NOVA.id - Sebagai seorang yang baru saja memasuki masa transisi dari remaja menjadi dewasa, cobaan dan pilihan hidup silih berganti.
Seorang laki-laki yang baru berusia 22 tahun ini bahkan merasa tertekan dengan hubungan ibu dan adiknya yang sering bertengkar.
Lantas, apa solusinya menghadapi kenyataan demikian berdasarkan psikolog seperti yang diwartakan NOVA edisi 1622.
Baca Juga : Kisah Tragis Pembunuhan Model Molek Selingkuhan PM Malaysia, Jasadnya Diledakan dengan Bom Militer!
Yth. Bu Rieny
Bu, saya Sa, saya ini kakak laki-laki dari adik perempuan saya yang bernama T (22), adik saya ini entah kenapa selalu bertengkar dengan ibu, kami tinggal bertiga, karena ayah saya sudah bercerai dengan ibu beberapa tahun yang lalu, dan dia sudah menikah kembali.
Saya sebagai laki-laki di rumah terkadang tertekan dengan pertengkaran adik dan ibu saya, ibu saya dengan pemikirannya, adik saya dengan pemikirannya, tidak pernah sama, sehingga selalu bertengkar.
Untuk hal-hal kecil saya selalu bertengkar, misalnya masalah melipat baju, adik saya memiliki caranya sendiri untuk melipat baju, tapi ibu saya merasa cara yang adik saya lakukan itu salah, ibu kekeh mewajibkan adik melipat baju sesuai dengan caranya, saya melihatnya pusing, karena, di mata saya baju tersebut sama saja terlihat rapi, untuk apa hal seperti itu diperdebatkan.
Baca Juga : Ketegaran Annisa Pohan Runtuh, Air Matanya Bercucuran Ceritakan Kondisi Ani Yudhoyono
Sebenarnya adik saya ini tidak pernah membangkang, dia melakukan apa yang diperintahkan oleh ibu, tapi ibu yang terkadang selalu memaksakan kehendaknya, misalnya ketika ia menyuruh saat itu, harus dilakukan saat itu juga tidak bisa dinanti-nanti, padahal adik saya sedang melakukan suatu hal.
Sekali waktu mereka bertengkar hebat, diakhiri dengan adik saya mengancam akan pergi dari rumah, sebenarnya adik saya tidak pergi jauh, dia hanya menumpang di rumah temannya, ketika adik saya berhari-hari tidak pulang, ibu selalu mencarinya dan meminta saya untuk menyuruhnya pulang, tapi ketika pulang, mereka bertengkar lagi.
Sebenarnya sikap marah-marah ibu itu bukan hanya kepada adik, saya pun sering dimarahi, padahal umur saya ini sudah hampir kepala tiga, ibu masih memperlakukan saya seperti anak kecil yang tidak bertanggung jawab, padahal tanpa sepenglihatan ibu, saya dan adik sudah menjalankan apa yang dia mau, prestasi kami pun tidak jelek-jelek amat.
Baca Juga : Menantu Ani Yudhoyono Rindu, Aliya Rajasa: Kita Terpisah Sebentar ya Memo
Saya tidak pernah melawan balik kepada ibu, seperti adik saya yang dengan lantang bisa melawannya, di satu sisi saya selalu memikirkan bahwa bagaimanapun dia tetaplah ibu saya, saya hanya coba untuk bersabar, namun saya melampiaskan kekesalan saya dengan mabuk-mabukan bersama dengan teman-teman.
Terkadang saya berpikir, mungkin ibu marah kepada saya dan adik saya akibat semua kejadian yang menimpanya, tapi ini, kan, bukan salah kami, ya, Bu? Kenapa kami yang harus menanggung akibatnya?
Apa Bu Rieny punya solusi? Karena kalau untuk bersabar rasanya sudah, mengomunikasikan apa yang dirasakan pun sudah, tapi tidak ada perubahan.
Sam – Jakarta
Baca Juga : Dituding Tak Sayang Aurel dan Azriel, Krisdayanti: Aku Bikin Kontrak Mati dengan Anang
Ananda Sam Yth.,
Senang sekali membaca cerita bahwa Anda mencoba untuk selalu bersabar karena ia adalah Ibu Anda, jarang lho, anak laki-laki yang punya tingkat kesabaran seperti Anda, akan tetapi sayangnya, saya kok menduga bahwa yang Anda katakan sabar sebenarnya bukanlah sabar dalam artian positif, yaitu, menunda respon, untuk meraih manfaat yang lebih maksimal ketimbang Anda langsung berteriak atau menyerang ibu, seperti yang dilakukan adik, mengapa saya katakan demikian? Karena, kalau memang mekanisma sabar yang bekerja dalam diri Anda adalah sesuatu yang positif sifatnya, sehingga berdampak positif juga untuk Anda, Anda tidak butuh minuman keras dan mabuk-mabukan untuk melampiaskan kekesalan Anda, bukan begitu?
Memang rasanya neraka bangetlah, ya, kalau satu-satunya orangtua yang kita miliki, karena ibu single parent, emosinya labil plus agresif pula, cuma dia yang kita miliki, dan menurut Sam, Anda juga sudah melakukan banyak hal untuk menyadarkan ibunda, menghadapi orang sulit (difficult people) seperti ibunda memang hanya menyajikan bebrapa pilihan yang tidak semuanya juga menyenangkan dan membuat nyaman, yang pertama, adalah seperti yang Sam lakukan, membiarkan, mencoba tidak merespon secara spontan, dan tak berpeluang untu menasihati apalagi mengajak ibunda mengubah dirinya, yang kedua, seperti adik T, menyerang balik, attack, marah, bahkan lari dari rumah untuk menghindar dari ibu yang jadi sumber permasalahan.
Akan tetapi, Anda sudah merasakan sendiri, bukan, kedua hal ini tak mengasilkan perubahan apa pun pada tiga orang yang terhubung karena ikatan darah ini, enak sekali kalau yang suka marah adalah ibu kos ya, kita tinggal pindah saja, tetapi mana bisa kita tukar ibu kandung kita?
Baca Juga : 11 Tahun Bercerai, Yuni Shara Sebut Henry Siahaan: Papanya Anak-anak...
Ternyata, kedua model solusi di atas tidak efektif, ya, Sam, nah, karena konflik, pertengkaran selalu melibatkan dua orang atau lebih, maka solusi yang tersedia untuk terjadinya perubahan ke arah positif, hanya satu kan, ya? Sam dan adik T yang mengubah diri, lho, kan yang sumber masalah adanya di ibu? Benar, tapi ketika kita tidak bisa berharap darinya, sehingga tidak ada perubahan, kitalah yang seharusnya berinisiatif, saya tidak mau memakai kata berkorban, mengalah, karena memang bukan itu, karena ini berarti kita memberikan kendali diri kita ke orang lain, walau itu ibu sendiri.
Buat apa hidup kalau kita tak memiliki diri kita sendiri, kan? Kok ekstrem, Bu Rieny? Sebenarnya saya hanya mau ring the bell ke benak Sam dan adik T bahwa yang memiliki Anda, adalah diri Anda sendiri, hal kedua, sama seperti individu lain di dunia ini, Anda punya segala hak untuk merasa nyaman, mandiri, dan merdeka menentukan pilihan hidup yang beranggung jawab, dalam kaitan dengan ini, jelas ya Sam, mabuk-mabukan bukanlah pilihan yang bertanggung jawab, demikian pula, minggat dari rumah.
Hadapi Sam, hadapi adik T, tetapi kali ini dengan cara yang berbeda, yaitu, saat saya ring the bell dan Anda memahaminya, Anda mau juga, kan, menerima kenyataan bahwa satu-satunya yang akan mengubah semua ini adalah bila Anda dan adik T yang berubah.
Mula-mula, cermati dahulu apa sih yang paling membuat ibu marah? Bisakah ini dihindari? Misalnya, kalau ibu menyuruh, kerjakan saja segera, Dik T, biasanya ibu model begini, bukan utamanya mementingkan hasil upaya si anak memenuhi permintaannya, ia lebih fokus pada pembuktian bahwa anaknya mendengarkan dan patuh padanya, memang, keseluruhan perilaku menyebalkan ibunda, akarnya menurut saya adalah dia gagal happy dengan dirinya sendiri.
Ia belum berhasil move on dari perceraiannya, dan masih saja meletakkan peristiwa perceraiannya dahulu dalam konteks win-loose di mana beliau adalah the looser, karena itu, untuk memelihara egonya, Anda berdualah yang jadi objek untuk membuktikan bahwa dia layak didengar, diperhatikan, dan—ini yang paling kasihan—disayangi.
Tentunya Sam akan mengatakan, jauh panggang dari api, Bu Rieny, bagaimana bisa sayang kalau setiap saat hanya kata-kata negatif yang keluar dari mulut ibu? Nah, barangkali, ini juga yang pernah dialami ayah dulu, susah menemukan hal positif di diri istrinya dan sukar pula memperoleh pengalaman positif yang menyenangkan sehingga sesuatu di luar rumahlah yang lebih menjanjikan semua itu.
Baca Juga : Kabar Terkini Jerry Yan, Personel F4 Meteor Garden yang Masih Betah Melajang di Usia 40 Tahun
Tapi, kita tidak membahas perceraian, kan, ya? Kembali ke Anda dan adik, setelah tahu dengan jelas peta kemarahan ibunda, cobalah untuk mencermati agar penyebab marah tidak muncul dari Anda dan adik, kalau maunya segera dikerjakan, lakukan saja dengan mengatakan pada diri: kalau ini aku lakukan yang untung aku, bukan berarti Mama menaklukkan aku, karena ibu lalu tak punya alasan untuk marah, kan? Lakukan hal sama untuk objek marah lainnya.
Masih marah juga? Sekarang kembangkan sikap tidak melawan, tetapi juga bukan mengalah, kalau sudah dikerjakan yang ia minta dan masih marah, sebenarnya wajar banget kalau kita ingin meledak juga, tapi ingat kata Bu Rieny, jangan pernah terpancing, ibunda akan senang sekali kalau Anda juga marah, karena ini memberi dia peluang untuk lebih marah lagi, yang efektif adalah diam.
Semoga berhasil, ya, Sam. (*)
Penulis | : | Tiur Kartikawati Renata Sari |
Editor | : | Winggi |
KOMENTAR