Pertama, kita bisa ajak anak bicara dari hati ke hati, tidak langsung menghakimi tentunya. Kita bisa menanyakan alasan anak melakukan hal tersebut.
Dalam beberapa kasus, mungkin anak akan menyangkalnya, namun sebaiknya orangtua tetap bersabar dan tidak memaksa anak untuk langsung mengaku.
Sambil juga dikomunikasikan kepada anak, terkait dampak buruk perundungan ini, baik itu untuk dirinya, maupun korban.
Ini berlaku baik pada perundungan yang dilakukan secara verbal melalui media sosial ataupun yang dilakukan secara langsung.
“Dalam dialog ini diharapkan ada solusi kira-kira apa yang bisa dilakukan anak untuk menghindari sikap-sikap perundungan,” kata Jasra.
Baca Juga: Hati-Hati! Bercanda Menakut-nakuti, Bisa Ganggu Kesehatan Mental Anak
Kedua, jelaskan kepada anak bahwa perundungan ini sangat menyakitkan bagi korban. Tanyakan juga kepada anak bagaimana perasaannya, jika berada di posisi korban.
Misal, Anda bisa bertanya, “Kakak tahu enggak sih, kalau perundungan ini sangat berbahaya, bahkan bisa bisa bikin orang meninggal? Karena korbannya merasa takut terus-terusan, dia tidak bisa makan sampai sakit, akhirnya bisa meninggal.”
Dengan begitu, anak akan sadar bahwa yang dilakukannya tidak hanya menyakitkan tapi juga bisa menyebabkan kematian bagi si korban.
Terakhir, kata Jasra, “Katakan juga pada anak dampak secara hukum bagi pelaku perundungan. Ketika ada perundungan kemudian korban melapor, maka anak akan berhadapan dengan hukum. Jadi dampak hukum ini disampaikan.”
Namun demikian, ada kasus-kasus tertentu di mana pelaku perundungan sampai mengalami trauma, misalnya karena korbannya meninggal, hingga orangtua tak lagi bisa mengatasinya sendiri.
Untuk kasus ini, Anda bisa meminta bantuan profesional seperti psikolog atau mengadu ke KPAI.
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
Penulis | : | Dinni Kamilani |
Editor | : | Alsabrina |
KOMENTAR