Kanker serviks merupakan penyakit yang mematikan apabila tak ditangani sejak dini.
Di Indonesia sendiri, kanker serviks merupakan kanker kedua dengan penderita terbanyak setelah kanker payudara.
Cara yang baik agar terhindar dari kanker serviks adalah sedini mungkin mencegah dan mendeteksi adanya kanker.
(Baca: Berkaca Pada Kondisi Jupe, Kenali 4 Gejala Kanker Serviks, Pencegahan dan Pengobatannya)
Menurut Prof. Dr. dr. Andrijono, Sp.OG(K)., kanker serviks bisa dicegah dengan dua cara, yaitu primer dan sekunder.
“Pencegahan primer dengan vaksin dan sekunder dengan skrining,” jelasnya pada NOVA.id.
Pada stadium awal, kanker serviks tak selalu membuat penderitanya merasa sakit, bahkan juga pada stadium lanjut.
Pengobatan kanker serviks tergantung pada berbaga faktor, seperti misalnya stadium, jenis, usia pasien, rencana kehamilan, atau kondisi medis lain yang dimiliki.
(Baca: Virus HPV Berkembang Lama di Tubuh, Berapa Lama Pasien Kanker Serviks Bisa Bertahan?)
Jenis penanganan kanker menurut stadium ada dua, yaitu penanganan tahap awal yaitu dengan pengangkatan sebagian atau seluruh organ rahim, radioterapi, atau keduanya.
Yang kedua, adalah penanganan kanker serviks stadium akhir dengan radioterapi dan atau kemoterapi, dan terkadang juga operasi lain yang dibutuhkan.
(Baca: Julia Perez Meninggal, Ini Alasan Mengapa Kemoterapi Tak Menjamin Kesembuhan Kanker Serviks)
Menurut Prof. Andrijono, kemoterapi tak efektif untuk pengobatan kanker serviks.
“Pada kanker serviks, kemoterapi hanya untuk pilihan kedua atau alternatif. Terapi utamanya adalah operasi atau radiasi. Operasi pengangkatan bagian atau rahim secara keseluruhan pada stadium juga bisa mengurangi risiko kanker bertambah parah,” paparnya.
Sementara itu, ada tiga jenis operasi yang biasanya dilakukan untuk menangani kanker serviks, seperti yang dijelaskan pada laman Web MD.
Pertama, adalah operasi radical thachelectomy yang cocok dilaksanakan untuk kanker serviks yang terdeteksi pada stadium awal dan untuk perempuan yang berencana memiliki anak.
Prosedur operasi ini bertujuan untuk mengangkat leher rahim, jaringan sekitarnya, dan bagian atas vagina tanpa mengangkat rahim secara keseluruhan.
Kedua adalah operasi pengangkatan rahim atau histerektomi, yang dilakukan terkadang bersama dengan radioterapi agar sel kanker tak kembali lagi.
Sayangnya, komplikasi akan lebih banyak terjadi pada prosedur ini, misalnya perdarahan, infeksi, penggumpalan darah, pembengkakan pada lengan dan kaki karena penumpukan cairan atau limfedema, pencernaan dalam usus terhalang, bahkan hubungan seks yang terasa menyakitkan.
Lalu prosedur ketiga adalah pelvic exenteration atau operasi besar yang dilakukan bila kanker serviks kembali muncul setelah sempat diobati dan sembuh.