Miris! Ada 6.200 Ribu Balita di Gunung Kidul Alami Stunting, Ternyata Ini Penyebabnya

By Amanda Hanaria, Kamis, 15 Maret 2018 | 01:00 WIB
Gejala leukemia pada anak (istock) (Amanda Hanaria)

"Penyuluhan agar balita stunting diberi ASI eksklusif di usia 0-6 bulan. Usia berikutnya diberi pendamping makanan tambahan. Perhatian kepada ibu hamil agar kebutuhan gizi terpenuhi juga kami lakukan," jelasnya.

Penanganan stunting dilakukan lintas sektoral di antaranya Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam menyediakan air bersih.

Baca juga: Berjuta Kebaikan dalam Segelas Susu Gurih Tanpa Garam yang Wajib Kita Tahu

Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DP3AKBPMD), dan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, untuk mencegah pernikahan dini.

Data dari Disdikpora, angka putus sekolah masih menjadi persoalan. Dari 57.000 anak di sekolah dasar (SD), 17 anak di antaranya (0,03 persen) mengalami putus sekolah.

Untuk kategori SMP, dari 27.000 anak sekolah, 8 di antaranya (0,03 persen) putus sekolah. Untuk SMA sederajat, dari 27.000 anak, lima di antaranya putus sekolah, atau sekitar 0,02 persen.

Baca juga: Beda dengan Deddy Corbuzier, Inilah Tanggapan Eko Patrio Saat Ditanya Soal Program dan Artis Alay

"Angka putus sekolah di sini rendah, tetapi kami terus berupaya untuk mencegah," kata Kepala Disdikpora Gunungkidul Bahron Rosyid.

Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan, stunting menjadi perhatian serius pemerintah.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi stunting yang cukup tinggi dibanding negara-negara berpendapatan menengah lainnya di dunia. (*)

Markus Yuwono/Kompas.com