NOVA.id – Pada Sabtu (22/12/2018) Indonesia kembali dirundung duka, sebuah bencana tsunami terjadi di pantai Anyer, Carita hingga kawasan Tanjung Lesung, Labuhan Banten.
Menurut keterangan, melansir dari BMKG, terrcatat tepat pukul 21.03 WIB Gunung Anak Krakatau mengalami erupsi dengan gempa tremor terus menerus.
Berdasarkan penjelasan Rahmat Triyono dari BMKG, Tsunami Banten disebabkan oleh dua faktor alam. Pertama gelombang tinggi akibat faktor cuaca di perairan Selat Sunda.
Kedua, adanya aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau.
Baca Juga : Istri Aa Jimmy Ditemukan Meninggal Dunia karena Tsunami Banten
Melansir AFP pada Minggu (23/12/2018), gunung api mematikan ini ternyata terlah berada di bawah pengawasan sejak 90 tahun lalu.
Bahkan tercatat dalam daftar pengawasan letusan tingkat tinggi selama beberapa dekade terakhir.
Anak Krakatau telah aktif sejak Juni, dan beberapa kali mengirim gumpalan besar ke langit pada Oktober.
Bahkan, pada bulan Oktober sebuah kapal wisata sempat hampir ditabrak oleh 'bom lava' Gunung Anak Krakatau yang meletus, seperti diwartakan South China Morning Post.
Baca Juga : Sejumlah Bangunan Rusak Berat, Begini Kondisi Pasca Bencana Tsunami Banten dan Lampung
Para Ahli mengatakan, Gunung Anak Krakatau muncul sekitar 1928 di Kaldera Krakatau. Sebuah pulau vulkanik yang muncul sejak meletusnya Gunung Krakatau pada tahun 1883.
Dengan aliran lava berikutnya, gunung ini tumbuh dan kini berada di ketinggian sekitar 300 meter (1.000 kaki) di atas permukaan laut.
Sejak kelahirannya, Anak Krakatu telah berada dalam aktivitas erupsi semi-terus menerus, tumbuh lebih besar karena mengalami letusan setiap dua hingga tiga tahun sekali, kata profesor vulkanologi Ray Cas dari Monash University Australia.
Baca Juga : Update Tsunami Banten: 281 Meninggal, 1.016 Luka-Luka, dan 57 Hilang
"Sebagian besar, letusan relatif kecil pada skala letusan eksplosif, dan juga menghasilkan aliran lava," tambah profesor Ray Cas.
Pulau di sekitaran Anak Krakatau ini telah menjadi kawasan terlarang untuk di tinggali tetapi menjadi kawasan populer bagi peneliti dan ahli vulkanologi.
Ketika Krakatau meletus pada 27 Agustus 1883, ia menembakkan hujan abu hingga lebih dari 20 kilometer ke udara, dalam serangkaian ledakan yang terdengar hingga 4.500 kilometer mencapai Australia.
Baca Juga : 12 Jam Terjebak di Reruntuhan Kayu Saat Tsunami, Anak 5 Tahun Ini Menangis Minta Pulang
Selain itu, secara geografis, Indonesia berada di persimpangan tiga lempeng benua yang berdesakan, di bawah tekanan besar.
Hal itu membuatnya sangat rentan terhadap gempa bumi dan letusan gunung berapi.
Saat ini Indonesia memiliki hampir 130 gunung aktif yang membentuk sebagian besar dari 'Cincin api' pasifik.
Baca Juga : Kemungkinan Penyebab Tsunami Banten, Mulai dari Erupsi Hingga Volcanogenic Tsunami
Busur aktivitas seismik yang kuat yang membentang dari Jepang yang rawan gempa melalui Asia Tenggara dan melintasi lembah Pasifik.(*)
Artikel ini telah tayang di intisari.grid.id dengan judul Aktivitas Vulkanik Anak Gunung Krakatau Ternyata Terjadi Sejak 1928, Semengerikan Inikah Anak Krakatau?
KOMENTAR