Duh, Patah Hati Bisa Memicu Kematian? Simak Penjelasannya

By Winggi, Jumat, 25 Mei 2018 | 15:02 WIB
Sakit hati bisa memicu kematian (kitzcorner)

NOVA.id- Kehilangan orang tersayang memang bisa membuat hati terasa sakit.

Jika tak bisa mengendalikan diri, tentu akan banyak masalah yang akan muncul.

Bahkan disebutkan jika patah hati mampu membunuh secara perlahan.

Hal ini diungkapkan oleh sebuah penelitian di Amerika Serikat.

(Baca juga: Fosil Ini Ungkap Kelompok Mamalia Purba dan Terbelahnya Benua Pangaea)

Penelitian terbaru dari Rice University di Texas menunjukkan bahwa risiko kematian seorang janda bisa meningkat sebanyak 41%, enam bulan setelah ia kehilangan pasangannya.

Studi kecil ini menambah pemahaman mengenai bagaimana rasa duka memengaruhi kesehatan kita.

Juga menjadi pintu pembuka untuk intervensi yang lebih efektif bagi mereka yang baru saja kehilangan nyawa orang terkasih.

(Baca juga: Pahami "Rambu-rambu" Agar Pertemanan Tak Rusak Karena "Politik Kantor")

Meskipun, gagasan mengenai dampak patah hati terhadap kesehatan bukanlah hal baru, namun studi ini yang pertama kali menghubungkan kehilangan dengan sitokin dan variasi detak jantung rendah.

“Enam bulan pertama setelah kehilangan pasangannya, risiko kematian sang janda atau duda meningkat hingga 41%. Lebih penting lagi, 53% dari kematian tersebut disebabkan oleh penyakit jantung,” kata Chris Fagundes, pemimpin penelitian sekaligus asisten profesor fisiologi di Rice’s School of Social Science.

(Baca juga: Erupsi Gunung Kilauea Ciptakan Api Biru di Sekitar Aliran Lava)

Sitokin dan detak jantung

Para peneliti menganalisis kesehatan 32 individu yang telah kehilangan pasangannya selama 89 hari.

Mereka juga menganalisis 33 orang yang sehat. Kedua kelompok ini dites darahnya, dan diminta mengisi kuesioner.

Sebanyak 78% partisipan merupakan perempuan, dan 22%nya laki-laki.

Tim peneliti secara khusus melihat kadar sitokin partisipan. Sitokin berfungsi sebagai penanda inflamasi.

Ia dilepaskan ke aliran darah sebagai respons terhadap infeksi dan peradangan lainnya.

(Baca juga: Astronom: Supernova Mungkin Bertanggung Jawab Atas Kepunahan Masal)

Selain sitokin, para peneliti juga mengukur variabilitas detak jantung partisipan.

Ini merupakan pengukuran waktu antara setiap detak jantung – dilakukan untuk mengetahui apakah ada kelainan kardiovaskular.

Hasilnya menunjukkan, kelompok partisipan yang baru ditinggalkan pasangannya, memiliki kesehatan yang lebih buruk dibanding grup satunya.

Kadar sitokin para janda, 5-7% lebih tinggi. Sementara, variasi detak jantungnya 47% lebih rendah.

(Baca juga: Emisi Gas Rumah Kaca Menyebabkan Kandungan Gizi Padi Berkurang)

Depresi

Tidak hanya itu, kadar gejala depresi partisipan yang kehilangan pasangannya pun lebih tinggi 20% dibanding mereka yang tidak.

Dr. Ellen Carni, psikolog di New York dengan spesialisasi membantu pasien yang pernah mengalami kehilangan, menjelaskan bahwa ia tidak terlalu kaget dengan hasil studi tersebut.

Menurut dr. Carni, masalah kesehatan bisa muncul tiba-tiba pada janda atau duda.

Tingkat keparahannya bergantung dengan bagaimana hubungan dengan pasangan mereka, serta ketahanan diri sendiri.

(Baca juga: Ini Cara yang Bisa Dilakukan Agar Tidak Gampang Mengantuk Saat Puasa)

“Saya pernah melihat janda yang pulih dengan cepat setelah kehilangan pasangannya. Namun, ada juga yang sulit karena mereka telah menikah selama puluhan tahun,” katanya.

“Ada juga yang sudah mengalami gangguan kesehatan ketika pasangannya sekarat. Mereka tahu akan segera kehilangan teman hidup,” pungkas dr. Carni. (*)

(Artikel ini sudah pernah tayang di laman National Geographic Indonesia dengan judul Bahaya Patah Hati: Kita Bisa Meninggal Setelah Kehilangan Pasangan)