Tabloidnova.com - Melalui women Self Defense of Koporyu (WSDK), asisten dosen teknik arsitektur di sebuah perguruan tinggi swasta di Bandung ini ingin mengubah pandangan perempuan yang kerap dianggap lemah. Beberapa teknik beladiri sedrhana, praktis dan efektif diajarkan ibu beranak dua yang pernah menjadi juara satu sebuah ajang peragaan busana itu demi melindungi perempuan dari kejahatan.
WSDK dibentuk pada tahun 2006 di Kopo, Bandung, Jawa Barat. Berawal dari keprihatinan Abah shihan Sofyan Hambaly, seorang ahli beladiri Karate dan Jujitsu (DAN VI). Ia melihat bertambah banyaknya kejahatan terhadap perempuan sehingga menimbulkan kegelisahan. WSDK saat ini beranggotakan sekitar 3 ribu perempuan, terbesar diberbagai daerah di Indonesia maupun di luar negeri. Tempat latihan rutin baru ada di Bandung.
Apa kesulitan dalam menyebarkan teknik beladiri WSDK?
Salah satu kesulitan dalam merintis kegiatan ini adalah mengubah mindset perempuan tentang konsep beladiri yang pada umumnya berkesan seram, susah dan lama. WSDK adalah sesuatu kegiatan latihan beladiri yang menyenangkan dan mudah diikuti. Terutama pada perempuan usia dewasa yang sudah merasa tidak punya waktu lama dan energi yang terbatas untuk mengikuti kegiatan beladiri seperti pada umumnya. Sehingga pada awal perjuangan memperkenalkan WSDK sempat kurang mendapat respons.
(WSKD adalah teknik beladiri yang menekankan pada gerakan sehari-hari, memanfaatkan alat-alat yang ada di tas perempuan sebagai senjata untuk beladiri, dan menamakan jurus dengan nama yang mudah diingat. Misalnya seperti tehnik dorong, kepret, cubit, bercermin, dan lain-lain.)
Sekarang masyarakat dapat lebih menerima kehadiran WSDK dan mengerti pentingnya membekali diri dengan ilmu beladiri praktis ala WSDK. Tim WSDK juga tidak pernah letih untuk terus bergerak memperkenalkan WSDK kepada organisasi, komunitas, sekolah, kampus, kantor maupun instansi-instansi pemerintahan.
Siapa saja yang dapat bergabung, berlatih dalam WSDK? Apakah ada syarat-syarat khusus?
Semua perempuan bisa ikut belajar dan menjadi anggota. Syaratnya hanya satu, “Mau ikut berlatih.” Tidak ada batasan usia, yang mempunyai riwayat sakit tertentu pun bisa mengikuti latihan WSDK. Karena latihannya bisa disesuaikan dengan kondisi peserta.
Kenapa? Karena tim WSDK berpikir bahwa kejahatan tidak pernah memandang usia, sakit atau sehat. Sehingga siapapun dan bagaimanapun kondisinya, perempuan harus bisa membeladirinya. Hal ini dibuktikan dengan adanya cancer survivor yang menjadi anggota WSDK dan instruktur WSDK.
Dengan mengikuti kelas Basic 4 kali latihan, masing-masing 1,5 jam, peserta diharap sudah bisa menguasai 5 teknik dasar dan beberapa teknik pelepasan atau kuncian dengan menggunakan senjata. Senjata yang dimaksud adalah botol mineral, lipstik, ponsel atau alat khas perempuan lainnya. Setidaknya, teknik yang diajarkan ini membuat perempuan dapat memberikan perlawanan, memberikan efek jera yang selanjutnya bisa lari menyelamatkan diri atau meminta bantuan orang lain.
Menurut pendapat pribadi, kenapa perempuan harus belajar beladiri?
Pada umumnya, perempuan dianggap sebagai makhluk lemah. Mindset itulah yang membuat kejahatan terhadap perempuan tidak pernah turun bahkan meningkat. Ditambah lagi saat ini perempuan banyak yang aktif, dan terkadang mengharuskannya keluar rumah seorang diri. Kejahatan yang menimpa dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Bahkan terjadi di lingkungan terdekat seperti rumah, sekolah atau tempat kerja.
Seperti apa bentuk latihan di WSDK?
Suasana latihan tidak terlalu formal. Ini menjadi salah satu pembeda WSDK dengan latihan beladiri lainnya. Peserta bisa menggunakan pakaian sehari-hari untuk latihan, seperti rok atau baju dinas masing-masing. Di WSDK kita dilatih seperti berada dalam keadaan sebenarnya, kejadian nyata. Peserta bisa langsung mempraktikkan tanpa sungkan dan ragu. Dengan rok sekalipun!
Ada beberapa gerakan yang diberikan. Salah satu teknik dasar yang diberikan adalah teknik mendorong dengan telapak tangan menuju ke arah dagu lawan, atau teknik mencubit ke arah lengan bagian bawah dekat ketiak. Atau ketika ada tamparan bisa ditangkis dengan teknik seperti menggaruk punggung. Dengan cara mengangkat tangan menekuk ke bagian punggung, lengan atas menutupi bagian telinga.
Ada berapa banyak instruktur WSDK dan latar belakang profesi serta bela diri mereka?
Sejauh ini jumlah instruktur WSDK ada sekitar 25 orang, terdiri dari berbagai macam profesi. Seperti dokter, oditur militer, arsitek, pengusaha, dosen, ibu rumah tangga, guru olah raga, peneliti tsunami dan gempa, wartawan, bahkan mahasiswa. Dari semua instruktur ini, beberapa di antaranya memiliki dasar beladiri seperti karate, jujitsu dan aikido. Bahkan ada beberapa di antaranya merupakan juara di level nasional maupun internasional.
Apa suka duka selama bergabung dan berlatih dengan WSDK?
Banyak sukanya dibanding dukanya. Seperti ketika melihat antusias para peserta ketika berlatih walau di usia yang sudah tidak muda lagi. Selain itu, tim WSDK ini kekeluargaannya sangat kuat, dengan berbagai macam profesi. Hal ini justru menjadikan WSDK saling melengkapi dan hebat. Dukanya, cedera saat melatih akibat kurang hati-hati. Soalnya instruktur acap jadi sasaran latihan. Ha ha ha. Alhamdulillah, sejauh ini tidak pernah mengalami cedera yang serius.
Anda sendiri kapan mulai bergabung dengan WSDK?
Saya bergabung awal tahun 2013. Bermula dari rasa kangen berlatih beladiri yang sudah lebih dari 20 tahun ditinggalkan. Tahun 1985-1993, saya aktif di karate dan merupakan Best Female Black Belt (DAN I). Tetapi untuk kembali aktif berlatih karate terbentur waktu dan tenaga. Suatu hari saya iseng browsing tentang Women Self Defense di Bandung, dan yang pertama keluar adalah WSDK. Setelah saya teliti lebih lanjut, saya jadi tertarik untuk ikut berlatih hingga akhirnya menjadi instruktur WSDK.
Pernah menggunakan ilmu beladiri secara langsung?
Alhamdulillah belum pernah, mudah-mudahan jangan pernah ngalamin. Tapi pernah suatu saat ketika saya dan anak bungsu saya berada di sebuah lokasi di Bandung Utara yang cukup sepi, mobil saya ditabrak seorang pengendara motor. Saya lalu protes, tapi pengendara motor itu lalu menghentikan motornya tepat disamping pintu sehingga tidak memungkinkan bagi saya untuk membuka pintu mobil.
Dia mendekatkan wajahnya ke kaca pintu. Dari napasnya saya tahu orang ini sedang mabuk. Sesaat timbul rasa takut, kaget dan panik, tapi hal itu tidak berlangsung lama. Otak saya seperti berkata pada diri sendiri dan seperti membuat skenario bahwa saya bisa beladiri dan saya harus berani.
Terus?
Setelah saya tenangkan diri, saya yakinkan bahwa saya tidak takut. Saya cabut kunci mobil, dalam benak saya kunci ini bisa digunakan sebagai senjata. Seketika muncul skenario apa yang akan saya lakukan jika tangan orang ini masuk, jika kepalanya masuk, jika tangan kanannya menyerang, dan seterusnya. Semua skenario itu membuat saya yakin, saya bisa membela diri dan menjaga diri saya.
Alhamdulillah ketika saya bisa membawa diri, tenang, yakin dan tidak memperlihatkan rasa takut, justru orang itu yang melembut. Semua bisa diselesaikan dengan baik dan aman. Intinya, percaya dan yakin akan kemampuan diri akan menciptakan aura positif. Ini membuat saya mampu bersikap lebih tenang dan berfikir jauh dan jernih ketika berada di posisi terancam.
Menjadi instruktur dan aktif di WSDK sungguh membuat saya bangga, terlebih ketika melihat dan mengetahui secara langsung peserta yang awalnya kurang percaya diri, bahkan menganggap remeh, menjadi lebih yakin akan kekuatan dirinya. Ada korban KDRT yang setelah berlatih WSDK jadi berani bersikap tegas dan melawan ketika kembali menjadi korban kekerasan.
Apa rencana WSDK ke depan?
WSDK ingin bisa lebih bersinergi dengan berbagai kalangan, baik dari pemerintahan, pendidikan, pekerja sosial dan sebagainya. Hal itu dilakukan demi semakin mengenalkan konsep kewaspadaan dan teknik beladiri praktis ini. Sebagai contoh pada November 2015 kemarin, WSDK bekerja sama dengan Disnakertrans melatih beberapa orang instruktur.
Instruktur ini nantinya akan mengajarkannya teknik beladiri kepada Tenaga Kerja Indonesia yang akan dikirim ke berbagai negara. Gerakan ini diharap menjadi salah satu program pemerintah dan memberikan tambahan solusi untuk pembekalan TKI agar lebih berkualitas dan disegani.
Awal Desember 2015 WSDK bekerja sama dengan Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) melatih 250 perempuan Jabar dari berbagai organisasi dan komunitas. Tahun depan direncanakan akan melatih seribu perempuan dari berbagai daerah di Jawa Barat.
Selain itu juga tim WSDK juga akan terus aktif melakukan Roadshow Goes to Campus, Goes to School bahkan Goes to Masjid kepada ibu-ibu Majelis Taklim, arisan atau komunitas lainnya. Diharapkan akan muncul bibit baru perwakilan WSDK di tempatnya masing-masing dan menyuarakan semangat WSDK lebih luas lagi.
Apa yang membuat Anda terus termotivasi untuk menyebarkan WSDK?
Yang memotivasi adalah rasa empati, rasa sayang dan rasa peduli saya terhadap kaum saya, kaum perempuan. Perempuan yang teraniaya, tersakiti dan tertindas oleh orang yang harusnya menyayangi dia dan melindunginya. Saya juga berharap, kelak angka kekerasan dan kejahatan terhadap perempuan menurun dan para pelaku kejahatan jera. Karena kini perempuan telah berani bersikap dan melawan ketika kejahatan menimpanya. Tentunya, tanpa meninggalkan kodrat sebagai seorang perempuan yang lembut, keibuan dan penuh kasih sayang.
(Selain aktif di WSDK, Shinta adalah seorang ibu rumah tangga dengan dua putri. Ia juga menjadi Asisten Dosen Teknik Arsitektur di sebuah perguruan tinggi swasta di Bandung, pemilik Jahara Homey Boutique dan pengelola TC-8 Community, rumah pemberdayaan perempuan yang banyak menyelenggarakan kegiatan positif seperti pengajian, kajian muslimah, cooking class, beauty and hijab class, kursus bahasa Inggris, belajar hidroponik dan berbagai keterampilan lain.)
Bagaimana cara Anda membagi waktu?
Saya menjadikan weekend is a family day. Jadi saya sangat jarang melakukan kegiatan di luar rumah ketika weekend. Kalau ada kegiatan yang mengharuskan saya meninggalkan keluarga, tentu atas izin suami dan anak-anak. Jika memungkinkan, mereka saya ajak ke lokasi kegiatan juga.
Me time tentu ada, biasanya di saat anak-anak sekolah dan kuliah, suami ngantor, pekerjaan rumah sudah beres, maka saya isi waktu dengan berbagai macam kegiatan untuk sedikit memanjakan diri. Mulai dari fitnes, berenang, refleksi atau ke toko buku dan browsing mencari ide kreatif dan pembelajaran diri. Saya sangat jarang memanjakan diri ke salon atau spa.
Dukungan keluarga seperti apa, apalagi WSDK, kan, berhubungan dengan bela diri yang keras?
Awalnya memang ada sedikit penolakan dari keluarga. Saat itu saya juga masih belajar mengatur waktu. Tetapi seiring berjalannya waktu, saya bisa mengatur dengan baik antara rumah dan kegiatan-kegiatan saya. Support keluarga pun akhirnya terasa maksimal. Salah satu support suami terhadap kegiatan saya adalah kesediaannya menjadi pembina dan penasehat dalam kepengurusan WSDK pusat.
Edwin Yusman F.