NOVA.id - Sebagai orangtua, dalam mendidik anak ada kalanya tanpa sadar melakukan tindakan atau mengucapkan kata-kata yang bisa menyakiti hati anak dan bahkan mengganggu kesehatan mentalnya.
Apalagi, saat anak melakukan kesalahan. Orangtua sering menunjukan rasa amarahnya dengan ucapan dan tindakan yang kurang baik bagi anak.
Padahal, ucapan yang jahat dengan konotasi buruk bagi anak dapat membuat anak memiliki persepsi atau konsep diri sesuai dengan apa yang diucapkan.
Baca Juga : Tanya Jawab Psikologi NOVA: Saya Merasa Hampa Luar Dalam, Kenapa?
Bahkan, juga akan memiliki persepsi yang buruk pada orangtua.
Memang, terkadang sulit untuk mengendalikan emosi saat melihat anak melakukan sebuah kesalahan.
Apalagi, jika sudah sangat kesal.
Namun, jika pun harus menegur sampai memarahinya, lakukanlah hal tersebut dengan kasih sayang.
Lalu, bagaimana caranya?
Baca Juga : Aurel Hermansyah Berhijab Syar'i, Ria Ricis: Cantik Banget Doain ya!
Memarahi anak bukan berarti kita memaki atau merendahkan harga diri anak.
Sebab, anak juga memiliki perasaan, yang mungkin dapat terluka jika dihujani ucapan yang negatif, terlebih terlontar dari mulut orangtuanya sendiri, apalagi seorang ibu.
Jika memang terpaksa memarahi anak, cobalah untuk fokus pada kesalahan yang dibuat oleh anak dengan memberikan teguran dan pengertian dengan kasih sayang.
Baca Juga : Ivan Gunawan Bagikan Momen Bak Akad Nikah, Caren Delano Bongkar Fakta di Baliknya
Bukan dengan memaki dengan segala ucapan yang tak ada hubungannya dengan kesalahan yang dilakukan anak.
“Sebaiknya fokus, ya, terhadap kesalahan apa yang dilakukan anak. Misalnya, orangtua marah karena anaknya main terus. Biasanya akan dimarahi, kamu nih main terus, kamu nih males, kamu nih bodoh, dan sebagainya. Itu enggak bener. Kan bisa dengan teguran yang memberi pengertian seperti, kamu kan udah main dari tadi, yuk kita melakukan hal lain, gitu,” ujar Ajeng Raviando, M.Psi., Psikolog Anak dari Universitas Indonesia
Baca Juga : Sosok Rian Jadi Misteri, Kuasa Hukum Vanessa Angel Buat Sayembara Berhadiah Umrah
Dalam memberikan pengertian, orangtua juga harus paham tahapan tumbuh kembang anak.
Kenapa?
Karena cara komunikasi dengan anak sangat tergantung dengan fase tumbuh kembangnya.
Baca Juga : Diam-Diam Kerap Ambil Properti Syuting Avengers, Chris Hemsworth Diprotes Sang Istri
Hal ini untuk menghindari kesalahan komunikasi dalam memberikan teguran pada anak.
“Jadi, misalnya anak lima tahun diomelin sama orangtua, tapi ngomelinnya kayak anak umur 10 tahun atau 18 tahun. Ya, kan anaknya enggak ngerti. Nah, itu bisa jadi karena ibunya tidak paham tahap tumbuh kembang anaknya sudah sampai mana, kan kasian anaknya,” jelas Ajeng.
Selain itu, menurut Ajeng, orangtua juga harus memiliki level kemarahan.
Baca Juga : Resmi Menikah, Muzdalifah dan Fadel Islami Tak Gelar Resepsi dalam Waktu Dekat! Ada Apa?
Level kemarahan ini digunakan untuk memberi batas bagi para orangtua terlebih ibu dalam meluapkan amarahnya pada kesalahan yang dibuat oleh anak.
“Misalnya, anak enggak membersihkan kamar, tapi kita marahinnya kayak anak bolos sekolah. Beda kan, ya, levelnya. Jadi, semua levelnya itu jangan disamakan.
Semua masalah levelnya level sepuluh, padahal sebenarnya level dua aja bisa, lagipula buat apa harus marah sampai berapi-api di level sepuluh terus?,” ungkap Ajeng.
Baca Juga : Meski Kewalahan, Ibu Ini Tetap Semangat Rawat 44 Anak Kandungnnya Seorang Diri
“Nanti jadi percuma soalnya, anak juga jadi enggak paham, yang dia tahu nanti adalah apapun yang dia lakukan, orangtua akan marah sampai level sepuluh.
Jadi, akhirnya dia enggak takut dengan orangtuanya karena udah ketebak marahnya akan seperti itu. Lama-lama terbiasa, kan,” tambahnya.
Memang yang namanya teguran itu tetap harus diberikan jika anak melakukan kesalahan.
Baca Juga : Sah! Fadel Islami Beri Mahar Emas dan Berlian, Muzdalifah Nikah untuk Keempat Kalinya
Baca Juga : Resmi Jadi Mertua Muzdalifah, Ayah Fadel Islami Komentari Perbedaan Usia Anak dan Mantunya
Namun perhatikan juga bagaimana cara mengomunikasikan apa yang Sahabat NOVA harapkan dilakukan oleh anak.
Lakukanlah dengan rasa kasih sayang dan bukan amarah yang meledak.
Ingat, si kecil juga punya perasaan yang sama seperti kita, lo. (*)
Penulis | : | Maria Ermilinda Hayon |
Editor | : | Winggi |
KOMENTAR