NOVA.id - Belakangan ini istilah presidential threshold ramai dibicarakan.
Apa itu presidential threshold yang digunakan dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) saat Pemilu?
Melansir Kompas.com, berikut ini penjelasannya:
Presidential threshold adalah syarat minimal persentase kepemilikan kursi di DPR atau persentase raihan suara bagi partai politik atau gabungan partai politik untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden.
Alasan penerapan
Aturan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold itu diberlakukan dengan sejumlah tujuan. Pertama memperkuat sistem presidensial.
Dalam sistem presidensial, presiden dan wakil presiden yang telah dipilih secara langsung oleh rakyat akan memiliki kedudukan yang kuat secara politik.
Hal itu membuat presiden dan wakil presiden tidak dapat diberhentikan secara mudah karena alasan politik.
Kedua, penerapan presidential threshold adalah demi efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.
Jika sistem itu tidak diterapkan, bisa saja presiden dan wakil presiden yang terpilih diusung oleh partai atau koalisi partai politik yang jumlah kursinya bukan mayoritas di parlemen.
Jika hal itu terjadi, maka kemungkinan besar presiden dan wakil presiden sebagai lembaga eksekutif bakal kesulitan dalam menjalankan pemerintahan karena bakal diganggu oleh koalisi mayoritas di parlemen.
Baca Juga: Menurut Riset, Pemilu 2024 Akan Didominasi Para Pemilih Muda
Terakhir, alasan penerapan presidential threshold adalah demi menyederhanakan sistem multipartai melalui seleksi alam.
Jejak presidential threshold
Aturan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden mulai diterapkan di Indonesia sejak Pemilu 2004.
Saat itu untuk pertama kalinya Indonesia melaksanakan pemilihan presiden (pilpres) secara langsung.
Aturan presidential threshold pencalonan presiden mengalami beberapa perubahan ketentuan.
Pelaksanaan pilpres secara langsung tersebut merupakan hasil Reformasi melalui amandemen ketiga UUD 1945, yakni Pasal 6A ayat 1, "Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat."
Selain itu, amandemen UUD 1945 (terutama amandemen ketiga dan keempat), juga menetapkan beberapa kriteria pemilihan presiden dan wakil presiden. Antara lain waktu pelaksanaan, peserta pemilihan, syarat pengusulan, hingga penetapan pasangan calon (paslon) terpilih. Dalam Pasal 6A ayat 2 UUD 1945 menyatakan, pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilu.
Aturan itu menyatakan hanya partai politik dan gabungan partai politik peserta pemilu yang dapat mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden.
Peran partai politik dan gabungan partai politik dalam mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden tersebut berikutnya diatur dalam UU yang menghasilkan istilah syarat ambang batas pemilihan presiden atau presidential threshold.
Dalam Pasal 5 Ayat (4) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden disebutkan, pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15 persen jumlah kursi DPR atau 20 persen dari perolehan suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR.
Baca Juga: Menilik Peran Penting Perempuan dalam Politik Indonesia Jelang Tahun Demokrasi
View this post on Instagram
Aturan tentang presidential threshold kembali diubah menjelang Pilpres 2009. Dalam UU Nomor 42 Tahun 2008 disebutkan, pasangan calon presiden dan wakil presiden dapat diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki sekurang-kurangnya 25 persen kursi di DPR atau 20 persen suara sah nasional dalam Pemilu Legislatif.
Aturan ambang batas pencalonan presiden pada Pilpres 2014 tetap sama seperti pada Pilpres 2009.
Lantas pada Pilpres 2019, aturan presidential threshold kembali berubah.
Dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum disebutkan, pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Pada pilpres 2004, 2009, dan 2014, patokan yang digunakan adalah perolehan jumlah kursi DPR dan suara sah nasional pada hasil pileg yang dilaksanakan sebelumnya sebagai presidential threshold.
Pada ketiga gelaran pilpres itu, pemilu dilaksanakan beberapa bulan sebelum pilpres.
Sedangkan pada Pilpres 2019, ambang batas yang digunakan adalah perolehan jumlah kursi DPR dan suara sah nasional pada pemilu anggota DPR periode sebelumnya.
Hal ini karena pelaksaan pilpres dan pemilu legislatif dilaksanakan serentak pada April 2019.
Baca Juga: 7 Parpol Tidak Lolos Ikut Pemilu 2024, Ini Penjelasan Bawaslu
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Ratih |
Editor | : | Widyastuti |
KOMENTAR