Jangan Bilang ‘Ayah Pergi ke Surga’, 1 dari 6 Cara Memulihkan Duka Anak Soal Kematian

By nova.id, Senin, 10 April 2017 | 09:45 WIB
Jangan Bilang ‘Ayah Pergi ke Surga’, 1 dari 6 Cara Memulihkan Duka Anak Soal Kematian (nova.id)

Pesinetron Renita Sukardi meninggal dunia sekitar pukul 08:15 WIB di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Senin (10/4/2017) pagi ini.

Kepergiannya itu membuat anak semata wayangnya, Al Mukhti yang masih berusia enam tahun kebingungan karena melihat ramainya pelayat di rumah.

Keluarga mengaku sedih melihat kepolosan sang bocah. Tak sedikit yang terenyuh, sekaligus bingung memberitahu apa yang sebenarnya terjadi.

(Baca: Menyayat Hati! Anak Renita Sukardi Menanyakan Ini Saat Pelayat Mulai Berdatangan)

Menurut Parenting Communication Specialist, Hana Yasmira, MSi., terdapat tiga topik yang sukar dibicarakan dengan anak yaitu Sex, Death, and Divorce (SDD) karena menyangkut hal sensitif seperti pornografi dan perasaan kehilangan atau kesedihan.

Di antara ketiganya, Death (kematian) dan Divorce (perceraian) adalah topik yang paling sulit dikomunikasikan.

Ketika anak menghadapi kematian ayah atau ibunya, misalnya, biarkan anak usia belia berduka dan mengekspresikan kesedihannya.

“Belajar memahami dan menerima kesedihan itu sebagai bagian dari proses belajar anak untuk menerima kehilangan. Jangan remehkan, apalagi mengabaikan kesedihan itu,” kata Bunda Hana.

(Baca: Ini Reaksi Anak Usia Balita, SD Hingga Remaja Ketika Tahu Orang Terdekatnya Meninggal)

Orang tua bisa membantu anak mengkonfrontasi rasa kehilangannya dengan membiarkan anak ketika ia ingin menangis.

Lalu, hadapi dengan sikap, “Silakan menangis, Nak. Tidak apa-apa karena itu akan membuatmu lega.”

Sayangnya, orangtua sering mendoktrin anak dengan perkataan yang tidak masuk akal. Misalnya, "Jagoan, kok, menangis," kepada anak laki-laki.

Doktrin semacam ini tentu membebani anak.

(Baca: Anak Cengeng Hadapi Dengan Enteng)

Cara lainnya, lakukan pula hal berikut:

1. Dengarkan dan Terima

Ajak ia bicara dan yakinkan bahwa segala sesuatu yang ia rasakan adalah wajar.

Dengarkan dan terima apa pun yang dia katakan. Baik itu perasaan, harapan, atau ketakutan.

Penerimaan ini akan mendorong anak untuk berbicara terbuka.

2. Pancing Obrolan

Kalau anak kesulitan mengungkapkannya, jangan ragu untuk "memancingnya". Misalnya, "Kamu kangen Ayah, ya? Kapan pun kamu kangen Ayah, kamu bisa bilang ke Ibu."

Jika yang meninggal dunia sang adik, katakan, "Kakak mau membelikan susu untuk Dedek Aldi? Kamu kangen Dedek, ya? Ibu juga kangen, tapi Dedek sudah meninggal, jadi tidak bisa lagi minum susu."

Akan tetapi, bila anak kesulitan mengungkapkan kesedihannya secara lisan, beri dia jalan keluar nonverbal. Misalnya, lewat permainan boneka, gambar, atau tulisan.

(Baca: Gadis Cantik Ini Meninggal Dunia Setelah Dicium Mesra Kekasih, Apa Sebabnya?)

3. Tidak Menghakimi atau Menghibur

Jadi, yang penting, apa pun perasaan negatif anak-anak, orangtua sebaiknya mau mendengarkan dan tanpa mengirim pesan balik.

Artinya, orangtua tidak menghakimi atau menghibur.

“Pokoknya terima saja dan name it, atau beri label perasaan itu. Misalnya ketika anak sedih karena ayahnya meninggal, 'Kamu sedih ya?' Cara ini akan membuat emosi anak mereda dengan sendirinya,” terang Hana.

4. Jangan Ucapkan ‘Ayah Pergi ke Surga’

Di sisi lain, banyak orangtua yang menghibur anak dengan mengatakan bahwa, "Ayah pergi ke surga, Nak," "Pergi jauh" atau, "Tidur panjang."

Hal ini, hanya akan membingungkan anak karena pikirannya sangat konkret. Bisa saja, lho, mereka akan menunggu atau mencari orang yang "pergi jauh" tadi.

Selain itu, menurut Hana, ucapan ini akan mendatangkan kesedihan yang mendalam. Oleh karena itu, orang tua sebaiknya jujur, tidak emosional, serta menggunakan bahasa sederhana.

Misalnya, "Ya, ayah meninggal karena sakit, Nak. Kamu sedih, ya? Ibu juga sedih, kok."

5. Sedih Hilang dengan Sendirinya

Hana lalu menambahkan bahwa perasaan sedih anak tidak selalu bisa cepat diusir.

Akan tetapi, begitu kesedihannya usai, rasa itu pasti akan pergi.

Saat menemani anak yang berduka, orangtua tidak boleh mengabaikan kesedihan anak dan membiarkannya terlalu lama menumpuk di dalam hati.

Begitu pula dengan meremehkan kesedihannya dan lalu mengangkatnya ke permukaan.

“Anda harus meyakinkan anak bahwa kesedihan ini wajar dan dia selalu punya hak untuk mengekspresikannya dengan cara yang dia mau,” lanjut Hana.

(Baca: Ibu Ini Rela Menerjang Badai Demi Kelahiran Anaknya)

6. Tepis Rasa Bersalah Anak

Anak-anak acapkali juga menyimpan perasaan bersalah menghadapi kematian orang yang mereka cintai.

Misalnya, karena tidak pernah menjenguk Sang Ayah ketika sakit.

“Apakah perasaan bersalah ini akan hilang? Tergantung sejauh mana orangtua memahami dan menerima (berempati, Red.) perasaan anak, tanpa menyalahkan,” lanjut Hana.

Ingat, jika anak tidak bisa mengungkapkan perasaannya dan orang tua tidak mampu berempati, maka perasaan kecewa bisa jadi akan terus terbawa.

Mungkin saja, lo, anak akan mengungkapkannya lewat tindakan negatif.

Hasto Prianggoro/Dari Berbagai Sumber