Terakhir, alasan penerapan presidential threshold adalah demi menyederhanakan sistem multipartai melalui seleksi alam.
Jejak presidential threshold
Aturan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden mulai diterapkan di Indonesia sejak Pemilu 2004.
Saat itu untuk pertama kalinya Indonesia melaksanakan pemilihan presiden (pilpres) secara langsung.
Aturan presidential threshold pencalonan presiden mengalami beberapa perubahan ketentuan.
Pelaksanaan pilpres secara langsung tersebut merupakan hasil Reformasi melalui amandemen ketiga UUD 1945, yakni Pasal 6A ayat 1, "Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat."
Selain itu, amandemen UUD 1945 (terutama amandemen ketiga dan keempat), juga menetapkan beberapa kriteria pemilihan presiden dan wakil presiden. Antara lain waktu pelaksanaan, peserta pemilihan, syarat pengusulan, hingga penetapan pasangan calon (paslon) terpilih. Dalam Pasal 6A ayat 2 UUD 1945 menyatakan, pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilu.
Aturan itu menyatakan hanya partai politik dan gabungan partai politik peserta pemilu yang dapat mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden.
Peran partai politik dan gabungan partai politik dalam mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden tersebut berikutnya diatur dalam UU yang menghasilkan istilah syarat ambang batas pemilihan presiden atau presidential threshold.
Dalam Pasal 5 Ayat (4) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden disebutkan, pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15 persen jumlah kursi DPR atau 20 persen dari perolehan suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR.
Baca Juga: Menilik Peran Penting Perempuan dalam Politik Indonesia Jelang Tahun Demokrasi
View this post on Instagram
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Ratih |
Editor | : | Widyastuti |
KOMENTAR