari pemerintahan, pendidikan, pekerja sosial dan sebagainya. Hal itu dilakukan demi semakin mengenalkan konsep kewaspadaan dan teknik beladiri praktis ini. Sebagai contoh pada November 2015 kemarin, WSDK bekerja sama dengan Disnakertrans melatih beberapa orang instruktur.

Instruktur ini nantinya akan mengajarkannya teknik beladiri kepada Tenaga Kerja Indonesia yang akan dikirim ke berbagai negara. Gerakan ini diharap menjadi salah satu program pemerintah dan memberikan tambahan solusi untuk pembekalan TKI agar lebih berkualitas dan disegani.

Awal Desember 2015 WSDK bekerja sama dengan Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) melatih 250 perempuan Jabar dari berbagai organisasi dan komunitas. Tahun depan direncanakan akan melatih seribu perempuan dari berbagai daerah di Jawa Barat.

Selain itu juga tim WSDK juga akan terus aktif melakukan Roadshow Goes to Campus, Goes to School bahkan Goes to Masjid kepada ibu-ibu Majelis Taklim, arisan atau komunitas lainnya. Diharapkan akan muncul bibit baru perwakilan WSDK di tempatnya masing-masing dan menyuarakan semangat WSDK lebih luas lagi.

Apa yang membuat Anda terus termotivasi untuk menyebarkan WSDK?

Yang memotivasi adalah rasa empati, rasa sayang dan rasa peduli saya terhadap kaum saya, kaum perempuan. Perempuan yang teraniaya, tersakiti dan tertindas oleh orang yang harusnya menyayangi dia dan melindunginya. Saya juga berharap, kelak angka kekerasan dan kejahatan terhadap perempuan menurun dan para pelaku kejahatan jera. Karena kini perempuan telah berani bersikap dan melawan ketika kejahatan menimpanya. Tentunya, tanpa meninggalkan kodrat sebagai seorang perempuan yang lembut, keibuan dan penuh kasih sayang.

(Selain aktif di WSDK, Shinta adalah seorang ibu rumah tangga dengan dua putri. Ia juga menjadi Asisten Dosen Teknik Arsitektur di sebuah perguruan tinggi swasta di Bandung, pemilik Jahara Homey Boutique dan pengelola TC-8 Community, rumah pemberdayaan perempuan yang banyak menyelenggarakan kegiatan positif seperti pengajian, kajian muslimah, cooking class, beauty and hijab class, kursus bahasa Inggris, belajar hidroponik dan berbagai keterampilan lain.)

Bagaimana cara Anda membagi waktu?

Saya menjadikan weekend is a family day. Jadi saya sangat jarang melakukan kegiatan di luar rumah ketika weekend. Kalau ada kegiatan yang mengharuskan saya meninggalkan keluarga, tentu atas izin suami dan anak-anak. Jika memungkinkan, mereka saya ajak ke lokasi kegiatan juga.

Me time tentu ada, biasanya di saat anak-anak sekolah dan kuliah, suami ngantor, pekerjaan rumah sudah beres, maka saya isi waktu dengan berbagai macam kegiatan untuk sedikit memanjakan diri. Mulai dari fitnes, berenang, refleksi atau ke toko buku dan browsing mencari ide kreatif dan pembelajaran diri. Saya sangat jarang memanjakan diri ke salon atau spa.

Dukungan keluarga seperti apa, apalagi WSDK, kan, berhubungan dengan bela diri yang keras?

Awalnya memang ada sedikit penolakan dari keluarga. Saat itu saya juga masih belajar mengatur waktu. Tetapi seiring berjalannya waktu, saya bisa mengatur dengan baik antara rumah dan kegiatan-kegiatan saya. Support keluarga pun akhirnya terasa maksimal. Salah satu support suami terhadap kegiatan saya adalah kesediaannya menjadi pembina dan penasehat dalam kepengurusan WSDK pusat.

Edwin Yusman F.