Memanfaatkan hasil kekayaan alam sekaligus melestarikan budaya leluhur di Tomohon, Vincentius Ngala mengawali usaha dari sebilah gergaji 35 tahun silam. Kini ia pun menjelma menjadi pengusaha rumah panggung Minahasa yang mampu mengekspor produk buatannya ke berbagai kota di Indonesia dan mancanegara.
Jika Anda ke Kota Manado, Sulawesi Utara, sempatkanlah untuk berkunjung ke Desa Woloan, Kecamatan Tomohon Barat, Kotamadya Tomohon. Di kota sejuk yang berjarak sekitar 30 kilometer dari Manado ini Anda bisa menyaksikan rumah adat Minahasa berupa rumah panggung yang kini telah menjadi industri kreatif.
Industri kreatif ini sudah berlangsung di Woloan sejak dekade 1970. Awalnya warga membangun rumah panggung secara gotong-royong sehingga hasilnya pun lebih cepat dan megah. Rupanya kegiatan ini menarik perhatian masyarakat dari luar Tomohon, banyak yang berminat untuk membelinya. Sejak saat itu, selain mengandalkan kehidupan dari bercocok tanam di lahan pertanian, masyarakat di sekitar Tomohon mulai beralih profesi menjadi tukang kayu.
Sebagai putra asli Tomohon, sejak masa mudanya Vicentius Ngala telah berkeinginan untuk melestarikan rumah panggung Minahasa, sehingga ia memilih Jurusan Bangunan saat mengenyam pendidikan di Sekolah Teknik Menengah (STM). Setelah merantau lebih dari 5 tahun, ia kembali ke Woloan dan menikah dengan Theresia, seorang guru.
“Setelah menikah, istri melarang saya merantau. Dia menganjurkan buka usaha saja,” kenang Vincent yang mengaku sempat ragu untuk memulai usahanya secara mandiri.
Namun melihat keberhasilan para tetangga yang menjalani bisnis pembuatan rumah panggung Minahasa, Vincent tergerak untuk memulai usaha sejenis. “Saya memulai usaha dengan modal tenaga dan sebilah gergaji untuk mencari kayu di hutan,” papar Vincent yang membutuhkan waktu hingga berhari-hari untuk mencari kayu di hutan.
Pada awalnya Vincet hanya mencari kayu di hutan untuk kemudian disetor kepada para pengrajin rumah di Woloan. “Hasil penjualan kayu saya kumpulkan untuk dijadikan modal,” tambah Vincent. Setelah mendapatkan modal yang cukup, ia kemudian mulai membeli kayu dari orang lain dan mencoba mengolahnya sendiri. Selanjutnya hasil dari olahannya tersebut dijual kepada para pengrajin dan ternyata mendapatkan respons yang bagus.
Utamakan Kepuasan Pembeli
Usaha sebagai penyuplai kayu dilakoni sekitar 3 tahun. Setelah merasa cukup baik modal maupun keterampilan, ia mulai berbisnis rumah panggung. “Lama-lama saya memberanikan diri membuat rumah. Saya mulai dengan rumah satu kamar berukuran 6x7 meter. Rumah itu saya kirim ke daerah Cibogo, Jawa Barat, dengan harga Rp800 ribu pada tahun 1987. Sekarang, sih, harganya sudah mencapai hampir Rp100 juta,” tutur Vincent.
Untuk membangun rumah panggung, Vincent memadukan keterampilan mengolah kayu serta desain yang pernah dipelajarinya dari bangku sekolah. Rumah panggung yang diproduksi Vincent hanya memanfaatkan jenis kayu besi Manado karena memiliki karakteristik kayu yang kuat, tidak mudah terserang rayap dan masih banyak terdapat di kawasan hutan sekitar Sulawesi Utara.
Langkah pertama itu membangkitkan semangat Vincent. Ia lalu membuat rumah dengan berbagai ukuran, mulai rumah 2 kamar tidur berukuran 7x9 meter sampai rumah 4 kamar tidur berukuran 10x17 meter. Vincent juga menyanggupi pesanan membuat gazebo dalam berbagai ukuran. Semakin besar ukuran rumah, harganya pun makin fantastis. Rumah 4 kamar misalnya, harganya hampir menyentuh angka Rp400 juta.
Rumah panggung dilengkapi ruang makan, ruang tamu, kamar tidur, serta tambahan kamar mandi dan dapur. Pengerjaan sebuah rumah berukuran besar bisa memakan waktu hingga satu bulan dan dikerjakan oleh 6 tukang kayu.
Dalam pemasarannya, Vincent memanfaatkan jaringan yang telah ia bangun melalui para pembeli. Ia sangat percaya kepuasan para pembeli akan menjadi media promosi yang sangat bagus. Hal tersebut terbukti dengan produk Vincent yang banyak diminati dan berhasil menghantarkannya hingga ke mancanegara seperti Nigeria, Abu Dhabi, dan Malaysia. Pembeli rumah panggung Vincent kebanyakan memang dari luar Sulawesi Utara.
Mengembangkan Usaha
“Pernah ada yang beli 13 unit rumah sekaligus tahun 2003,” tutur Vincent. Pernah pula ia mengirim 7 rumah dengan 4 kamar ke Sumatera Barat dengan harga per unit Rp400 juta. “Yang paling laku rumah dua kamar. Biasanya yang pesan keluarga baru,” tambah Vincent yang mengaku omzet penjualannya pada tahun 2017 sudah mencapai 22 rumah berbagai ukuran. Untuk melakukan pemesanan, pembeli dapat berkunjung ke lokasi usaha Vincent yang berada di Jalan Raya Tomohon, Tanah Wangko, Kelurahan Wolowan 1, Lingkungan 8, Kecamatan Tomohon Barat.
Vincent selalu menjaga komitmen kepada pembeli baik dari segi kualitas ataupun waktu pemesanan, ini dilakukan agar target penyelesaian pekerjaan dapat terpenuhi secara tepat waktu dan sesuai dengan kesepakatan sebelumnya. Untuk itu, Vincent selalu menyesuaikan jumlah karyawan yang tersedia dengan jumlah pesanan yang akan diterimanya. Selain bahan baku yang harus selalu ada, tentunya hal tersebut membutuhkan modal usaha untuk menjaga pemenuhan seluruh pesanan.
Dengan kegigihan untuk lebih meningkatkan usaha yang dijalaninya, Vincent memberanikan diri mengajukan pinjaman ke Bank BRI. Tepatnya pada tahun 1991, ia dipercaya untuk dapat menikmati fasilitas Kupedes BRI sebesar Rp 20 juta.
“Untuk mendapatkan kredit ternyata sangat mudah, tidak sulit seperti yang pernah saya dengar,” imbuh Vincent. Hubungan dengan Bank BRI pun masih terjalin dengan baik hingga saat ini. Setiap kredit yang ia dapatkan dipergunakan untuk membesarkan usaha sehingga bisnisnya dapat berkembang maju dan juga menciptakan kesejahteraan bagi keluarga, bahkan mampu memberikan lapangan pekerjaan kepada masyarakat sekitar.
Untuk urusan transaksi keuangannya Vincent memanfaatkan Tabungan BRI Simpedes yang terbukti sangat membantu transaksi kepada pemasok kayu yang kebanyakan berada di pelosok daerah terpencil dan hanya dapat dijangkau oleh Bank BRI.
Menjaga hubungan dengan para pengrajin sangatlah penting untuk menjaga kualitas hasil produksi maupun waktu penyelesaian. Bertolak dari hal tersebut, Vincent memperlakukan para pengrajin sebagai keluarga, selalu berusaha untuk membayarkan gaji tepat pada waktunya. Vincent juga mempersiapkan para karyawannya untuk bisa mandiri, salah satunya dengan menyetorkan pendapatan yang diperoleh melalui Tabungan BRI Simpedes agar kelak dapat digunakan sebagai modal usaha. “Sudah banyak mantan karyawan saya yang kini jadi pengusaha rumah sukses,” ungkap Vincent bangga.
Kini, sejak pertama kali mengirimkan pesanan rumah pada tahun 1987, entah sudah berapa banyak unit rumah yang ia jual. Dan, di usianya yang telah menginjak 60 tahun, Vincent bertekad terus mempertahankan bisnis rumah panggung. “Kalau sudah punya kemauan, harus diusahakan terus sampai dapat. Kalau sudah dapat, maka harus dipertahankan,” ujar Vincent yang kini sudah menikmati hasil jerih payahnya berupa rumah tembok dua lantai dengan sebuah mobil terparkir di halaman rumah.