“Sebetulnya sama seperti kita melihat bayi. Efek dari menampilkan binatang peliharaan itu mampu membangkitkan emosi, membangkitkan rasa gemas, mungkin juga rasa heran ketika melihat anjing atau kucing melakukan kegiatan tertentu. Ketika polanya mampu membangkitkan emosi dari para followers, kemudian hal itu menjadi semakin intens digunakan, maka bahkan ada petfluencer,” ujar doktor dari Universitas Indonesia itu saat dihubungi NOVA.
Jadi spektrum untuk menggunakan hewan peliharaan sebagai konten jadi sangat berkembang luas karena ada unsur mampu membangkitkan ikatan emosional.
Sehingga tujuan seseorang untuk menjadi pet influencer bisa berbeda satu dengan yang lainnya.
Namun, menurut Firman umumnya ada dua tujuan utama yang biasanya saling berkaitan.
Pertama, menjadi seorang petfluencer untuk tujuan berekspresi atau aktualisasi diri.
Baca Juga: Belajar Ukulele Asyik Bersama UKUiki di Mula Indonesia
Sama halnya dengan membuat konten hobi bersepeda, memasak, atau mendekorasi rumah.
“Ketika ditunjukkan (hewan peliharaannya, red.) maka akan ada respon sosial. Misalnya, dapat pengakuan, Wah hebat punya hewan peliharaan yang bagus dan lucu. Atau mereka yang punya kepedulian menyelamatkan hewan, itu akan mendapatkan respon sosial sebagai orang yang penuh kemanusiaan,” jelas Firman.
Pada akhirnya tujuan ini akan membangkitkan juga pemahaman atau edukasi tentang bagaimana cara memperlakukan hewan dengan benar.
Kedua, selain menjadi ajang berekspresi dan aktualisasi, menjadi petfluencer bisa sekaligus untuk tujuan mendatangkan keuntungan alias uang.
Dengan kemampuan yang dimiliki si hewan peliharaan, kita bisa mengumpulkan massa penonton dan pengikut, menciptakan tren, hingga memunculkan reaksi emosional.
Itu semua sangat menguntungkan untuk membangkitkan trafik demi tujuan pemasaran.
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
Penulis | : | Maria Ermilinda Hayon |
Editor | : | Alsabrina |
KOMENTAR