Umumnya, anak-anak berjualan limun di stan yang mereka dirikan karena mereka menginginkan mainan atau sepatu baru.
Namun, Angel Reyes, anak laki-laki yang tinggal di California, Amerika, melakukannya untuk membantu kakeknya melawan kanker.
Desember lalu, Richard Sanchez, kakek Angel, didiagnosa menderita kanker kolon stadium tiga, jenis kanker yang sama yang telah membuat adiknya meninggal.
Chasity Sanchez, anak Richard, mengatakan bahwa ayahnya takut lantaran kanker itulah yang menghilangkan nyawa adiknya 11 tahun silam.
Mengetahui kanker yang menyerang kakeknya, Angel merasa tak bisa berdiam diri.
(Baca : Mengharukan! Pria 80 Tahun Ini Berjualan Balon Untuk Membeli Obat Istrinya )
Ia tak mau membiarkan kakeknya berjuang sendirian melawan kanker, dan ingin membantunya dengan cara apa pun yang bisa dilakukannya.
Setelah menyadari bahwa kakeknya butuh uang untuk biaya pengobatan karena Richard adalah pekerja bangunan yang tak bisa bekerja lagi setelah operasi pengangkatan tumor itu, Angel membuat stan limun untuk mengumpulkan uang.
“Saya ingin menghasilkan uang untuk kakek, mungkin 100 atau 120 dolar, dengan menjual limun dan es loli,” ujar Angel. Ia mengaku sangat menyayangi kakeknya dan akan melakukan apa pun untuk membantunya.
“Orang-orang juga telah membantu dengan sangat baik. Saya akan terus melakukan ini selama saya bisa, bila hal itu bisa membantunya.”
Dengan cepat, berita tentang alasan pendirian stan limun itu menyebar di kalangan warga sekitar.
Mereka membantu Angel, dan anak berusia sembilan tahun ini berhasil mengumpulkan uang sebesar 21.000 dolar atau sekitar Rp278 juta, berupa uang donasi, penjualan limun, pengumpulan dana lewat GoFundMe, dan sumbangan dari seorang pengusaha lokal yang murah hati.
“Dia ingin membantu kakeknya dengan cara apa pun, dan untuk anak seumuran dia, ini adalah ide terhebat yang bisa dipikirkannya. Saya sangat bangga padanya,” ujar Chasity sambil menambahkan, ayahnya terharu ketika ia mengirim foto stan limun itu padanya.
Penulis | : | Hasuna |
Editor | : | Swita Amallia Alessia |
KOMENTAR