Trisna Angraini S.Ip, MM Kenalkan Kain Besurek ke Mancanegara

By nova.id, Minggu, 9 Oktober 2016 | 05:01 WIB
Trisna Angraini S.Ip, MM (nova.id)

Apa hambatan yang Anda temui selama mengembangkan besurek?

Kurangnya keinginan generasi penerus dalam mengembangkan besurek. Lulus SMP, banyak generasi muda yang memilih untuk meneruskan sekolah ke SMU dibanding SMK. Sehingga SMK yang memiliki jurusan batik atau besurek, paling setiap tahun ajaran hanya ada 25 orang murid.

Begitu mereka lulus dan saya tawarkan untuk bekerja dengan saya mengembangkan besurek, mereka lebih memilih bekerja menjadi SPG di sebuah counter handphone. Mindset anak-anak sekarang sudah berbeda, padahal saya ingin melahirkan generasi penerus besurek yang bisa meneruskan warisan ini.

Meski begitu, saya enggak putus asa, saya terus berusaha membujuk anak-anak muda untuk ikut melestarikan besurek. Salah satu caranya adalah mengikutkan sertakan mereka dalam sebuah lomba membatik nasional yang digelar Kementerian Pendidikan. Alhamdulillah, kami pernah menjadi Juara Harapan Satu tahun 2012. Selain itu kami memberikan pelatihan dan magang, kalau berhasil saya ajak mereka kerja di tempat saya.

Sekarang ada berapa karyawan?

Alhamdulillah sekarang saya memiliki 15 orang karyawan yang berniat untuk bekerja mengembangkan besurek. Tidak semuanya lulusan SMK atau SMU, ada juga yang tidak memiliki orangtua dan putus sekolah. Hambatan lain selain SDM, yang saya hadapi adalah bahan baku yang masih di datangkan dari Pulau Jawa. Itu pula yang kemudian menjadikan harga besurek terbilang mahal.

Bagi saya, semua hambatan dan tantangan itu indah, cantik sekali untuk dilewati. Kalau hidup hanya berkeluh kesah lalu berpasrah diri, enggak bakalan saya bisa seperti saat ini. Hambatan menjadi motivasi untuk berbuat lebih.

Sampai saat ini sudah berapa banyak motif atau corak besurek yang Anda miliki?

Wah, sangat banyak saya sampai lupa jumlahnya. Namun semua sudah terdokumentasikan dengan rapi. Motif dan corek juga tidak hanya kaligrafi, tapi juga ada motif bunga raflesia, pakis atau bambu. Kaligrafi yang digunakan juga bukan petikan ayat-ayat Alquran tetapi menggunakan beberapa huruf-huruf Arab. Untuk hal ini, agar tidak menyimpang, sudah ada pengawasan dari MUI. Ada pula motif besurek yang menggunakan huruf-huruf tradisional.

Secara pribadi, saya lebih suka warna alami yang natural. Dan, besurek yang saya suka adalah terbuat dari kain tenun. Kalau di level Asia dan Eropa, kain jenis ini sangat digemari. Pembuatan besurek dengan kain tenun butuh waktu yang tidak sebentar. Karena untuk menulis di atas kain ini memiliki level kesulitan tinggi yang butuh ketelitian dan kesabaran.

Sudah sampai manakah pemasaran besurek Anda?

Selain pasar skala nasional, saya juga sudah membawa besurek eksibisi ke beberapa negara. Semoga kedepannya masih mendapat kesempatan untuk membawa besurek ke luar negeri.