Minggu pukul 09.00, Jiang Tianjian sedang sarapan mi bersama ibunya.
Tak ada yang aneh dengan rutinitas anak laki-laki berusia delapan tahun ini, kecuali caranya makan.
Dengan lincah ia memegang sumpit menggunakan jari-jari kakinya.
Siswa kelas satu di Meifeng Experimental School, Shehong, provinsi Sichuan yang lahir pada 18 November 2009 ini memang terlahir tanpa kedua lengan.
Namun, Jiang kecil tak mau menyerah dengan keadaannya.
(Baca : Tekuni Bisnis Pemakaman, Pria Tampan Ini Sempat Sulit Mencari Jodoh )
Sekarang, ia sudah bisa menulis huruf Cina, menyelesaikan tugas matematika, menggambar, bermain dengan ponselnya, bahkan mengerjakan jigsaw dengan jari-jari kakinya.
Chen Xiuhua, yang mengajar 50 siswa di kelas Jiang, mengatakan bahwa Jiang terbilang hebat di kelasnya.
Guru perempuan berusia 52 tahun yang telah 30 tahun mengajar ini mengaku belum pernah melihat murid dengan kecacatan yang lebih parah dari Jiang.
Chen sendiri awalnya khawatir ketika tahu Jiang akan bergabung di kelasnya.
Namun, kekhawatirannya luntur ketika ia bertemu Jiang pertama kali.
Sambil membungkuk hormat, Jiang tampak percaya diri sambil menyapa, “Halo, Bu Guru.” Cacat tubuh permanen ternyata tak menghambat keinginan Jiang untuk maju.
Di kelas, ia unggul secara akademik, punya nilai sempurna dalam bahasa Cina dan matematika ketika ujian tengah semester di sekolahnya.
Hanya Jiang yang memperoleh nilai sebagus ini di kelasnya.
Saat ujian akhhir, ia berhasil meraih nilai 97 untuk bahasa Cina dan nilai sempurna untuk matematika.
Total nilainya untuk kedua mata pelajaran tersebut membuat Jiang menempati urutan kedua di kelas.
Meski demikian, menurut pengawas kelasnya, Jiang terkadang masih dibully di kelas karena cacat yang dideritanya.
Namun, mayoritas teman-temannya sangat menyayanginya, bermain bersamanya, dan membantunya ke toilet.
Meski Jiang sukses di sekolah, ia tidak mudah mengawali hidupnya. Ketika mengandungnya, ibu Jiang, Li Hongmei, lima kali memeriksakan kandungannya lewat USG.
Dari kelimanya, tak ada yang dinyatakan aneh.
“Dokter selalu mengatakan janin saya baik-baik saja,” ujar penata rambut berusia 39 tahun ini. Saat Jiang lahir, seorang suster masuk ke ruangan dengan wajah sangat serius.
Ia bertanya apakah Li mengonsumsi obat yang dilarang selama kehamilan atau apakah suaminya masih berkerabat dekat dengannya.
“Saya bingung. Saya bertanya apakah ada yang salah. Saat itulah perawat mengatakan bahwa anak saya tidak memiliki lengan. Saya langsung pingsan,” kenang Li.
Ketika ia bangun, Jiang telah hilang. Keluarganya ternyata memutuskan untuk memberikannya pada pengemudi becak bermotor.
Merasa putus asa, Li menelepon polisi untuk melaporkan kehilangan anaknya, yang beberapa hari kemudian ditemukan polisi di pinggir jalan.
Sang nenek, Tan Ying yang berusia 67 tahun mengatakan, kelahiran Jiang membawa kesedihan luarbiasa bagi keluarganya.
“Bahkan sampai sekarang, saudara kami masih meneteskan air mata setiap membicarakan Jiang,” tuturnya.
Li sendiri, memutuskan akan melakukan apa pun untuk membantu anaknya. Maka, sejak usia Jiang delapan bulan, ia sudah diajari melakukan berbagai macam hal dengan kakinya.
“Li akan duduk di ujung tempat tidur dengan tangan ke belakang, untuk mengajari Jiang bagaimana memegang benda-benda dan menulis dengan kakinya,” kenang Tan.
Semua kerja keras Li akhirnya terbayar.
Meski Li mengkhawatirkan apakah Jiang akan menemukan istri kelak, ia berharap Jiang akan mengembangkan bakat melukisnya.
Kakak perempuan Jiang yang berusia 18 tahun akan lulus SMA tahu ini.
Sedangkan ayahnya, Jiang Ping yang berusia 41 tahun, bekerja sebagai desainer interior.
Setelah menjalani sidang gugatan selama tiga tahun terhadap rumah sakit tempat Jiang lahir, keluarga ini menerima kompensasi 300 ribu yuan atau sekitar Rp577 juta.