NOVA.id – Ternyata, Indonesia menempati peringkat 53 dari 80 negara dalam perihal kualitas kematian.
Hampir 700.000 anak hidup dengan penyakit berat.
Sedangkan kurang dari satu persen anak-anak memiliki akses akan penanganan nyeri atau asuhan paliatif.
(Baca juga: Duh, Ternyata Penyakit Kardiovaskular Rentan Diderita Perempuan dengan Kondisi Ini)
Kemudian apa yang dimaksud dengan asuhan paliatif?
"Berbicara paliatif, kesannya paliatif ini selalu berhubungan pada anak-anak di fase akhir di kehidupannya.
Tapi kalau kita lihat definisi yang sebenarnya, paliatif tidak dimulai dari fase akhir kehidupannya melainkan sejak pasien didiagnosis, paliatif ini dimulai," jelas dr. Edi Setiawan Tehuteru, dokter spesialis onkologi anak.
(Baca juga: Elegant! Agnez Mo Kenakan Dress Cantik Rancangan Desainer Kelas Dunia Di AMA 2017)
Pada dasarnya, asuhan paliatif adalah suatu spesialisasi ilmu medis bagi orang-orang yang hidup dengan penyakit berat beserta keluarganya.
Asuhan paliatif dilakukan di rumah pasien setelah mendapat rujukan rumah sakit.
Perawatan di rumah pasien dapat memudahkan bagi keluarga pra-sejahtera mengingat biaya keluar-masuk rumah sakit yang cukup mahal.
(Baca juga: Ternyata Ini Cara Ampuh Mengurangi Konsumsi Garam Berlebih, Kita Bisa Coba!)
Menurut dr. Edi Setiawan Tehuteru, banyak masyarakat Indonesia masih merasa takut memasukkan anaknya ke dalam penanganan paliatif.
Hal tersebut disebabkan kesadaran masyarakat yang kurang tentang asuhan paliatif.
"Tidak selamanya paliatif itu mereka yang sudah di fase akhir dari kehidupannya. Seperti contoh anak kanker stadium satu, kita tahu kanker stadium satu kemungkinan sembuhnya berdasarkan statistik sekitar 80% tapi apa peran paliatif di sini? Peran paliatif adalah bahwa kanker itu kalau tidak diobati mungkin membuat pasien minder dan lain sebagainya," jelas dr. Edi Setiawan Tehuteru.
(Baca juga: Wah, Ternyata Minyak Kelapa Ampuh Hilangkan Selulit, Coba Yuk!)
Didukung data dari World Health Organization (WHO) terdapat hambatan lain mengenai asuhan paliatif di antaranya hambatan budaya dan sosial misalnya kepercayaan tentang nyeri dan kematian, kurangnya keterampilan dan kapasitas tenaga kesehatan, dan regulasi yang terlalu ketat terkait obat nyeri.
Padahal orang-orang yang membutuhkan asuhan paliatif adalah orang-orang yang memiliki penyakit kardiovaskular, kanker, penyakit paru kronis, HIV/AIDS, dan diabetes yang membutuhkan asuhan paliatif dengan segera.
Dr. Edi Setiawan Tehuteru menjelaskan pula, sebenarnya asuhan paliatif tidak hanya mempersiapkan seorang pasien menjelang fase akhir kehidupannya namun manajemen gejala atau nyeri.
(Baca juga: Launching Produk Shampoo, Wardah Gandeng Mesty Ariotedjo Sebagai Brand Ambassador Baru)
Manajemen gejala atau nyeri dilakukan dengan pemberian obat opioid, salah satunya morfin.
Obat opioid sendiri terdiri dari hydrocodone, fentanyl, oxycodone, hydromorphone.
Dosis pemberian morfin di mulai dari angka 0 - 10.
(Baca juga: Ingin Berat Badan Cepat Turun? Cukup Minum Air Putih dengan Cara Berikut)
Penggunaan morfin pada pasien kanker anak-anak harus dilakukan oleh tenaga medis berpengalaman sebab anak-anak belum bisa mengungkapkan rasa sakit atau nyeri yang mereka rasakan.
Untuk mengetahui lebih lengkap pemberian morfin, NOVA.id melansir dari www.webmd.com.
Pemberian morfin kepada pasien dapat diberikan dengan menelan obat tersebut selama pasien masih sanggup menelan.
(Baca juga: Buntut dari Aksi Shafa, Sang Perekam dan Penyebar Video Akan Dipolisikan)
Namun jika sudah tidak dapat menelan obat, morfin diberikan dengan injeksi.
Pemberian morfin memang dapat meredakan nyeri, namun ada efek samping diantaranya sembelit.
Efek sembelit biasa dirasakan oleh pasien penyakit kronis bukan kanker.
(Baca juga: Wow, Gaya BTS di Karpet Merah AMA 2017 Bikin Fans Susah Tidur)
Cara mengatasi sembelit setelah pasien mengonsumsi morfin adalah mengonsumsi lubiprostone (Amitiza), methylnaltrexone (Relistor) dan naloxegol (Movantik).
Efek samping yang kedua adalah mual. Sekitar 30% orang merasa mual akibat mengkonsumsi opioid.
Sebagian besar mual adalah dari efek pelambatan obat pada usus.
(Baca juga: Mengupas Bawang Putih Tak Akan Ribet Lagi Bila Tahu 2 Cara Mudahnya Ini)
Dalam banyak kasus, mual yang disebabkan oleh obat opioid akan berkurang beberapa hari setelah obat baru.
Jika tidak, ada juga obat lain yang bisa diberikan spesialis perawatan paliatif untuk membantu mual.
Efek samping terakhir adalah sedasi yang menyebabkan bingung, kantuk, dan masalah pernapasan.
(Baca juga: Jangan Risau, Bahan Rumahan Ini Dijamin Hilangkan Jerawat Dalam Semalam!)
Sedasi biasanya terjadi saat pertama kali memulai pengobatan opioid, biasanya membaik dan sering sembuh dalam tiga sampai empat hari kecuali dosis obat opioid terlalu tinggi.
Asuhan paliatif juga membangun spiritual anak melalui seni dan musik.
Anak bisa diajak menggambar, menulis puisi, mewarnai, dan menyanyi.(*)
Cecilia Ardisty