Ketika Hidup Terbelenggu Ancaman Suami, Harus Bagaimana?

By nova.id, Jumat, 12 Mei 2017 | 07:15 WIB
Dikecewakan berkali-kali, hidup terbelenggu ancaman suami. Apa yang harus diperbuat? (nova.id)

Ibu Rieny Yth.,

Sudah lama saya membaca rubrik yang Ibu asuh. Perkenalkan nama saya R, tinggal di kota U. Saat ini saya sedang sendirian. Saya umur 39 tahun dan bekerja di perusahaan swasta dengan penghasilan yang sudah dibilang cukup. Suami saya, G, seorang PNS di kota yang sama.

Saya sudah menikah selama 5 tahun lebih dan belum dikarunia anak, tapi saya sudah pernah mengalami keguguran sebanyak 3 kali. Saya pertama kenal suami sewaktu bekerja di kota J, sewaktu saya pulang kampung untuk berlebaran. Dari perkenalan itu terjalin hubungan dan kami berpacaran selama 4 tahun. Empat tahun yang saya lalui dengan sakit hati.

Selama saya di kota J untuk bekerja, ternyata G juga berpacaran dengan wanita lain, walau akhirnya G memilih saya sebagai calon istrinya. Dan selama saya bekerja di kota J ada kejadian yang mengharuskan saya kembali di kota U, karena G terkena kasus narkoba dan harus mendekam di penjara. Saya akhirnya kembali ke kota U karena orangtua G ingin saya lebih dekat dengan G. Akhirnya saya diterima bekerja di kota U.

Selama hampir 1 tahun saya menunggu G keluar dari penjara Bu, dan untung selama dipenjara dan keluar G masih dapat kesempatan untuk jadi PNS walau dengan syarat.

Dan selang 1 tahun kami menikah Bu, dari tahun ke tahun kebiasaan G tidak bisa berubah, masih saja mengonsumsi narkoba sampai saat ini. Dan selama 1 tahun terakhir ini banyak sekali kejadian yang membuat saya berpikir untuk berpisah, hampir setiap minggu selalu saja ada kejadian yang selalu membuat saya khawatir.

Saat bekerja pun G selalu mengonsumsi pil yang bisa bikin percaya diri dan itu membuat semuanya menjadi berantakan. Suatu hari G tidak pulang dengan membawa mobil yang saya beli dari hasil jerih payah saya. Ternyata dia pergi dengan teman-temannya dan perempuan. Saya telepon berkali-kali tidak diangkat, dan jam 5 pagi saya dapat telepon dari kepolisian kalau G kecelakaan dan dalam kondisi pengaruh narkoba. Saya hanya bisa menangis, kenapa G tega kepada saya?

Sejak kejadian itu G berubah menjadi suami yang baik, Bu. Saya pun sangat bersyukur sekali kepada Tuhan. Tapi itu hanya bertahan 1 bulan, dan kejadian ini berulang-ulang sampai saat ini. Ternyata G bukan hanya mengonsumsi narkoba saja, Bu.

Secara tidak sengaja saya buka medsos teman-temannya dan, ya, Tuhan, saya tidak menyangka, ternyata G selama ini telah berbohong kepada saya. G selalu bilang kerja lembur ternyata G ada di kafe dengan teman-teman perempuan. Dan yang lebih membuat saya menangis, mobil yang telah saya beli hanya buat membawa teman-teman perempuannya.

Sejak kecelakan, saya memang membeli mobil baru lagi, Bu. Saya pikir itu akan saya pakai buat kerja, tapi kenyataannya lain, dan saya pun kerja hanya naik motor. Dan yang membuat saya lebih menangis, setiap saya memberitahu mertua, selalu saya yang disalahkan, karena mertua menganggap saya tidak bisa mengurus suami. Perlu Ibu tahu G adalah anak laki-laki satu-satunya dalam keluarganya dan sudah dimanja dari kecil.

Kadang saya berpikir apa yang kurang pada diri saya? Menjadi istri yang punya kewajiban untuk menyiapkan segala keperluan suami sudah saya penuhi dan kasih sayang pun saya sudah jalani, tapi selalu saja kurang di mata mertua.

Ibu Rieny, seminggu yang lalu G melakukan kekerasan kepada saya yang mengakibatkan memar di tangan, jari saya berdarah karena menghindari lemparan gelas. Kekerasan ini sudah saya alami selama 5 tahun Bu, G melakukan ini karena pengaruh obat. Memang waktu itu saya juga marah karena sudah sebulan suami selalu pulang pagi dan dalam pengaruh alkohol. Saya ingin menceritakan kejadian ini ke orangtua saya, tapi saya tidak mau membebani orangtua yang sudah berumur. Saya takut orangtua saya sakit.

Sejak kejadian ini, saya ingin bercerai dari G, tapi G tidak mau dan mengancamkan membunuh saya jika saya pergi. Ibu Rieny, saya harus bersikap bagaimana? Mohon bantuan solusinya. Terima kasih.

R di U

Ibu R Yth.,

Selama perkawinan, apakah sudah ada usaha untuk membantu suami berhenti dari kecanduan narkobanya? Saya tidak membaca ada cerita Anda tentang rehabilitasi, ataupun pengobatan terhadap suami. Pula separah apa yang Anda katakan memakai narkoba itu, karena tingkat keparahan biasanya sejalan dengan besarnya pemakaian. Kalau suami masih bisa menjalankan tanggung jawab pekerjaannya dan status PNSnya juga masih ia sandang, bukankah sebenarnya peluang untuk meninggalkan kebiasaan buruk ini masih terbuka?

Saran pertama saya, kalau tak pernah mencoba ke Ddkter, lakukanlah. Di setiap RS hampir selalu ada bagian yang khusus menangani ketergantungan obat. Pendampingan profesional, akan memberinya peluang untuk menjadi nyaman, dan menumbuhkan keinginan untuk sembuh.

Motivasi pribadi untuk sembuh sangat penting ditumbuhkan, Bu R. Karena periode melepaskan diri dari narkoba, pasti tidak nyaman. Sebagai istri, Anda pun bisa bekerja sama dengan dokternya untuk lebih memahami pendampingan yang efektif. Memang bukan hal mudah, apalagi kalau seumur perkawinan, Anda sudah memeroleh perlakuan buruk darinya.

Ciri-ciri kepribadian yang menyertai seorang pemakai, memang tampak ya, Bu. Tak bisa membangun komitmen terhadap diri maupun orang terdekat, kurangnya rasa tanggung jawab dalam menjalankan peran-perannya dalam hidup. Suami yang tidak setia, PNS yang kurang  professional, dan ia  juga menampilkan perilaku yang berorientasi pada kesenangan-kesenangan yang semu saja sifatnya. Berfoya-foya, punya WIL, dan lebih parah lagi, juga tak menjaga milik pribadi Anda, yang dipakainya. Bahkan sebelum menikahpun, dia sudah merasakan penjara, bukan?

Karena, dalam pengaruh narkoba memang seseorang bisa menjadi diri yang lain, kadang orang terdekatnya menghadapi mereka dengan standar ganda. Mengatakan…. “Ah, kalau sedang enggak pakai, dia baik, manis kelakuannya.” Pada hemat saya bukanlah ekspresi penerimaan tulus dari seorang istri terhadap suami yang bermasalah ini.

Buat saya, ini lebih merupakan cerminan dari sikap yang tidak tegas, kurang berpikir panjang untuk melindungi diri dan, mohon maaf, yang paling konyol adalah, kok ya, masih bisa tetap mencintainya? Di satu sisi ia suami yang katanya sangat sayang pada istrinya, tetapi di sisi lain, ia bisa melakukan KDRT, dan hal-hal yang melukai hati dan perasaan Anda.

Saya sarankan Ibu berpikir ulang  mendahului  pembuatan  keputusan, apakah Anda akan terus jadi istrinya atau berpisah baik-baik.  Ini dapat dilakukan dengan mempertimbangkan masak-masak, selama lima tahun perkawinan adakah tanda-tanda bahwa ia punya keinginan kuat untuk meninggalkan kebiasaan buruknya terkait ketergantunngannya terhadap narkoba. Berikutnya, dukungan keluarga, biasanya besar pengaruhnya.

Apakah mertua dan saudara kandung suami punya kepedulian pada kesejahteraan Anda sebagai menantu ataupun ipar? Melindungi suami, membuat Anda tampak bersalah, karena tak bisa mengajak suami ke kebaikan, hemat saya adalah kebiasaan buruk untuk tetap saja melihat anaknya yang paling benar. Apalagi kalau ibu mertua malah memfasilitasi suami untuk bisa membeli narkoba, untuk alasan apapun. Termasuk, bila beliau katakan, ”Daripada mencuri, lebih baik dia minta ke saya saja, ibunya….”

Mengenai ancaman suami untuk membunuh, Anda boleh kok melapor ke polisi. Tetapi hemat saya, bila Anda bisa menjaga agar emosinya tidak memuncak, dalam bentuk kemarahan yang beringas, maka ia tak akan gegabah, Bu.

Pikirkan baik-baik ya Bu, apakah Anda masih akan memperlama hidup tanpa rasa aman ini? Boro-boro cinta ya, Bu? Kalau sosok yang seharusnya melindungi, mengayomi, dan memberi rasa nyaman dan aman untuk Anda malah melakukan KDRT dan menggerogoti milik Anda yang pastinya dibeli dengan banyak biaya, lengkap dengan selingkuh… lalu apa ya yang bisa Anda harapkan dengan mengikatkan diri pada laki-laki sejenis ini?

Pikirkanlah kesejahteraan dan kebahaagiaan Anda, dan bila Anda sudah bisa mulai membayangkan sejak kini bagaimana nyamannya tidak terikat dengan suami, saya yakin, Anda akan lebih cepat mampu membuat keputusan cerdas, demi hidup dan kebahagiaan Anda selanjutnya. Salam hangat.

QUOTE

Saya sarankan Ibu berpikir ulang  mendahului  pembuatan  keputusan, apakah Anda akan terus jadi istrinya atau berpisah baik-baik.  Ini dapat dilakukan dengan mempertimbangkan masak-masak, selama lima tahun perkawinan adakah tanda-tanda bahwa ia punya keinginan kuat untuk meninggalkan kebiasaan buruknya terkait ketergantunngannya terhadap narkoba. Berikutnya, dukungan keluarga, biasanya besar pengaruhnya.

(artikel disarikan dari rubrik tanya jawab psikologi Tabloid NOVA bersama psikolog Ibu Rieny Hasan)