Level kemarahan ini digunakan untuk memberi batas bagi para orangtua terlebih ibu dalam meluapkan amarahnya pada kesalahan yang dibuat oleh anak.
“Misalnya, anak enggak membersihkan kamar, tapi kita marahinnya kayak anak bolos sekolah. Beda kan, ya, levelnya. Jadi, semua levelnya itu jangan disamakan.
Semua masalah levelnya level sepuluh, padahal sebenarnya level dua aja bisa, lagipula buat apa harus marah sampai berapi-api di level sepuluh terus?,” ungkap Ajeng.
Baca Juga : Meski Kewalahan, Ibu Ini Tetap Semangat Rawat 44 Anak Kandungnnya Seorang Diri
“Nanti jadi percuma soalnya, anak juga jadi enggak paham, yang dia tahu nanti adalah apapun yang dia lakukan, orangtua akan marah sampai level sepuluh.
Jadi, akhirnya dia enggak takut dengan orangtuanya karena udah ketebak marahnya akan seperti itu. Lama-lama terbiasa, kan,” tambahnya.
Memang yang namanya teguran itu tetap harus diberikan jika anak melakukan kesalahan.
Baca Juga : Sah! Fadel Islami Beri Mahar Emas dan Berlian, Muzdalifah Nikah untuk Keempat Kalinya
Penulis | : | Maria Ermilinda Hayon |
Editor | : | Winggi |
KOMENTAR