NOVA.id - Hayo ngaku! Siapa yang hobinya menonton video para pet influencer yang menampilkan kucing, anjing, atau kelinci di media sosial?
Mungkin banyak dari kita yang menghabiskan banyak waktu untuk melihat para anak bulu (anabul) bertingkah dalam video yang dibuat oleh para pet influencer, ya.
Melihat mereka berlarian, tiduran, makan, didandani, atau bermain bisa jadi salah satu solusi healing yang murah meriah bagi kita.
Faktanya, secara psikologis, menonton atau melihat unggahan konten hewan peliharaan memang bisa bikin bahagia, lho.
Pantas saja kita betah berlama-lama.
Beruntung saat ini ada banyak pemilik hewan peliharaan yang sering mengunggah kelucuan para hewannya di media sosial.
Bahkan tak hanya di akun pribadi sang pemilik, banyak juga yang membuatkan akun khusus untuk si hewan peliharaan.
Menariknya, beberapa akun hewan peliharaan mampu menarik banyak perhatian hingga mendulang banyak followers dan cuan.
Salah satunya seperti akun @cicichania98 yang menampilkan kucing lucu bernama Pororo.
Baca Juga: Jadi Pet Influencer Buka Peluang Karier, Berikut Ini Tips dan Trik dari Para Petfluencer!
Dalam kontennya, Pororo biasa didandani dengan pakaian lucu hingga topi dan kacamata oleh sang pemilik.
Hal ini karena sang pemilik memang berjualan pakaian dan aksesori kucing.
Setelah viral karena sempat dikabarkan hilang dan kembali ditemukan, nama Pororo pun kian melejit.
Hingga saat ini jumlah pengikutnya di TikTok mencapai 2,8 juta!
Bahkan salah satu videonya telah ditonton lebih dari 14 juta orang. Angka-angka ini mampu mengubah Pororo menjadi “kucing seleb” yang viral.
Bagi pemiliknya, tentu bisa jadi peluang baik untuk berkarya, ditambah bisa menghasilkan cuan.
Dari kisah Pororo ini, tak mengherankan jika banyak bermunculan influencer hewan peliharaan alias pet influencer.
Mungkin Sahabat NOVA berminat jadi salah satunya?
Tujuan Pet influencer atau disingkat petfluencer adalah seseorang yang mengunggah konten terkait hewan peliharaannya di platform media sosial.
Baca Juga: Sempat Hilang dan Jadi Trending di Media Sosial, Siapa Kucing Pororo?
Sama seperti pembuat konten atau influencer lainnya, setiap gambar atau video dirancang untuk menarik reaksi atau tanggapan dari khalayak.
Petfluencer juga tak terbatas hanya pada kucing, anjing, atau kelinci.
Namun juga termasuk kura-kura, monyet, tupai, hingga hamster yang nyatanya mampu menarik perhatian kita untuk menontonnya.
Menurut Dr. Firman Kurniawan, Pemerhati Budaya dan Komunikasi Digital, fenomena ini dinamakan dengan istilah pet related sosial media content.
“Sebetulnya sama seperti kita melihat bayi. Efek dari menampilkan binatang peliharaan itu mampu membangkitkan emosi, membangkitkan rasa gemas, mungkin juga rasa heran ketika melihat anjing atau kucing melakukan kegiatan tertentu. Ketika polanya mampu membangkitkan emosi dari para followers, kemudian hal itu menjadi semakin intens digunakan, maka bahkan ada petfluencer,” ujar doktor dari Universitas Indonesia itu saat dihubungi NOVA.
Jadi spektrum untuk menggunakan hewan peliharaan sebagai konten jadi sangat berkembang luas karena ada unsur mampu membangkitkan ikatan emosional.
Sehingga tujuan seseorang untuk menjadi pet influencer bisa berbeda satu dengan yang lainnya.
Namun, menurut Firman umumnya ada dua tujuan utama yang biasanya saling berkaitan.
Pertama, menjadi seorang petfluencer untuk tujuan berekspresi atau aktualisasi diri.
Baca Juga: Belajar Ukulele Asyik Bersama UKUiki di Mula Indonesia
Sama halnya dengan membuat konten hobi bersepeda, memasak, atau mendekorasi rumah.
“Ketika ditunjukkan (hewan peliharaannya, red.) maka akan ada respon sosial. Misalnya, dapat pengakuan, Wah hebat punya hewan peliharaan yang bagus dan lucu. Atau mereka yang punya kepedulian menyelamatkan hewan, itu akan mendapatkan respon sosial sebagai orang yang penuh kemanusiaan,” jelas Firman.
Pada akhirnya tujuan ini akan membangkitkan juga pemahaman atau edukasi tentang bagaimana cara memperlakukan hewan dengan benar.
Kedua, selain menjadi ajang berekspresi dan aktualisasi, menjadi petfluencer bisa sekaligus untuk tujuan mendatangkan keuntungan alias uang.
Dengan kemampuan yang dimiliki si hewan peliharaan, kita bisa mengumpulkan massa penonton dan pengikut, menciptakan tren, hingga memunculkan reaksi emosional.
Itu semua sangat menguntungkan untuk membangkitkan trafik demi tujuan pemasaran.
Tak heran beberapa petfluencer akhirnya membuka kerja sama atau jasa endorsement untuk menghubungkan brand dengan target pasarnya.
Bukan hanya brand kecil, brand-brand besar pun mulai banyak yang menggunakan jasa petfluencer.
Lantas, konten apa yang biasanya disajikan oleh petfluencer?
Macam-macam, tergantung jenis hewan peliharaan dan konsep si pemilik.
Ada yang menampilkan konten keseharian si hewan peliharaan, edukasi kebiasaan hewan, meal preparation, tips grooming, rekomendasi pakaian hewan, review hewan peliharaan, dan masih banyak jenis konten lainnya.
Dari sekian banyak jenis konten itu, menurut Firman, konten yang paling banyak mendapat respons adalah gambaran relasi antara hewan peliharaan dengan pemiliknya.
“Jadi ada relasinya, mau bagus atau tidak bagus, tapi menggemaskan. Misalnya, anjing menghancurkan sofa atau kucing memijat pemiliknya, biasanya akan ada tanggapan atau respons yang cukup deras,” jelas Firman.
Dalam konteks ini ada konsep yang disebut antropomorfisme.
Jadi sikap hewan peliharaan dinilai dari sudut pandang manusia, perilakunya dimaknai seperti perilaku manusia.
Meski terlihat lucu dan baik adanya, jangan sampai melampaui batas saat menjadi petfluencer, ya.
Berdasarkan data Digital Civility Indeks tahun 2020, Indonesia adalah negara penyiksa binatang nomor satu di dunia.
Tentu citra buruk ini harus ditepis dengan membangun konten yang bertanggung jawab dan tidak melampaui batas hak hewan sebagai makhluk hidup.
Baca Juga: Ingin Jadi Musisi di Era Digital? Ini Rekomendasi Produk dengan Harga Terjangkau ala Barsena
Memang bagaimana seorang petfluencer dikatakan melampaui batas?
“Ketika pemiliknya berambisi untuk menampilkan sesuai dengan keinginannya tanpa mempertimbangkan kenyamanan dan hak dasar binatang. Itu adalah batas mulai terjadinya eksploitasi,” tegas Firman.
Nah, agar tak sampai melampaui batas, maka Anda wajib tahu langkah-langkah khusus saat ingin menjadi petfluencer yang benar.
Mulai dari mana?
Mulai dari mengenal apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, tahu strategi pembuatan kontennya agar booming, hingga mengetahui bagaimana cara mengendalikan hewan saat hendak membuat konten bersama.
Semua hal itu bisa Sahabat NOVA temukan di artikel-artikel lain seputar pet influencer di Nova.id, ya.
Jangan sampai kelewatan.
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
Penulis | : | Maria Ermilinda Hayon |
Editor | : | Alsabrina |
KOMENTAR