Sri Astuti: Bawang Goreng Renyah, Omzet Pun Merekah

By Ade Ryani HMK, Jumat, 16 Juni 2017 | 06:30 WIB
Sri Astuti: Bawang Goreng Renyah, Omzet Pun Merekah (Ade Ryani HMK)

Petani bawang di Kota Palu tentunya sangat diuntungkan dengan kondisi tanah dan curah hujan yang rendah, sehingga bawang yang dihasilkan memiliki sedikit kandungan air serta menjadi salah satu komoditas hasil pertanian terbaik di Indonesia yang dikenal dengan nama Bawang Batu.

Bawang dari tanah Palu ini menjadi bahan andalan Sri Astuti dalam menghasilkan bawang goreng yang renyah dan mampu menembus negeri tetangga. Selain bahan baku yang berkualitas, kunci suksesnya adalah ikhlas dan selalu berpikir positif.    

Bawang Goreng UD Sri Rejeki. Ya, nama itu sudah tak asing lagi bagi mereka yang pernah mengunjungi Kota Palu, Sulawesi Tengah. Boleh dibilang, setiap orang yang pernah berkunjung ke sana selalu membawanya sebagai oleh-oleh. Berbeda dengan bawang goreng di tempat lain, bawang goreng yang satu ini memang lebih gurih dan lebih crispy.

Perjuangan sang pemilik, Sri Astuti (64), menjadi pengusaha bawang goreng sukses ternyata tak semudah membalik tangan. Sri sebenarnya bukan asli Palu. Tahun 1982, ibu empat anak ini hijrah dari kota asalnya, Yogyakarta, mendampingi sang suami, Sukardi (69), yang dipindahtugaskan ke Palu.

Saat pertama kali tiba, kondisi Kota Palu tidak seperti sekarang. Cuacanya yang sangat panas,  sangat gersang, kehidupan ekonomi pun belum berkembang. “Ketika itu anak saya baru satu dan saya nyaris tidak kerasan. Jauh lebih enak tinggal di Yogya,” katanya mengenang masa lalu.

Melihat kondisi tersebut, Sri Astuti yang sebelumnya adalah seorang Pegawai Negeri Sipil di kota asalnya dan sempat menjadi pegawai di perusahaan swasta, lantas mencoba terjun berwiraswasta.

Hobi Memasak Membawa Keberuntungan

Pada awalnya Sri berbisnis di bidang mebel sebagai pemasok ke instansi-instansi Kota Palu dan sekitarnya. “Tujuan saya waktu itu sederhana. Mebel tidak bisa basi. Jadi, meski tidak laku tetap bisa dijual di lain kesempatan,” tuturnya.

Ternyata bisnis mebel yang telah dirintis tidak berkembang sesuai keinginan. Sri terkendala oleh ketersediaan bahan baku kayu yang mulai sulit didapat. Ia berputar haluan dengan berjualan peyek kacang. Singkat cerita, peyek buatannya sangat laris dan terkenal dimana-mana.

Ia juga melirik usaha lain dengan membuka kantin di kantor Dinas Pertanian Kota Palu. Ternyata kantinnya ramai didatangi pelanggan. “Saya memang punya passion kuat di bidang kuliner. Apa saja yang saya buat sepertinya laku,” katanya tersenyum.

Permulaan tahun 1990, sebagai bentuk persiapan mengisi masa pensiun sang suami, Sri mendirikan usaha abon ikan dan abon daging. Ternyata usahanya ini menarik minat orang. Salah satu yang membuat abonnya banyak disukai karena terdapat taburan bawang goreng sebagai pelengkap yang makin menambah cita rasa. Dari sana, para pelanggan justru meminta Sri membuat bawang goreng sendiri. “Bawang goreng Ibu enak dan renyah, Ibu jual bawang goreng saja,” pinta beberapa pelanggan. Inilah awal pembuka jalan kesuksesan Sri berbisnis bawang goreng.

Tahun 1997, Sri mengembangkan usahanya dengan memproduksi bawang goreng. Tak disangka, bawang gorengnya justru laris manis di pasaran. Padahal, kala itu bawang goreng yang disajikan belum begitu istimewa. Sri belum memakai spinner atau alat putar berkecepatan tinggi untuk mengeringkan sisa minyak yang menempel pada bawang goreng.

Dukungan Modal

Tahun 2000 Sri berhasil mendapatkan bantuan modal dan mampu membeli spiner. Proses produksi yang dijalankan menjadi lebih simpel, cepat, dan efisien. Selain itu, hasilnya juga lebih baik karena bawang goreng menjadi lebih renyah dan crispy.

Guna mendukung strategi pemasarannya, Sri memberikan nama untuk bawang goreng buatannya, yaitu Bawang Goreng Sri Rejeki. Karena kualitas yang makin bagus, usaha bawang gorengnya mengalami lonjakan permintaan. Bawang goreng olahannya menjadi primadona dan banyak diburu pembeli. Tahun itu, dalam sehari Sri mampu menghabiskan 50kg bawang yang diperolehnya dari pasokan petani bawang di Sigi, Kabupaten Birumaru.

Bawang yang digunakan Sri memang lebih bagus dibanding bawang dari daerah lain di Indonesia. “Ini karena kondisi alam Sulawesi Tengah yang sangat mendukung pertumbuhan tanaman bawang,” papar perempuan yang mendapat penghargaan Paramakarya Nugraha dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2005.

Untuk lebih menggeliatkan perkembangan usahanya, pada tahun 2005, dengan modal sendiri ia ikut pameran di Jakarta. Di ibukota, ia berkenalan dengan banyak pengrajin dari berbagai daerah sehingga wawasannya tentang usaha menjadi lebih terbuka. Salah satunya ilmu tentang pengemasan. Hasilnya tidak mengecewakan, dalam sehari minimal 60kg bawang basah ia goreng. Satu kilogram bawang menghasilkan 3 ons bawang goreng siap jual.

Di tahun yang sama, Sri Astuti mendapatkan pinjaman dari Bank BRI melalui produk Kupedes BRI yang selanjutnya digunakan untuk menambah jumlah kompor gas sehingga mampu meningkatkan hasil produksi. Sejalan dengan perkembangan usaha, Sri selalu memanfaatkan pinjaman dari Bank BRI untuk membeli etalase maupun kendaraan operasional. Pinjaman dari Bank BRI terbukti memberikan andil besar pada peningkatan kapasitas usaha bawang goreng yang dikelolanya.

Ikhlas dan Berpikir Positif

Setelah melewati perjuangan keras, usaha Sri makin berkibar. Saat ini, paling tidak dalam sehari ia mengolah 400kg bawang. Ia memilih merajang bawang secara manual karena akan menghasilkan bentuk dan potongan bawang yang sama.

Sri juga memberdayakan perempuan di lingkungan sekitar tempat usahanya. Tak kurang dari 30 perempuan yang bekerja di rumah masing-masing dan 12 karyawan lain bertugas menjaga outlet di Jl. Tanjung Jako, Lorong 1 Kompleks Pertanian, Palu, Sulawesi Tengah. Hal ini dilakukan Sri untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat sekitar.

Selain rasa original, Sri juga membuat bawang goreng rasa balado. Ia menjual bawang gorengnya seharga Rp250 ribu per kilogram. Saat ini, konsumennya tersebar di seluruh Indonesia mulai Aceh, Papua, Jakarta, dan Surabaya, termasuk rutin mensuplai ke sebuah online shop di Jakarta. Sri juga telah mengirim bawang goreng produksinya hingga ke luar negeri yaitu Australia, Belanda dan Amerika.

Kini, Sri menjadi salah satu pengusaha andalan Palu dan selalu ikut dalam berbagai pameran baik dalam dan luar negeri seperti di Malaysia dan Perancis. Perlahan namun pasti, Sri telah berhasil mengangkat bawang goreng bermetamorfosis menjadi oleh-oleh ternama ikonik Kota Palu.

Kesuksesan bisnis Bawang Goreng tidak lantas membuat Ibu 3 (tiga) anak ini lupa kepada lingkungan sekitar. Sri ingin juga membantu para pelaku usaha lainnya untuk berkembang, salah satunya dengan menempatkan dana hasil usahanya ke Tabungan BRI Simpedes. Selain dapat membantu memudahkan Sri dalam melakukan transaksi, Sri percaya bahwa dana tersebut akan dipergunakan oleh BRI untuk memberikan pinjaman ke pelaku usaha yang tersebar di seluruh Indonesia.

Toh, bukan berarti Sri tak menghadapi hambatan. Salah satu kendala yang sering dialami adalah faktor cuaca. Ia juga pernah ditipu ratusan juta rupiah oleh teman bisnis saat memulai usaha. “Tapi saya tidak mau stres,” katanya.

Itulah sosok Sri, walaupun nyaris bangkrut, langkahnya tak surut untuk memajukan usaha yang telanjur dijalaninya. “Resepnya sederhana, kok. Menjalankan usaha itu harus bersih hati dan melihat segala sesuatu dengan positif,” pungkas Sri berbagi tips sukses.

Gandhi Wasono M.