Punya Elektronik Bekas? Eits, Jangan Asal Buang, Taruh Sini Saja!

By Healza Kurnia, Kamis, 2 Agustus 2018 | 18:30 WIB
Rafa Jafar, penggagas e-waste RJ yang khusus menerima sampah-sampah elektronik (dok. pribadi)

NOVA.id - Coba hitung, berapa banyak barang elektronik di rumah kita?

Terpikirkah kita bahwa gadget itu juga bisa menghasilkan sampah?

Ya, namanya sampah elektronik atau sering disebut-sebut sebagai e-waste.

Masalahnya, apakah sampah elektronik itu cukup berbahaya bagi kita dan keluarga?

Jika sampah elektronik ini tidak diolah dengan benar, justru bisa memberikan dampak negatif bagi manusia.

(Baca juga: Meghan Markle Jadi Pengiring Pengantin Priyanka Chopra, Bagaimana Aturan Istana?)

Baterai sebagai sumber utama barang elektronik menjadi sampah elektronik yang paling banyak dan menjadi ancaman serius bagi lingkungan dan kesehatan manusia.

Hal ini karena baterai mengandung Bahan Berbahaya Beracun (B3).

“Masih banyak orang tidak tahu bahwa racun di dalam baterai itu berdampak kepada lingkungan,” ujar Rafa Jafar, aktivis muda di bidang lingkungan.

Seperti kita tahu, ada dua jenis baterai yang umum digunakan, yaitu baterai primer (sekali pakai) dan baterai sekunder (baterai rechargable).

Baterai menggunakan logam berat seperti timbal, merkuri, mangan, nikel, lithium, dan kadmium yang dalam jumlah kecil pun bisa berbahaya.

Jika zat-zat di atas masuk ke dalam tubuh manusia, maka bisa menyebabkan gangguankesehatan yang sangat serius seperti dapat merusak otak dan sistem saraf.

(Baca juga: Bukan Penanda Kenikmatan, Ini 5 Hal yang Perlu Diketahui Tentang Orgasme)

Memang dampak ini adalah dampak jangka panjang.

Maka tak heran banyak orang yang belum menyadarinya.

Masalahnya, menurut RJ, sapaan akrab Rafa masyarakat sekarang ini cenderung berperilaku konsumtif.

Jika ada barang yang rusak, maka jarang memperbaikinya dan memilih untuk menggantinya dengan barang yang baru.

Perilaku seperti itu justru menimbulkan makin banyak barang elektronik yang tidak terpakai dan menjadi sampah elektronik.

(Baca juga: Andai Benyamin Sueb Masih Hidup, Mungkin Seperti Ini Wajahnya Sekarang)

Sementara itu, banyak juga orang yang sembarangan memperlakukan sampah elektronik.

Misalnya membiarkan baterai bekas pakai di rumah, menguburnya di dalam tanah, bahkan membakarnya.

Jika sampah baterai ini ditimbun di dalam tanah tanpa teknik yang tepat, maka bisa membuat lingkungan tercemar dan berpengaruh pada kesehatan manusia.

Lalu apa yang bisa kita lakukan?

Memang kita belum punya perusahaan besar pengolah limbah elektronik di negeri ini.

(Baca juga: Ternyata Baking Soda Ampuh Usir Bau Tak Sedap Organ Kewanitaan loh!)

Meski begitu, kita tak perlu khawatir, karena kita juga bisa berbuat sesuatu untuk menyikapi makin banyaknya sampah elektronik.

Sebelumnya, kita harus memahami dulu perbedaan dan jenis-jenis sampah.

Ada sampah organik, anorganik, dan sampah elektronik.

Jangan campur sampah-sampah ini ke dalam satu tempat, tapi pisah dan pilahlah menurut jenisnya.

Jika sudah terkumpul banyak, kita bisa tampung dalam satu dropbox khusus sampah elektronik.

Wadah ini bisa terbuat dari kayu ataupun akrilik sesuai kebutuhan.

(Baca juga: Bayi Ini Dijuluki Superhero Kecil Karena Tanda Lahirnya, Kok Bisa?)

Dropbox tersebut bisa ditempatkan di mana saja, yang penting sampah elektronik itu jangan disatukan dengan sampah biasa.

Dropbox sampah elektronik (dok. Pribadi)

Nah, jika dropbox sudah penuh, bisa langsung diserahkan ke e-waste dropzone yang tersebar di beberapa lokasi, salah satunya stand khusus yang digagas Pemprov DKI untuk menampung pembuangan sampah elektronik, setiap Minggu di acara Car Free Day.

Nantinya, sampah-sampah tersebut akan disalurkan pada perusahaan pengolah elektronik untuk didaur ulang dan meminimalkan bahayanya pada lingkungan.

“Tahapannya itu dipilah dulu, kan banyak tuh sampah elektronik. Pisahin handphone dengan handphone, kabel dengan kabel, TV, laptop. Setelah itu, dipisah lagi lebih detail kaca dengan kaca, plastik dengan plastik,” jelas Rafa

(Baca juga: Luar Biasa! Putri Diana Berhasil Kecilkan Pinggang Hingga 10cm Sebelum Pernikahan)

Oh, iya, Rafa sendiri mulai menggerakkan kampanye “E-Waste RJ” sejak 2015.

Lulusan SMP Lab School Kebayoran Baru, Jakarta, ini bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta untuk menyosialisasikan dropbox.

Rafa meluncurkan buku sekaligus berkampanye meredam sampah elektronik (dok. Pribadi)

“E-Waste RJ”. Penulis buku E-Waste: Sampah Elektronik ini juga getol mengampanyekan gerakan peduli sampah elektronik dalam beberapa tahun belakangan, termasuk melalui akun Instagram @e-wasterj.

(Baca juga: Shandy Aulia Buka Suara Soal Dugaan Sule yang Marah Padanya saat Live)

Bagi Rafa, dibutuhkan niat dan komitmen bersama agar sampah baterai ini tidak meluas dan mencemari tanah air kita ini.

Apa rela melihat tempat-tempat indah di Indonesia menjadi tempat sampah beracun, sehingga tidak layak lagi ditempati dan dikagumi?

Ayo, saatnya lebih peduli dengan sampah elektronik, dimulai dari lingkungan keluarga kita dulu.(*)

 

(Maria Ermilinda Hayon)