Meski berbisnis dengan pasangan sendiri, harus jelas pembagian tugas dan sahamnya. Ini untuk menghindari jika terjadi masalah genting, jangan sampai di ujungnya jadi bersengketa. Tapi, banyak juga enaknya, lebih terbuka dan gampang saat melakukan komunikasi.
“Kok, bisa, ya, Tomi dan Rina yang tadinya begitu kompak punya bisnis clothing, sekarang cerai dan meributkan kepemilikan bisnis clothing itu,” cetus Tami saat minum teh bersama sobatnya. Tari yang duduk di sebelahnya pun langsung menyambar, ”Gak heranlah sampai begitu, wong, yang kerja keras sebenarnya Rina. Tomi, mah, males.”
Pembicaraan pun tak berhenti sampai di situ. “Tapi, kan, harusnya yang namanya suami istri jangan sampai bertengkar, pasti semua masalah bisa diselesaikan,” papar Tami. Mungkin ada benarnya apa yang dikatakan Tami, semua masalah bisa selesai karena mereka dulunya adalah suami istri yang pernah saling mencintai.
Namun, kalau sudah masalah uang, tak mengenal teman atau keluarga, pasangan suami istri pun bisa ribut dan bertengkar gara-gara tidak jelas aturannya saat membangun bisnis. “Meskipun suami istri, harus jelas pembagian saham, tugas, dan pembagian keuntungannya,” tandas Tejasari, CFP dari Tatadana Independent Financial Planner.
Lalu, perempuan yang akrab dipanggil Teja ini membagi kiatnya dalam menjalankan bisnis yang dilakukan suami istri.
1. Tentukan Jenis Bisnis
Bisnis yang menyenangkan jika berasal dari hobi yang sama. Misalnya, suami istri suka mendesain baju maka akan membuka butik, atau suka naik gunung membuka bisnis menjual peralatan gunung, tenda misalnya.
Selain lebih memahami dunia tersebut, relasi pun lebih cepat diperoleh, entah itu lewat pertemanan atau komunitas. Jadi, kesempatan untuk mendapatkan pembeli juga lebih gampang.
2. Pembagian Saham
Berbeda dengan bisnis yang dilakukan bersama teman, bisnis dengan pasangan biasanya tidak ketahuan berapa modal yang dikeluarkan. Kalau sama teman, akan ketahuan berapa masing-masing modal yang sudah dikeluarkan
Pembagian saham terserah kesepakatan, apakah 70-30, 60-40 atau 50-50. Biasanya harus ada yang lebih besar pembagiannya agar ada yang mengambil keputusan. Namun, menurut Teja aturan tersebut tidak mutlak terjadi.
Menurut Teja, harus dibedakan antara gaya di bisnis dan gaya di rumah. “Di rumah suami memang sebagai kepala keluarga. Namun, di bisnis pembagian saham dan haknya harus sama 50-50. Jadi, keputusan yang diambil adalah keputusan bersama, tidak ada yang lebih kuat, lemah, atau pengambil keputusan karena sama-sama kerja.”
Penulis | : | Noverita |
Editor | : | Ade Ryani HMK |
KOMENTAR