Karena habis sabar, saya akhirnya bilang mau rawat si sulung di rumah eyangnya saja, sekalian saya bawa si bungsu karena toh dia terbukti tidak sabar. Biar dia menikmati “liburan”-nya saja sendiri, begitu, Bu.
Ini sudah seminggu saya di rumah Ibu, suami tak pernah menghubungi saya, apalagi menanyakan kondisi kesehatan anaknya.
Kemarin, ibu saya sudah mengangkat topik ini, menanyakan, “Kok, bapaknya tak ingin tahu bagaimana kabar anak-anaknya, ya?”
Saya masih marah dan makin marah rasanya pada suami. Saya mulai juga bertanya, “apa yang bekerja dalam diri suami”. Jangan-jangan selama ini saya dan anak-anak memang tak sebegitunya bernilai untuk dia.
Tetapi, di sisi lain, dia tidak pernah mencederai perkawinan kami dengan tidak setia, dia selalu jujur dalam sisi keuangan, dan walaupun ada mesin cuci, dia mau kok memasukkan pakaian kotor ke dalamnya.
Apakah karena kita berpisah beberapa hari ini, saya jadi malah bisa melihat kebaikannya, ya? Waktu di rumah rasanya saya sendirian benar, tidak bisa memintanya untuk berbagi walau sebentar.
Sekarang saya yang bingung, apa yang harus saya lakukan?
Hari kedua di rumah Ibu, anak saya sembuh. Dibalur minyak kayu putih sering-sering, minum air hangat, lalu diberi madu. Dan rupanya si sulung suka sekali makanan hangat berkuah. Di rumah, paling sering ya nuget, sosis, karena saya tidak sempat membuat sop atau makanan berkuah lainnya.
Bu Rieny, sebaiknya saya kembali ke rumahkah? Apakah suami ternyata memang tidak butuh saya sehingga dia tidak mencari saya dan anak-anak? Mohon bantuan Bu Rieny. Terima kasih.
Ida – Bogor.
Bagaimana jawaban Bu Rieny?
Baca Juga: Konsultasi Psikologi: Adik yang Aku Rawat Meninggal, Ibu Menghilang
Penulis | : | Made Mardiani Kardha |
Editor | : | Made Mardiani Kardha |
KOMENTAR