NOVA.id – Tingkat literasi masyarakat Indonesia masih dalam angka menyedihkan.
Kita pun menjadi negara terbelakang soal urusan literasi.
Data The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menunjukkan, budaya membaca di Indonesia termasuk yang paling rendah dari tahun ke tahun.
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani, untuk mengejar kemampuan membaca saja, kita butuh 45 tahun, dan mengejar ketertinggalan Sains, dibutuhkan waktu 75 tahun.
Untuk mendukung percepatan ketertinggalan tersebut, dan sebagai inisiator gerakan literasi Indonesia Cinta Membaca, Tanoto Foundation mengadakan diskusi bertema Manfaat Storytelling Untuk Perkembangan Karakter Anak, Rabu, 30 September 2020.
Acara ini sekaligus dukungan bagi pemerintah dalam mewujudkan anak-anak Indonesia yang cerdas.
Baca Juga: Ide Kegiatan Anak Selama Pandemi, Dijamin Kita Nggak Bingung Lagi
“Bicara soal literasi sebenarnya bukan hanya kemampuan membaca tapi juga memahami membaca. Saat ini belum banyak diterapkan kebiasaan membaca di usia dini. Apalagi sekarang anak-anak lebih akrab dengan gadget, dan kebiasan mendongeng juga berkurang. Kita ingin ada gerakan literasi Indonesia Cinta Membaca, memastikan agar anak-anak punya kebiasaan membaca usia dini,” jelas Eddy Hendry, Head of Early Childhood Education and Development Tanoto Foundation.
Salah satu kegiatan Indonesia Cinta Membaca adalah mengadakan kompetisi membaca di mana kegiatan membaca bisa menjadi kebiasaan yang menyenangkan.
“Tujuan utama kami adalah kami ingin setiap anak mencapai potensi penuh belajar mereka dan ini selaras dengan dukungan kami pada pemerintah untuk menekan angka stunting. Bicara stunting bukan soal gizi saja tapi juga aktifnya pola asuh dan kualitas pengasuhan orangtua dan di sekolah,” jelas Eddy.
Baca Juga: Catat, Ini 6 Poin Penting Beri Makanan Pendamping ASI dari Ahlinya
Otak manusia berkembang sangat pesat di 1000 hari pertama kehidupan.
Ini adalah masa-masa krusial dalam tumbuh kembang anak karena sinaps yang terbentuk pada usia ini sangat cepat. Jadi sebenarnya usia dini adalah investasi yang sangat besar.
Menurut Eddy, membaca adalah salah satu stimulasi untuk memaksimalkan perkembangan otak anak.
Baca Juga: Orangtua Cium Bibir Anak Tuai Pro dan Kontra, Begini Penjelasan dari Ahli
Di negara-negara maju, minat baca sudah dimulai jauh sebelum mereka bisa membaca. Hasilnya, anak-anak yang suka membaca tidak memiliki kesulitan ketika bersekolah.
Sebaliknya, anak yang tidak suka membaca ternyata dikaitkan dengan tingkat kriminalitas yang cenderung lebih tinggi ketika mereka dewasa.
Satria Dharma, penggagas Gerakan Literasi Sekolah yang sudah dimulai sejak 2005 dan saat ini sudah menjadi program nasional menambahan, perlu ada kesadaran akan pentingnya penguasaan literasi membaca sejak dini, oleh semua pihak.
Baca Juga: Orangtua Cium Bibir Anak Tuai Pro dan Kontra, Begini Penjelasan dari Ahli
“Reading is the heart of education. Anak yang tiap hari sekolah tapi tidak membaca, sebenarnya dia tidak mendapat pendidikan. Tidak ada gunanya guru berbicara dan mengajar setiap hari, karena dengan hanya mendangar maka anak-anak tidak mendapat pendidikan,” jelasnya.
Dampak dari budaya literasi yang rendah, menurut Satria Dharma, bisa dilihat dari status Indonesia sebagai pengirim buruh migran terbesar.
TKI Indonesia sudah mencapai 9 juta. “Karena kemampuan literasi kita rendah, kita tidak mampu menggerakkan roda perekonomian negara kita sendiri,” jelas Dharma.
Literasi rendah juga mengakibatkan hoax dan hate speech merajalela.
Menurut Dharma, sebenarnya anak-anak Indonesia memiliki minat baca yang sama besarnya dengan negara lain.
Lalu apa masalahnya? Ternyata sejak kecil, dan selama sekolah, anak-anak Indonesia tidak diwajibkan membaca buku.
Baca Juga: Mengenal Efusi Pleura, Penumpukan Cairan di Paru-Paru yang Dialami Istri Indra Bekti
Bandingkan dengan di Thailand. Siswa SMA di sana wajib membaca 5 judul buku, di Amerika Serikat 32 judul buku.
“Di SMA Indonesia, 0 judul. Ini fakta yang sangat menyakitkan. Jadi anak-anak kita rabun membaca dan tidak menulis. Prestasinya rendah. Dari 41 negara, kita hanya peringakt 39 PISA,” ujar Dharma.
Bagaimana Memulai Budaya Membaca?
Pendongeng Awam Prakoso memberikan tips, seperti saat ia mendirikan Kampung Dongeng Indonesia.
Upayakan mulai membiasakan membaca dari tingkat keluarga.
“Seperti membakar obat nyamuk dari tengah lama-lama meluas sampai tingkat kelurahan, kecamatan, dan seluruh negeri,” ujarnya.
Baca Juga: Terapkan Formula 21/9 untuk Anak agar Bisa Adaptasi Kebiasaan New Normal
Buku, lanjut Awam, bisa menjadi satu alternatif yang bisa dimanfaatkan untuk memberikan edukasi pada anak-anak.
Orang tua bisa membacakan buku cerita, atau bahkan mendongeng sejak untuk anaknya di usia sedini mungkin.
Tanoto Foundation memulainya dengan pelatihan storytelling bagi pengajar PAUD di beberapa kota, seperti Jakarta, Kutai Kartanegara dan Pandeglang.
Baca Juga: Wow Ternyata Ini Manfaat Ajak Anak Bermain Lewat Ragam Pekerjaan Rumah Tangga
Tanoto Foundation juga bekerja sama dengan Nila Tanzil, Pendiri Taman Bacaan Pelangi, serta mengajak organisasi-organisasi lain untuk menjadi gerakan bersama.
Kegiatannya antara lain storytelling di sosial media seperti Intagram Live setiap minggu.
Membangun minta baca sejak dini sangat penting untuk tumbuh kembang anak dan memengaruhi masa depan anak saat dewasa.
Membaca 15 menit ternyata memperkaya kosa kata anak hingga 1 juta kata setiap tahunnya. Anak yang rajin membaca ternyata 1 tahun lebih maju. Selain itu membantu meningkatkan IQ anak hingga 6 poin.
Baca Juga: Anak Mulai Bertanya soal Seks? Jangan Panik, Beri Pemahaman yang Tepat dengan Cara Ini
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)
Penulis | : | Tentry Yudvi Dian Utami |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR