NOVA.id - Selain indah dan memiliki kesan mewah, produk berbahan kulit banyak digemari karena sifatnya yang tahan lama alias awet.
Setidaknya produk kulit bisa bertahan hingga 10 tahun, enggak heran dari dulu sampai sekarang produk kulit punya penggemanya sendiri.
Tidak kalah dengan produk luar, saat ini sudah banyak merek fashion kulit lokal, salah satunya Pepari Leather, merek fashion perempuan yang menyediakan berbagai model tas kulit hingga aksesori.
Sekarang ini meskipun masih dalam kondisi pandemi Covid-19, Pepari Leather tetap eksis dan bisa dibilang sukses memasarkan produknya, lho. Dalam sebulan setidaknya ada 1.800 produk bisa terjual.
“Setiap bulannya kita bisa jual 900 tas dan 900 dompet,” kata Peppy Megawati, Co-Founder
yang juga owner dari Pepari Leather.
Baca Juga: Dari Startup Digital hingga Bisnis Ramah Lingkungan, Ini Ide Berbisnis di Tahun 2022 Jebolan DSC12
Tak Punya Biaya Produksi
Tentu kesuksesan yang kini diraih Pepari Leather tidak ujug-ujug datang begitu saja. Kepada NOVA, Peppy membagikan kisah jatuh bangun dirinya membangun bisnis ini.
“Awalnya kita mulai usaha dari 2013 itu aku bareng sama tante aku, Ariani, bikin produk tas dan dompet. Saat itu, kita masih menggunakan bahan kulit sintetis dan nama brand-nya itu belum Pepari tapi De Culture,” kata Peppy.
Berjalan sekitar 2 tahun, Peppy mulai merasa bisnisnya tidak begitu menguntungkan, apalagi persaingan produk dengan bahan kulit sintetis semakin sulit.
Karena banyaknya gempuran produk dari luar, membuat Peppy harus menyerah jika
harus bersaing dengan harga yang tidak masuk akal.
“Waktu itu daya saing produk sintetis mulai sulit karena bersaing dengan produk luar, seperti Cina
yang impor-impor murah. Kami mulai kesulitan untuk bersaing,” ujar Peppy.
Akhirnya mau tak mau harus mengubah strategi. Tahun 2015, keduanya memutuskan untuk menggunakan nama baru yakni Pepari Leather, yang berarti Peppy dan Ari.
Baca Juga: Pilih Lokal Aja: Kisah Mantan Pramugari yang Terjun ke Bisnis Makeup
View this post on Instagram
Sejak saat itu, produk yang diproduksi fokus pada bahan kulit asli untuk pembuatan tas kulit, dompet kulit, ikat pinggang, hingga aksesori seperti gantungan kunci.
“Kami coba memakai bahan kulit sapi asli yang premium. Dari situ, kita ikut pameran ternyata responnya bagus, walaupun harganya jauh lebih mahal,” ungkapnya.
Pakai Strategi Ritel
Tapi rupanya perubahan itu pun tidak langsung berjalan mulus. Meski permintaan pasar selalu ada, Peppy dan Ariani malah sempat kehabisan modal dan tidak mempunyai dana untuk biaya produksi.
“Banyak cash flow terhambat, banyak uang yang nyangkut di reseller dan sitem reseller kami belum paham betul waktu itu. Jadi, untuk modal produksinya enggak ada,” terangnya.
Kedati demikian, hal tersebut dijadikan pembelajaran bagi keduanya. Selanjutnya mereka mengubah stategi jualan dari konsep reseller menjadi ritel.
Kata Peppy, “Kita banyak belajar, sekarang kita jualannya ritel. Jadi ada uang ada barang, enggak ada ngambil dulu bayar nanti. Alhasil, enggak ada uang terhambat di luar, cash flow-nya lancar.”
Tidak mau cepat puas, selain menjaga kualitasnya, setiap bulan Pepari terus berinovasi dengan selalu menghadirkan satu produk baru.
Hasilnya, bisnis yang dulu babak belur dihajar barang impor ini, kini beromzet minimal Rp400
juta setiap bulannya. Wah, hebat ya!
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)
Penulis | : | Dinni Kamilani |
Editor | : | Widyastuti |
KOMENTAR