NOVA.id - Banyak pihak mengembangkan vaksin Corona namun Sarah Gilbert menjadi istimewa karena menolak hak paten atas mahakarya vaksin AstraZeneca.
Melansir dari Kompas.com, Sarah Gilbert merupakan ilmuwan Inggris yang berjasa dalam pengembangan vaksin AstraZeneca. Ia bukan hanya cerdas namun memiliki rasa kemanusiaan tinggi yang layak dijadikan inspirasi.
Vaksin Covid-19 menjadi salah satu terobosan terbesar sains dalam melawan pandemi yang telah berlangsung hampir dua tahun.
Baca Juga: Dokter Grace Hananta Pilih Holistik Agar Pasien Sembuh Sempurna
Masyarakat yang sudah mendapatkan vaksin mendapat perlindungan lebih baik dari risiko infeksi virus.
Meski digunakan oleh seluruh warga dunia, tidak banyak publikasi soal tim yang berjasa di balik proses pengembangan vaksin tersebut.
Baru kali ini, publik berkesampatan mengenal Sarah Gilbert, salah satu penemu vaksin AstraZeneca (AZ) lewat video yang viral di media sosial.
Bukan hanya kerja kerasnya pada ilmu pengetahuan, ada banyak fakta inspiratif lainnya dari Profesor Vaksinologi Universitas Oxford ini yang layak diketahui antara lain:
Baca Juga: Mengenal NAZ3, Trio Remaja yang Siap Ramaikan Musik Indonesia
Relakan hak paten demi kemanusiaan
Sebagai penemu vaksin yang sangat dibutuhkan saat ini, Sarah sebenarnya bisa mendulang banyak keuntungan. Namun ia menolak kemungkinan itu dengan menolak mematenkan dan mendapatkan royalti atas karyanya tersebut.
"Saya ingin buang jauh-jauh gagasan itu (mengambil hak paten penuh), agar kita bisa berbagi kekayaan intelektual dan siapa pun bisa membuat vaksin mereka sendiri," ujar wanita berusia 59 tahun itu kepada parlemen Inggris, berdasarkan pemberitaan Reuters, Maret lalu.
Sesuai dengan keinginan penemunya, AstraZeneca membuat persetujuan dengan Oxford untuk tidak mengambil profit dari vaksin corona buatan mereka.
Membuat vaksin AZ jadi jauh lebih murah
Keputusan Sarah berpengaruh membuat harga vaksin AZ jauh lebih murah dibandingkan merek lainnya.
Berdasarkan laporan BBC, biaya produksi untuk satu dosis vaksin ini hanya berkisar 4 dollar AS. Bandingkan dengan Moderna atau Pzifer yang mencapai puluhan dollar AS.
Meski demikian, efikasi atau kemanjuran vaksin AstraZeneca cukup tinggi hingga 92 persen, termasuk mampu mencegah varian Delta yang dianggap paling berbahaya.
AstraZeneca menyatakan baru akan menentukan harga setelah pandemi Covid-19 usai ketika semua kebutuhan telah tercukupi.
Baca Juga: Fakta Menarik, Ternyata Penemu Negara Singapura Orang Palembang!
emperkenalkan semua anggota risetnya
Sarah Gilbert memimpin tim riset khusus untuk mempercepat proses pengembangan vaksin Covid-19 karena urgensinya yang tinggi.
Ketika mendapatkan apresiasi publik, ia tak ragu membagi kebanggaan tersebut kepada sejumlah anggota timnya.
Dalam video yang dirilis Deutsche Bank, ia memperkenalkan anggota tim risetnya yang berasal dari berbagai latar belakang dan menekankan pentingnya kompetensi yang dimiliki oleh setiap individu. Salah satunya, Indra Rudiansyah, WNI yang sedang menempuh studi doktoral di Inggris.
Baca Juga: Rebranding, Victoria's Secret Tunjuk 7 Perempuan Inspiratif Jadi Duta Terbaru
Berdedikasi pada ilmu pengetahuan
Sebagai ahli vaksin Inggris, ia sangat berdedikasi dengan ilmu pengetahuan dengan fokus mengembangkan vaksin melawan influenza dan virus patogen.
Ia menyelesaikan studi ilmu biologi dari University of East Anglia (UEA) pada 198 dan melanjutkan studi doktoral di Universitas Hull dengan penelitian genetika dan biokimia dari Rhodosporidium toruloides.
Sepanjang hidupnya, ia berpartipasi dalam membuat sejumlah vaksin yang berbeda termasuk malaria dan MERS.
Sarah juga mendirikan Vaccitech, perusahaan bioteknologi yang mengembangka vaksin dan imunoterapi untuk berbagai penyakit berbahaya termasuk kanker, hepatitis B, HPV, dan kanker prostat.
Baca Juga: Kisah Desy Windanarni Wilson, Jadi Kartini Masa Kini yang Inspiratif
Memimpin uji coba vaksin ebola
Sarah sudah berpengalaman dalam menangani wabah, bukan hanya Covid-19.
Ia sempat memimpin uji coba pertama vaksin Ebola, wabah yang sempat memburuk di Afrika, pada tahun 2014.
Ia juga memiliki peran yang sama pada wabah MERS, sindrom pernapasan yang sempat merebak di wilayah Timur Tengah.
Baca Juga: Tetap Semangat di Masa Pandemi, Dua Perempuan Ini Berbagi Kisah Inspiratif
Dapat "Standing Ovation" di Wimbledon
Belum lama ini pada 28 Juni lalu, mendapatkan standing ovation sebagai penghormatan dari penonton Wimbledon 2021.
Secara khusus, penyelenggara turnamen tenis paling bergengsi itu mengundang Sarah untuk hadir menyaksikan pertandingan.
Sebelum pertandingan dimulai, penyiar memperkenalkan Sarah sebagai pemimpin pengembangan vaksin anti Covid-19. Dalam narasi tersebut, dikatakan bahwa kinerjanya telah sangat berjasa pada kemanusiaan.
Baca Juga: Tutup Usia, Ini Profil Artis Sekaligus Politikus Jane Shalimar
View this post on Instagram
Ribuan penonton yang hadir memberikan tepuk tangan meriah sembari berdiri sebagai penghormatan atas jasa salah satu co-founder perusahaan bioteknologi, Vaccitech, itu.
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Dinni Kamilani |
Editor | : | Widyastuti |
KOMENTAR