Vincentius Ngala: Omzet Rumah Panggungnya Tak Kepalang Tanggung

By Indira D. Saraswaty, Rabu, 5 Juli 2017 | 13:47 WIB
Vincentius Ngala, pengusaha rumah panggung sukses di Tomohon (Indira D. Saraswaty)

Memanfaatkan hasil kekayaan alam sekaligus melestarikan budaya leluhur di Tomohon, Vincentius Ngala mengawali usaha dari sebilah gergaji 35 tahun silam. Kini ia pun menjelma menjadi pengusaha rumah panggung Minahasa yang mampu mengekspor produk buatannya ke berbagai kota di Indonesia dan mancanegara. 

Jika Anda ke Kota Manado, Sulawesi Utara, sempatkanlah untuk berkunjung ke Desa Woloan, Kecamatan Tomohon Barat, Kotamadya Tomohon. Di kota sejuk yang berjarak sekitar 30 kilometer dari Manado ini Anda bisa menyaksikan rumah adat Minahasa berupa rumah panggung yang kini telah menjadi industri kreatif.

Industri kreatif ini sudah berlangsung di Woloan sejak dekade 1970. Awalnya warga membangun rumah panggung secara gotong-royong sehingga hasilnya pun lebih cepat dan megah. Rupanya kegiatan ini menarik perhatian masyarakat dari luar Tomohon, banyak yang berminat untuk membelinya. Sejak saat itu, selain mengandalkan kehidupan dari bercocok tanam di lahan pertanian, masyarakat di sekitar Tomohon mulai beralih profesi menjadi tukang kayu.

Sebagai putra asli Tomohon, sejak masa mudanya Vicentius Ngala telah berkeinginan untuk melestarikan rumah panggung Minahasa, sehingga ia memilih Jurusan Bangunan saat mengenyam pendidikan di Sekolah Teknik Menengah (STM). Setelah merantau lebih dari 5 tahun, ia kembali ke Woloan dan menikah dengan Theresia, seorang guru.

“Setelah menikah, istri melarang saya merantau. Dia menganjurkan buka usaha saja,” kenang Vincent yang mengaku sempat ragu untuk memulai usahanya secara mandiri.

Namun melihat keberhasilan para tetangga yang menjalani bisnis pembuatan rumah panggung Minahasa, Vincent tergerak untuk memulai usaha sejenis. “Saya memulai usaha dengan modal tenaga dan sebilah gergaji untuk mencari kayu di hutan,” papar Vincent yang membutuhkan waktu hingga berhari-hari untuk mencari kayu di hutan.

Pada awalnya Vincet hanya mencari kayu di hutan untuk kemudian disetor kepada para pengrajin rumah di Woloan. “Hasil penjualan kayu saya kumpulkan untuk dijadikan modal,” tambah Vincent. Setelah mendapatkan modal yang cukup, ia kemudian mulai membeli kayu dari orang lain dan mencoba mengolahnya sendiri. Selanjutnya hasil dari olahannya tersebut dijual kepada para pengrajin dan ternyata mendapatkan respons yang bagus. 

Utamakan Kepuasan Pembeli

Usaha sebagai penyuplai kayu dilakoni sekitar 3 tahun. Setelah merasa cukup baik modal maupun keterampilan, ia mulai berbisnis rumah panggung. “Lama-lama saya memberanikan diri membuat rumah. Saya mulai dengan rumah satu kamar berukuran 6x7 meter. Rumah itu saya kirim ke daerah Cibogo, Jawa Barat, dengan harga Rp800 ribu pada tahun 1987. Sekarang, sih, harganya sudah mencapai hampir Rp100 juta,” tutur Vincent.

Untuk membangun rumah panggung, Vincent memadukan keterampilan mengolah kayu serta desain yang pernah dipelajarinya dari bangku sekolah. Rumah panggung yang diproduksi Vincent hanya memanfaatkan jenis kayu besi Manado karena memiliki karakteristik kayu yang kuat, tidak mudah terserang rayap dan masih banyak terdapat di kawasan hutan sekitar Sulawesi Utara.

Langkah pertama itu membangkitkan semangat Vincent. Ia lalu membuat rumah dengan berbagai ukuran, mulai rumah 2 kamar tidur berukuran 7x9 meter sampai rumah 4 kamar tidur berukuran 10x17 meter. Vincent juga menyanggupi pesanan membuat  gazebo dalam berbagai ukuran. Semakin besar ukuran rumah, harganya pun makin fantastis. Rumah 4 kamar misalnya, harganya hampir menyentuh angka Rp400 juta.

Rumah panggung dilengkapi ruang makan, ruang tamu, kamar tidur, serta tambahan kamar mandi dan dapur. Pengerjaan sebuah rumah berukuran besar bisa memakan waktu hingga satu bulan dan dikerjakan oleh  6 tukang kayu.