Andhang “Tiga Tjeret” Aprihardhanto Bikin Wedangan Naik Kelas

By nova.id, Sabtu, 8 Oktober 2016 | 05:03 WIB
Andang (nova.id)

Dua tahun berlalu. Ide kembali menari-nari di kepalaku untuk merintis usaha kuliner baru. Selain menyediakan ruang bagi anak muda untuk sekadar nongkrong, juga menjadi tempat mereka mengembangkan ide dan kreativitas seni. Berkaca pada pengalamanku, jiwa kreativitas anak muda harus diwadahi dalam sebuah ruang. Mereka perlu menyalurkan bakat dan kreasinya dengan benar. Dan itu membutuhkan tempat.

Tahun 2014, aku merintis Playground untuk mewadahi jiwa seni anak muda. Playground kubangun di Jalan Kenanga, Badran, Solo. Aku masih menekankan prinsip Do It Your Self dalam mengonsep kafe ini. Aku juga masih menggunakan bahan-bahan recycle untuk material desain interiornya. Aku memanfaatkan barang bekas yang tidak terpakai milik teman. Konsep ini bukan berarti pengiritan.

Kembali kepada filosofi hidup yang kupegang, memanfaatkan segala hal sesuai dengan jangkauan tangan alias yang lebih dekat. Kalau memang barang-barang bekas itu bisa diberdayakan, mengapa tidak kita manfaatkan? Toh, itu semua barang yang sudah tidak terpakai. Beberapa barang bekas itu antara lain kursi dan meja yang tidak terpakai, poster-poster iklan bekas, ada juga ranting pohon yang bisa dimanfaatkan untuk memperindah desain eksteriornya. Ada pula botol bekas yang diset menjadi lampu.

Meski mengambil nafas recycle, aku berusaha membuat para pengunjung nyaman nongkrong di situ. Aku yakin, jika kita nyaman  di satu tempat, maka ketagihan akan kembali di tempat itu. Pengalamanku sebagai art director menjadi kelebihanku untuk membuat desain ruangan sesuai ide-ideku.

Di Playground, aku menyediakan ruang bagi anak muda pencinta film. Aku mempersilakan komunitas film mengagendakan nonton karya film bareng-bareng. Aku juga mempersilakan komunitas lainnya untuk menggelar workshop di sini. Di sini juga ada digital corner yang bisa dimanfaatkan pekerja seni untuk menyalurkan idenya. Ada beberapa piranti pendukung yang kusediakan, seperti komputer dengan spesifikasi desain, printer dan akses internet.

Untuk urusan makanan, Playground kurang lebih sama dengan Kafe Tiga Tjeret. Di sini juga ada jajanan makanan tradisional, sego kucing, beragam sundukan goreng, hingga es krim goreng. Harga makanan sama dengan harga di Kafe Tiga Tjeret. Aku sengaja mengeset banyak kursi dan meja di Playground. Satu hal yang kupelajari, anak muda senang dengan crowd. Beberapa dari mereka lebih senang suasana yang riuh. Yang penting bisa ngobrol santai dengan teman-temannya.

Nah, kebiasaaan inilah yang coba kutangkap. Makanya, di kafe ini aku tidak menekankan pembeli segera keluar saat makanan sudah habis. Aku membiarkan mereka untuk ngobrol, biar anak-anak muda ini merasa nyaman.

Meski bisnis wedangan urban di kota Solo kini berkembang pesat, aku justru senang karena persaingan akan membuat bisnis kuliner wedangan semakin kompetitif. Ide dan kreasi menjadi taruhannya. Aku dituntut membuat sebuah usaha kuliner yang adaptif dengan perubahan zaman.

Delapan Outlet

Setelah Playground berdiri setahun, aku menjajal unit kuliner lain. Bersama teman, aku membuat kafe yang kuberi nama Tradisi Ngopi pada Juni 2015 lalu. Konsep Tradisi Ngopi masih sama dengan konsep dua unit usaha sebelumnya, yakni menggunakan barang bekas sebagai material desain interiornya.

Kali ini aku memanfaatkan pintu-pintu sebagai meja. Sebagai dekorasi dinding, kutempel poster iklan lawas untuk memberikan kesan vintage. Namun, bukan hanya kesan vintage yang ingin kutonjolkan, tetapi suasana seperti layaknya sebuah rumah. Aku ingin pengunjung mendapatkan sensasi bertamu ke rumah temannya. Jadi, mereka bisa dengan santai dan nyaman bersandau gurau bersama teman-temannya.

Meski namanya Tradisi Ngopi, bisa dibilang ini bukan tempat bagi para pecandu kopi yang benar-benar memahami aroma dan racikan kopi. Sajian kopi di sini ala kadarnya, seperti di rumah. Soalnya, jualan Tradisi Ngopi bukan di situ, melainkan lebih pada tempat nyaman.

Untuk makanan pun aku tetap menawarkan jajan tradisional. Hanya beberapa bulan, Tradisi Ngopi ini pun ramai dikunjungi pelanggan. Lebih-lebih pada saat weekend.

Jujur, suksesnya usaha kuliner adalah anugerah bagiku. Toh, meskipun membangun usaha kuliner memang merupakan angan-anganku, aku tidak muluk-muluk dalam merintis usaha. Tantangan yang kuhadapi adalah bagaimana membuat sebuah konsep agar para pengunjung nyaman. Dan aku meyakini, karakter pengunjung berbeda-beda di tiap daerah.

Selama empat tahun menggeluti bisnis kuliner, kini aku sudah memiliki delapan outlet kuliner, masing-masing Kafe Tiga Tjeret di Solo, Kafe Tiga Tjeret di Klaten, Playground Cafe di Solo dan dua di Yogya, Tradisi Ngopi, Es Grim dan Mie Pedes. 

Melalui usahaku ini, aku benar-benar merasakan bahwa sejatinya Tuhan sudah menyediakan beragam hal agar kita bisa sukses. Tinggal kita sebagai manusia memanfaatkan dan mengolah anugerah Tuhan. Untuk berbisnis, tidak usah mencari hal-hal yang kita sendiri kita tidak punya. Kita manfaatkan pemberian Tuhan. Akal, perasaan dan jiwa kreativitas yang diberikan-Nya kita manfaatkan. Dan tidak lupa, kerja keras juga menjadi modal bagi kita untuk sukses.

Fajar Sodiq