Ginjal Dicuri saat Jadi TKW di Qatar, Begini Perjuangan Rabitah Mencari Keadilan

By Amanda Hanaria, Jumat, 5 Januari 2018 | 05:20 WIB
Rabitah masih tetap bbejuang untuk mendapatkan keadilan, dugaan kehilangan organ tubuh, masih diyakini oleh tim pendamping Rabitah (Amanda Hanaria)

NOVA.id - Masih ingat kasus Sri Rabitah?

Tenaga Keja Wanita (TKW) asal Dusun Loka Ara, Desa Sesait, Kecamatan Kayangan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, yang diduga jadi korban perdagangan organ tubuh di Qatar, empat tahun silam.

Ya, meski sudah memasuki tahun keempat, kasus Rabitah tak kunjung mendapatkan titik terang.

Penyidikan telah dilakukan Subdit IV Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB sejak dilaporkan Bupati Lombok Utara Nazmul Akhyar ke Polda NTB pada 11 April 2017.

Baca juga: Sri Rabitah Tak Ikhlas Ginjalnya Diambil Diam-Diam

“Kasus ini memang menyita waktu dan pikiran, tetapi kami ingin kasus yang menimpa TKW asal NTB menjadi shock therapy bagi pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO),” kata Kasubdit IV Ditreskrimum Polda NTB AKBP Ni Made Pujawati, Selasa (2/1).

Bersama timnya, Pujawati mengaku mencurahkan segala kemampuan dan tenaganya membongkar kasus Rabitah yang menurut dia melibatkan sindikat perdagangan orang hingga ke luar negeri.

Dilansir dari Kompas.com, Pujawati menuturkan sangat sulit memulai penyidikan atas kasus Rabitah karena dokumen Rabitah yang sulit terlacak.

Namun, adik Rabitah, Juliani, yang sama-sama direkrut menjadi TKW ke Doha, Qatar, memiliki dokumen dan berkas yang lengkap.

Baca juga: 5 Fakta Soal Jennifer Dunn: Minta Dirukiyah Sampai Pengin Mati Cantik!

“Kasus Rabitah adalah pintu masuk membongkar kejahatan kemanusiaan yang menyita perhatian publik di NTB sejak awal 2017 dan kami menemukan bukti yang cukup untuk menindaklanjuti kasus ini,” kata Pujawati.

Dua tersangka bahkan telah meringkuk di dalam sel tahanan Polda NTB.

Keduanya adalah Ulf dan In, warga Dusun Batu Keruk, Desa Akar Akar, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara. Mereka adalah calo atau perekrut Rabitah dan Juliani.

Baca juga: Berjuta Kebaikan dalam Segelas Susu Gurih Tanpa Garam yang Wajib Kita Tahu

Sebelum ditangkap, Ulf beberapa kali menelepon Rabitah. Tersangka Ulf meminta Rabitah tidak memercayai siapa pun yang akan menolongnya menangani kasus tersebut.

Rabitah yang sudah merasakan pahitnya bekerja tanpa dokumen dan kejelasan menanggapi dingin telepon calo Ulf, tetapi merekam seluruh pembicaraan Ulf.

“Saya rekam apa pun yang dia katakan. Ini dengar saja sendiri, dia minta saya tidak mengadukan masalah saya kepada polisi karena nanti sayalah yang bisa ditangkap. Tetapi, saya tidak percaya apa pun yang dia katakan,” ujar Rabitah.

Baca juga: Pernah dalam 1 Sel yang Sama, Andi Soraya Lontarkan Pesan Ini untuk Jennifer Dunn

Karena sering diintimidasi Ulf melalui telepon, Rabitah akhirnya memutuskan mengganti nomor kontaknya.

Kasus Rabitah dan Juliani sangat berliku dan sulit terbongkar. Selain karena kasusnya terjadi 2014 silam, pihak yang terlibat sudah banyak yang tak terlacak.

Karena itu, aparat melakukan empat kali gelar perkara kasus tersebut untuk memastikan adanya TPPO yang melibatkan dua tersangka.

Setelah pengembangan, kemungkinan tersangka bertambah setelah 20 saksi diperiksa.

Baca juga: Selain Turunkan Kadar Kolesterol, Ternyata Alpukat Punya Manfaat Baik untuk Kulit Wajah Loh

Menitip nasib di tangan tekong

Sindikat TPPO seperti penyakit menular yang mewabah. Korbannya bisa mencapai ribuan orang serta selalu menyasar anak di bawah umur dan mereka yang kebingungan mencari kerja.

Seperti Rabitah dan Juliani yang masih di bawah umur terjerat iming-iming calo atau tekong yang juga adalah tetangga mereka sendiri.

Keinginan lari dari kemiskinan seolah menjadi pilihan terakhir menitipkan nasib ke negeri orang lewat tangan tekong.

Rabitah dan Juliani, kata Pujiwati, adalah jalan membongkar sindikat perdagangan orang di NTB.

Baca juga: Kisah Empat WNI Korban Perdagangan Manusia dan Dijadikan PSK di Malaysia

Ia mengaku sulit menjerat calo TKI karena selalu bisa lepas dari jerat hukum karena bukti yang kurang atau korban yang enggan melapor dan tak mau memberi kesaksian.

“Mereka tereksploitasi dan tak menyadari bahwa itu bahaya besar untuk mereka sehingga kerja aparat dan pemerintah akan berat,” kata Puja.

Pujawati mengatakan, pihaknya menjerat kedua tersangka denga Pasal 10 dan Pasal 11 juncto Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO dengan ancaman hukuman minimal 3 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara.

Baca juga: Takut Uang Habis Karena Nabung? Gunakan Cara Ini Deh!

Jerat pasal itu didasari kejahatan tersangka dalam perekrutan, modus TPPO, dan eksploitàsi. Tersangka juga membantu pemalsuan dokumen.

Misalnya tahun kelahiran Rabitah yang sebenarnya tahun 1992 diubah menjadi 1985.

Juliani dipalsukan juga tahun kelahirannya, yang semula 2005 menjadi tahun 1988, dengan alamat palsu.

Tim penyidik juga menelusuri Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) Falah Rima Hudaity Bersaudara di Jakarta. Dari sanalah sejumlah saksi bisa dimintai keterangannya.

Baca juga: Benarkah Mengonsumsi Micin Membuat Otak Jadi Lemot? Begini Penjelasan Dokter

Sindikat Cari Otak Ketua tim pendamping Sri Rabitah, Muhammad Shaleh, yang juga Koordinator Pusat Bantuan Hukum Buruh Migran (PBHBM) wilayah NTB mengapresiasi tindakan aparat kepolisian yang melanjutkan kasus Rabitah hingga telah sampai ke penyerahan berkas penyidikan ke Kejaksaan Tinggi NTB.

Shaleh juga mendesak polisi bukan hanya menangkap calo Ulf dan In, melainkan juga otak dari sindikat perdagangan orang.

“Mulai dari tekongnya atau perekrutnya hingga pihak yang terlibat dalam pembuatan dan pemalsuan dokumen, PPTKIS, oknum aparat pemerintah, atau siapa pun yang terlibat dalam sindikat TTPO," katanya.

Baca juga: Haru! Nenek Ini Rela Donorkan Ginjalnya Demi Selamatkan Nyawa Sang Cucu

Shaleh masih berharap aparat tetap konsisten menangani kasus Rabitah yang bagi tim pendamping masih banyak mengandung kejanggalan.

“Kami masih yakin bahwa proses operasi Rabitah di Qatar tidak sesuai prosedur dan harus dicari tahu kebenarannya dengan cara menelusuri jejak keberadaan Rabitah di sana," ujarnya.

Shaleh juga masih yakin bahwa dalam tubuh Rabitah masih ada masalah, meskipun operasi dan perawatan terakhir di Rumah Sakit Sanglah Bali tidak ada kejelasan.

Baca juga: Pasangan Remaja Ini Tega Jual Bayi Kembarnya Seharga Rp 49 Juta di Situs Online, Bunyi Iklannya Bikin Warganet Geram

Bahkan hasil rekam medis hingga saat ini belum diberikan petugas Rumah Sakit Umum Daerah Sanglah Bali setelah Rabitah menjalani operasi.

 Sementara itu, Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi NTB Ginung Pratidina mengatakan, kasus TTPO Rabitah adalah kasus pertama yang ditangani Kejati NTB.

“Semua kasus kami atensi, termasuk kasus Rabitah, ini kasus pertama TTPO dengan modus pemalsuan dokumen," kata Ginung

Baca juga: Usai Berhubungan Seks Ala 'Fifty Shades of Grey', Perempuan Ini Alami Hal yang Memilukan

Membuka luka Rabitah Kasus ini berawal dari pengakuan Rabitah setelah diperiksa di RSUD NTB pada Februari 2017. Di rumah saki itu, Rabitah ditanya apakah pernah menjual ginjalnya.

Rabitah pun kaget, lalu menceritakannya kepada keluarga dan pemerintah.

Bahkan, kasus hilangnya ginjal ini menjadi catatan Bakesbanglinmas Lombok Utara.

Belum sempat dioperasi, kabar soal Rabitah kehilangan satu ginjalnya menyebar dan menarik perhatian publik mengingat kasus serupa pernah terjadi, tetapi korban telah meninggal terlebih dahulu sebelum membuktikan lewat pemeriksaan.

Baca juga: Perjalanan Panjang Yon Koeswoyo Bersama Koes Plus, dari Masuk Penjara Hingga Bongkar Pasang Personil

Anehnya, RSUD NTB justru membantah menyatakan satu ginjal rabitah hilang dan membuktikannya secara resmi.

PBHBM NTB terus mendampingi Rabitah di saat-saat sulit ketika Rabitah dituduh melakukan kebohongan publik, bahkan ia didesak mengakui kesalahannya.

Rabitah berjuang mencari kebenaran. Dia ingin bukti benda apa yang berada di tubuhnya selain selang yang tertanam selama tiga tahun dan telah dioperasi di Rumah Sakit Biomedika.

Pendamping Rabitah hingga kini masih yakin bahwa satu ginjal kanan yang rusak bukan milik Rabitah.

Baca juga: Cucu Nomo 'Koes Plus' Meninggal Karena Tercebur Sumur, Ini Curhat Pilu Anak dan Menantunya

Rabitah bahkan pernah menuturkan kepada Kompas.com saat berada di Rumah Aman Paramita milik Kementerian Sosial di Mataram bahwa dia sangat yakin pernah menjalani operasi di Rumah Sakit Qatar pada 14 Agustus 2014.

“Saya masih ingat saya dimasukkan dalam ruangan yang di atasnya banyak lampu-lampu. Saya tanya kepada majikan saya waktu itu, saya mau diapain. Kata mereka penyakit saya mau diangkat, tiba-tiba saya tidak sadarkan diri,” kata Rabitah.

Baca juga: Suami Selingkuh dengan Jennifer Dunn, Ini yang Bikin Sarita Tegar

Rabitah tiba-tiba menurunkan sarungnya dan menunjukkan pinggang bagian kanannya.

“Saya masih ingat ada bekas jahitan di sini waktu itu. Saya sempat pegang, tetapi saya dimasukkan dalam tabung, tak tahu apa itu. Tiba-tiba jahitan saya sudah tidak ada, saya tak pernah berbohong, sekarang kenapa mereka semua tak percaya saya,” kata Rabitah sedih. (*)

Fitri Rachmawati/Kompas.com