Hidupi Banyak Orang dari Mutiara, Misbahul Munir Raup Laba Ratusan Juta

By Dionysia Mayang Rintani, Sabtu, 18 November 2017 | 06:15 WIB
Misbahul Munir (Dionysia Mayang)

NOVA.id – Bila sedang pelesir ke Lombok, Nusa Tenggara Barat, sempatkan diri untuk mengunjungi Kampung Sekarbela.

Daerah ini dikenal sebagai pusat mutiara terbesar di kota Mataram.

Tak perlu bingung, di sana ada sebuah took mutiara Autary milik Misbahul Munir yang telah berkecimpung di bisnis perhiasan emas, perak, dan mutiara sejak 20 tahun lalu.

Uning –sapaan akrabnya– sedari awal tak pernah menyangka bahwa bisnis mutiara kecil-kecilan yang ia rintis sejak tahun 90-an mampu menyejahterakan warga sekitar.

(Baca juga: Tak Sulit Kok Bikin Mango Shortcake, Simak Tips dari Chef Putri Miranti Ini)

Sejak kecil, Uning memang sudah akrab dengan warna dan kilau cantik butiran mutiara.

Kemampuan dan keahlian untuk mendesain, mengukir, dan mengikat perhiasan mutiara sudah ia dapatkan sejak masih duduk di bangku sekolah.

Kehidupannya yang serba kekurangan membuat hatinya tergerak untuk meninggalkan sekolah demi mencari penghasilan tambahan.

(Baca juga: Hemat 70%, Dapatkan Handuk Premium Terry Palmer Hanya di Alfamidi)

Meski niatnya ditentang oleh kedua orang tua, Uning tetap nekad bekerja demi membantu perekonomian keluarga.

Cerdiknya, ia juga mempelajari pengalaman orang-orang sukses agar kelak bisa membangun bisnisnya sendiri.

Bertahun-tahun kemudian, Uning kian serius menggeluti bidang perhiasan mutiara.

(Baca juga: Begini Nasib Tiang Listrik yang Ditabrak Mobil Setya Novanto, Dari Menang Sayembara Sampai Dikasih Karangan Bunga)

Bermodalkan uang sebesar 3 juta rupiah dari penjualan motor, Uning memberanikan diri untuk berbisnis perhiasan dari mutiara.

Hingga suatu saat, salah seorang rekan yang berdomisili di Kalimantan menghubungi untuk menanyakan apakah Uning bisa menyediakan beberapa perhiasan mutiara untuk dijual.

Segera saja ia menyanggupi pesanan itu, dan dari situlah perlahan tapi pasti, bisnisnya pun semakin berkembang.

(Baca juga: Marak Kekerasan Terhadap Perempuan, Reza Rahadian: Tindak Tegas Pelaku!)

“Alhamdulillah saya bisa mendesain sendiri, jadi keuntungan penjualan bisa saya putar terus sebagai modal untuk koleksi selanjutnya. Begitu terus diulang, sampai lama-kelamaan bisnis saya mulai naik,” ceritanya.

Ada dua jenis butiran mutiara yang dijual di took Uning, yaitu mutiara air laut dan mutiara air tawar.

Bedanya, mutiara air laut seperti memiliki warna-warni alam seperti putih, emas, kuning gading, serta cokelat.

(Baca juga: Jangan Dipandang Sebelah Mata, Tas Prilly Latuconsina Ini Harganya Sama Seperti Rumah, Loh!)

Sementara mutiara air tawar cenderung berwarna putih, pink, dan hitam.

Bila menginginkan warna yang lebih variatif, mutiara harus melalui proses coating terlebih dahulu.

Mutiara yang ia jual biasanya didapat dari pusat budidaya mutiara yang ada di Sekotong, Lombok Barat.

Prosesnya pun tak sebentar, bergantung pada kondisi alam.

(Baca juga: Selain Segar, Buah Semangka Bisa Hilangkan Flek Hitam Pada Wajah, Loh!)

“Mutiara itu diambil dari kerang yang kira-kira seukuran telapak tangan,” tuturnya.

Beberapa bulan sekali, kerang disuntik agar bisa menghasilkan mutiara dengan kualitas terbaik.

“Lalu, kita serahkan pada cuaca dan alam. Jika kondisi alam kurang bagus, hasilnya pun kurang baik. Biasanya butuh waktu enam bulan untuk menghasilkan satu butir mutiara,” jelasnya.

Usaha Uning ini tak selalu berjalan mulus.

(Baca juga: Duh, Masih Banyak yang Keliru! Ternyata Gerakan Pemanasan Ini Tak Perlu Dilakukan, Loh!)

“Waktu krisis moneter, kami sedang sulit-sulitnya. Baru saja bisnis sedikit menanjak, ada rekan yang pinjam barang yang cukup banyak jumlahnya untuk pameran. Hingga saat ini, uang hasil penjualannya tak pernah ia bayarkan. Saat itu saya harus banting tulang untuk mulai dari nol lagi,” sahut Uning.

Tak hanya sekali, dirinya juga beberapa kali ditipu orang hingga harus merugi ratusan juta rupiah.

Meskipun demikian, Uning tetap berpegang teguh pada prinsip hidupnya, yaitu ingin sukses agar bisa membantu banyak orang dan mewakili kedua orang tuanya yang telah tiada untuk berangkat haji.

(Baca juga: Berbahaya, Makan Terburu-buru Bisa Berakibat Seperti Ini)

Meski sempat jatuh, keberuntungan tetap berpihak pada Uning.

Saat itu, secara kebetulan dirinya diberitakan oleh salah satu stasiun televisi luar negeri.

Selang dua bulan kemudian, datanglah seorang turis asal Tiongkok yang memesan perak dan mutiara hingga 200 juta rupiah.

“Karena dana tak mencukupi, awalnya saya bingung harus bagaimana. Sempat ada beberapa bank yang menawari pinjaman, tapi saya tolak. Akhirnya saya pilih program KUR BRI.”

(Baca juga: Terungkap! Ternyata 7 Gaya Ini Lebih Nikmat Dibanding Doggy Style, Wajib Coba Malam Ini!)

Begitu dana cair, ia langsung gunakan dana pinjaman tersebut sebagai modal awal untuk memenuhi pesanan turis tersebut.

Hingga kini, Uning telah tiga kali memanfaatkan dana yang didapat dari KUR BRI untuk pengembangan bisnisnya.

Begitu usahanya mulai stabil, Uning tak lupa dengan niat awalnya untuk membantu orang banyak.

Ia pun menggandeng beberapa pengrajin mutiara kurang mampu di sekitar rumahnya untuk ikut membuat dan mendesain perhiasan.

(Baca juga: Duh Cantiknya, Cek Gaya Raisa Ini, Mirip Barbie!)

“Saya berbisnis untuk membantu orang lain. Alhamdulillah saat ini saya bisa memberdayakan 15 orang pengrajin mutiara,” jelasnya.

Orang-orang ini tadinya adalah pekerja serabutan dan tak mampu menghidupi keluarga.

“Saya bantu dengan mengajari desain-desain mutiara yang unik dan sesuai dengan selera pelanggan,” tuturnya sambil sesekali membimbing para pengrajin yang sedang bekerja membentuk ikatan cincin.

Kini, Uning dan istrinya, Maryana, juga menjadi penyuplai perhiasan untuk membantu banyak pengrajin mutiara lainnya.

(Baca juga: Ini Dia Penampilan Sosialita Anak Setya Novanto yang Bikin Melongo!)

Setiap hari, rumah sederhana miliknya tak pernah sepi didatangi para reseller yang menggantungkan hidup pada mutiara produksi toko Uning.

Ia berharap, ke depannya bisa membangun rumah yang lebih besar untuk membantu lebih banyak orang.

“Biasanya mereka datang beberapa hari sekali. Di sini kami bersaing secara sehat, yang penting dapur mereka tetap mengebul dan anak-anak mereka bisa sekolah. Diakan saja supaya saya bisa beli rumah yang lebih besar supaya bisa membantu pengrajin lain,” pungkasnya.(*)

Wida Citra Dewi