NOVA.id - Tulisan Konsultasi Psikologi ini merupakan surat kiriman pembaca NOVA yang dijawab oleh psikolog Rieny Hassan.
TANYA
Salam sejahtera, Bu Rieny.
Saya seorang ibu rumah tangga, membantu sedikit kas rumah dengan mengelola toko online yang menjual barang-barang printilan bersama teman sejak kuliah dulu.
Saat ini saya punya dua anak dan dia tengah “kabur” dari rumah. Maaf kalau kedengarannya aneh, ya, Bu, tapi ini semua berawal dari tingkah antik suami saya.
Semenjak pandemi, suami saya bekerja dari rumah. Orangnya pekerja keras tapi agak clumsy (ceroboh, red.) begitu, Bu, kalau berurusan dengan anak.
Kadang dia agak keras, apalagi jika anak mengganggu rapat onlinenya. Tapi itu pun lebih ke tindakan, misalnya dia tenteng anak kami keluar kamar, terus dia kunci pintunya, setelah itu seharian tidak banyak ngomong. Tapi ya cuma begitu.
Beberapa minggu lalu, dia baru menyelesaikan satu job yang sepertinya cukup melelahkan. Jadi dia bekerja di depan komputer tidak selama biasanya dan lebih banyak menghabiskan nonton Netflix dan Disney+.
Hari itu, kebetulan saya sedang sibuk karena anak tertua saya demam. Saya harus ke dokter dan mengurus si sulung, makanya saya minta dia urus si bungsu. Dia menanggapi ogah-ogahan begitu, Bu. Itu sudah bikin saya kesal.
Puncaknya, saya mendengar sendiri dia membentak si bungsu yang susah tidur siang, pakai ancaman segala. Suaranya keras sekali, si sulung jadi tambah stres dan muntah-muntah malam itu.
Karena habis sabar, saya akhirnya...
Baca Juga: Konsultasi Psikologi: Anakku Menuduh Eyangnya Pedofil, Apa yang Salah?
Karena habis sabar, saya akhirnya bilang mau rawat si sulung di rumah eyangnya saja, sekalian saya bawa si bungsu karena toh dia terbukti tidak sabar. Biar dia menikmati “liburan”-nya saja sendiri, begitu, Bu.
Ini sudah seminggu saya di rumah Ibu, suami tak pernah menghubungi saya, apalagi menanyakan kondisi kesehatan anaknya.
Kemarin, ibu saya sudah mengangkat topik ini, menanyakan, “Kok, bapaknya tak ingin tahu bagaimana kabar anak-anaknya, ya?”
Saya masih marah dan makin marah rasanya pada suami. Saya mulai juga bertanya, “apa yang bekerja dalam diri suami”. Jangan-jangan selama ini saya dan anak-anak memang tak sebegitunya bernilai untuk dia.
Tetapi, di sisi lain, dia tidak pernah mencederai perkawinan kami dengan tidak setia, dia selalu jujur dalam sisi keuangan, dan walaupun ada mesin cuci, dia mau kok memasukkan pakaian kotor ke dalamnya.
Apakah karena kita berpisah beberapa hari ini, saya jadi malah bisa melihat kebaikannya, ya? Waktu di rumah rasanya saya sendirian benar, tidak bisa memintanya untuk berbagi walau sebentar.
Sekarang saya yang bingung, apa yang harus saya lakukan?
Hari kedua di rumah Ibu, anak saya sembuh. Dibalur minyak kayu putih sering-sering, minum air hangat, lalu diberi madu. Dan rupanya si sulung suka sekali makanan hangat berkuah. Di rumah, paling sering ya nuget, sosis, karena saya tidak sempat membuat sop atau makanan berkuah lainnya.
Bu Rieny, sebaiknya saya kembali ke rumahkah? Apakah suami ternyata memang tidak butuh saya sehingga dia tidak mencari saya dan anak-anak? Mohon bantuan Bu Rieny. Terima kasih.
Ida – Bogor.
Bagaimana jawaban Bu Rieny?
Baca Juga: Konsultasi Psikologi: Adik yang Aku Rawat Meninggal, Ibu Menghilang
JAWAB
Dear Ibu Ida.
Tentu saja Anda harus kembali ke rumah, karena tempat istri sesungguhnya, ya, di sebelah suami, bukan?
Kadang-kadang kita memang baru memperoleh pengalaman berharga saat kita berada dalam masalah yang tidak biasanya kita hadapi.
Saya tak mau memakai istilah “masalah besar” karena dampak psikologisnya akan jadi besar juga kalau kita sudah mengecap bahwa ini masalah besar.
Pada sisi lain, masalah yang tadinya biasa-biasa saja akan bisa berubah menjadi luar biasa ketika kita menyikapinya dengan salah sehingga solusinya juga salah.
Fokus pada Diri Anda
Ini bukan saatnya membahas sifat dan sikap suami yang salah atau tidak tepat ya, karena saya ingin kita fokus pada diri Anda dulu.
Karena sesungguhnya memang kendali yang Anda miliki sepenuhnya hanyalah atas diri Anda saja.
Setelah Anda bisa melihat masalah ini dengan perspektif yang lebih luas, mudah-mudahan Anda menjadi lebih berdaya untuk mengatasi masalah Anda.
Yang pertama, tentunya,...
Baca Juga: Konsultasi Psikologi: Anakku Malu dengan Ayahnya yang Tidak Keren
Yang pertama, tentunya, jangan jadikan “pergi dari rumah saat bertikai dengan suami” sebagai kebiasaan.
Berani menikah, berani punya anak (bahkan sampai dua), berarti berani menjalaninya berdua. Sesuai janji yang kita ucapkan di hadapan Tuhan, juga keluarga besar, bukan?
Kalau di benak kita tak ada pikiran untuk pergi, maka keinginan untuk menghilangkan hal-hal tak enak yang terjadi dengan suami, akan terasa sebagai kebutuhan dengan urgensi mendesak.
Pada hakikatnya, perkawinan adalah sebuah ikatan yang dinamis, sehingga suami dan istri perlu benar terus belajar untuk memahami pasangannya—termasuk perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya maupun pasangannya.
Hadirnya anak-anak juga mengubah tatanan hubungan suami-istri. Akan ada kegembiraan, tetapi juga tambahan ketegangan akibat anak rewel, anak sakit, dan seterusnya.
Melihat sudah ada tambahan anggota keluarga dengan dua anak, Anda tampaknya mulai harus makin ketat membagi waktu, jangan hamil dulu, deh, ya.
4 Langkah Atasi Kendala
Ketika rasanya terlalu banyak yang harus dilakukan pada waktu bersamaan, time management (manajemen waktu) pasti akan jadi kendala. Kendala yang sebenarnya mudah sekali diatasi bila Anda berdua melakukan hal-hal berikut.
Melihat ini, bisakah Anda mulai dengan berpikir positif bahwa suami sebenarnya juga rindu pada istri dan anaknya? Cuma saja, ia tak mau mengganggu Anda yang sedang fokus dengan kesembuhan anaknya.
Bila mulai timbul pikiran negatif, “Ah, dia memang tidak butuh saya,” bunuh pikiran itu, ya. Tolong Anda ingat-ingat, you will get what you think about.
Maksudnya, apa yang ada di benak Anda dan terus Anda pikirkan, akan berakhir dengan kedatangannya sebagai kenyataan. Maka, jangan mengundang hal negatif dengan mulai memikirkannya.
Baca Juga: Konsultasi Psikologi: Saya Cantik, Pintar, tapi Lajang dan Kesepian
Tunjukkan Anda Rindu
Saya tidak bisa mengatakan bagaimana sikap suami saat Anda datang, karena saya memang bukan cenayang.
Akan tetapi, sambil tetap berpikir positif, pulang dengan membawa anak-anak, kalau sempat memasak kesenangan suami, lakukanlah.
Apa pun reaksinya, terus ingatkan diri bahwa yang Anda inginkan adalah memperlihatkan pada suami bahwa Anda merindukannya, butuh dia untuk selalu berdua mengurus rumah tangga dan bergantian mengasuh anak.
Mudah-mudahan anak-anak juga sudah bisa mengutarakan kebahagiaannya bertemu sang ayah. Optimis ya, insyaallah maksud baik akan dimudahkan. Salam hangat.
Bila ada perkembangan yang perlu kita bahas bersama, jangan lupa kirim email kembali.(*)
(Bila Anda ingin berkonsultasi dengan psikolog Rieny Hassan, silakan kirimkan kisah Anda ke email nova@gridnetwork.id dan tuliskan “Konsultasi Psikologi” pada subjek email.)
Penulis | : | Made Mardiani Kardha |
Editor | : | Made Mardiani Kardha |
KOMENTAR