Hadirkan Keceriaan dalam Latihan Bencana Alam, Inilah Hal Heroik yang Dilakukan Misaki Tanaka

By Amanda Hanaria, Kamis, 8 Maret 2018 | 15:56 WIB
Hadirkan Keceriaan dalam Latihan Bencana Alam, Inilah Hal Heroik yang Dilakukan Misaki Tanaka (Amanda Hanaria)

NOVA.id - Masih ingatkah Anda dengan tragedi gempa  dan tsunami yang terjadi di Jepang pada tahun 2011 lalu?

Ya, tragedi bencana yang telah meluluhlantakkan timur laut Jepang pada bulan Maret itu tentunya berdampak bagi kehidupan sebagian besar warga pesisir pantai, salah satunya Misaki Tanaka (29).

Perempuan yang baru saja lulus dari Universitas Kyoto, Jepang itu juga turut merasakan dampak dari gempa bumi dan tsunami Tohuku berkekuatan 9.0 magnitudo tersebut.

Baca juga: Menelusuri Lika-liku Perjalanan Karier di India

Hingga akhirnya Tanaka mulai bekerja untuk perusahaan teknologi informasi besar di Tokyo yang mengembangkan video game.

Di waktu senggangnya, dia menjadi sukarelawan untuk membantu korban bencana alam.

Aktivitasnya adalah membersihkan perkebunan dari tumpukan ikan mati dan sampah yang terbawa oleh tsunami.

Terkejut dengan kesenjangan besar antara eksistensinya dan ketidakberdayaan korban di area bencana, Tanaka mulai mempertimbangkan untuk berhenti bekerja. Hingg pada akhirnya, ia berhenti dari perusahaan video game itu.

Baca juga: Wajib Disimak, Minum Ayamnya Punya Manfaat Bagi Kita Sekeluarga

Kemudian dia bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang kepentingan umum untuk mendukung korban bencana alam.

Pekerjaannya itu membawa Tanaka ke Fukushima, kawasan bencana nuklir.

Setelah itu, ia kembali bekerja di kantor perusahaan di Tokyo dan terlibat dalam latihan persiapan bencana alam, yang menurutnya 'menjemukan, membosankan, dan selalu monoton.' Dia berkata bahwa saat masih kanak-kanak sekalipun, "Menurut saya pelatihan itu tidak pernah menarik."

Tanaka memahami bahwa persiapan bencana alam sangat penting, tetapi ia kurang bersemangat dengan latihan evakuasi yang kegiatannya adalah berkumpul di tempat dan waktu yang telah ditentukan, lalu dilanjutkan dengan berpindah ke pusat simulasi evakuasi.

Baca juga: Inilah 8 Hal yang Jadi Tuntutan dalam Aksi Long March pada Women's March 2018 Besok!

Dengan latar belakangnya dalam teknologi informasi dan daya kreativitas yang tajam, Tanaka mulai memikirkan cara membuat latihan persiapan bencana alam yang lebih menghibur dan membuat lebih banyak anak muda terlibat.

Pada peringatan dua tahun bencana alam gempa bumi dan tsunami, di tahun 2013, ia dan beberapa anak muda lain yang ia temui selama usaha dukungan rekonstruksi, mengumumkan pembentukan Bosai Girls (Disaster Preparedness Girls).

Keputusan Tanaka untuk menggunakan kata “girls” mencerminkan bahwa perempuan adalah yang paling rapuh saat terjadi bencana alam.

Jika ingin mempromosikan visinya tentang persiapan menghadapi bencana alam yang menyenangkan dan keren, Tanaka menyadari ia memerlukan bantuan perempuan-perempuan muda yang sering menjadi katalis tren baru.

Baca juga: Berjuta Kebaikan dalam Segelas Susu Gurih Tanpa Garam yang Wajib Kita Tahu

Grup ini menggalang dana dengan cara online dan membuat situs web, yang mengembangkan dan menjual barang yang berguna dan modis untuk kondisi darurat nasional.

Di antara item yang dikembangkan grup ini adalah sepatu kokoh yang dapat dilipat, sepatu bot untuk sukarelawan yang memiliki desain lucu, serta tas yang dibungkus dengan peta zona rawan bencana 3-D dari kawasan Shibuya Tokyo yang modis.

Item lain adalah gelang persahabatan "misanga" yang juga berfungsi sebagai benang gigi dan tali jemuran.

Langkah Tanaka berikutnya adalah menghadirkan keseruan dalam latihan evakuasi.

Ia ingin membangun semangat kompetitif yang membuat peserta ingin mencapai target mereka.

Baca juga: 7 Pesona dan Prestasi Karenina Sunny Halim yang Resmi Keluar dari Girls Squad, Punya 6 Gelar Ijazah Sampai Bantu Korban Tsunami

Latihan ini dilakukan di kawasan trendi Tokyo, seperti Shibuya dan Akihabara, lokasi tempat berkumpulnya anak muda.

Peserta menggunakan aplikasi ponsel pintar khusus untuk mencapai sebanyak mungkin pusat evakuasi dan pos dukungan selama periode tertentu, sebagai cara untuk mengevaluasi kesulitan yang mungkin dihadapi banyak orang saat bencana alam terjadi.

Tidak seperti latihan evakuasi lama yang sangat kaku, latihan yang dibuat oleh Bosai Girls mengangkat fakta bahwa orang harus menyelamatkan diri mereka sendiri di area yang tidak mereka kenal saat bencana alam terjadi.

Meminta peserta untuk berkompetisi meraih kunjungan terbanyak telah menambahkan semangat bermain, mirip dengan video game.

Baca juga: Belanja Produk Ritel Kekinian Hanya di Easy Shopping, Mudah dan Terpercaya!

Proyek terbaru grup ini adalah #beORANGE. Dalam permainan ini, orang diminta mengaitkan bendera oranye dengan bahaya tsunami yang makin dekat, seperti lampu merah yang berarti pengendara kendaraan bermotor harus berhenti.

Nippon Foundation menyumbangkan 25 juta yen (USD $234.000) untuk mendukung proyek #beORANGE pada tahun fiskal 2016, dan 20 juta yen lagi untuk tahun berikutnya.

"Yayasan ini memberikan subsidi bagi beraneka organisasi, tetapi hanya sedikit dari mereka yang bisa berkembang menjadi gerakan nasional," jelas anggota yayasan, Eriko Munechika. "Bosai Girls memiliki sarana untuk menjangkau banyak orang karena mengajukan pertanyaan yang tepat: 'Bagaimana kita menjangkau anak muda?'"

Kini, grup ini telah mendistribusikan sekitar 400 bendera oranye kepada lebih dari 70 kota di seluruh negeri.

Baca juga: Penghormatan Terakhir untuk Sang Ratu Bollywood Sridevi di Oscar

Pada waktu yang bersamaan, keanggotaan Bosai Girls telah meningkat menjadi 130 lebih, kebanyakan dari mereka adalah perempuan berusia dua puluhan tahun.

Bosai Girls kini ingin berfokus lebih dari sekadar persiapan menghadapi bencana alam.

Di antaranya adalah mengatasi masalah kehidupan sehari-hari lain yang mengerikan, seperti penindasan, penguntitan, prasangka buruk terhadap kelompok minoritas seksual, dan tekanan besar dari anggota keluarga serta orang lain agar wanita muda segera menikah.

"Kami ingin terus mengatasi 'bencana' yang mencegah kita untuk hidup bahagia," ucap Tanaka.

"Kami ingin mencari solusi baru yang sesuai dengan kebutuhan generasi muda." (*)

Azusa Mishima/Asahi Shimbun